Jilid 19

24.1K 1.3K 35
                                    

Zeline kini ia sampai tepat di sebuah pantai. Ia pun memilih untuk duduk di bawah batu besar yang berada di tepi pantai.

“Hiks, Papa ... Zeline ingin pulang. Bawa aku pulang.” Lirihnya penuh kesedihan.

Zeline memeluk kedua lututnya dan menunduk dalam diam mengeluarkan semua kesedihan dalam hatinya.

“Apa salahku? Aku sudah mencoba tidak memedulikan mereka. Tapi mengapa sesakit ini? Padahal aku istrinya, tapi mengapa memperlakukan aku layaknya pembantu? Sedangkan orang lain ia perlakuan bagai istrinya sendiri.”

 ••••

Hari sudah mulai gelap, dan Zeline masih setia dalam posisinya, ia sangat menikmati kesendirian itu, bahkan luka-luka di kakinya sama sekali seperti tidak di rasakannya, Zeline bagaikan seseorang yang mati rasa dan kehilangan semangat untuk hidup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari sudah mulai gelap, dan Zeline masih setia dalam posisinya, ia sangat menikmati kesendirian itu, bahkan luka-luka di kakinya sama sekali seperti tidak di rasakannya, Zeline bagaikan seseorang yang mati rasa dan kehilangan semangat untuk hidup.

Hingga saat ia mulai mengangkat wajahnya lagi dan melihat matahari yang mulai tenggelam. Ia menyaksikan fenomena indah itu dalam kesendirian. Bahkan keindahannya saja tidak bisa membuat senyum di wajah Zeline mengembang kembali seperti semula.

“Sudah gelap. Bagaimana aku pulang? Aku tidak mau bertemu mereka.” Lirihnya.

Saat hari benar-benar gelap, Zeline masih setia duduk di bawah batu besar itu tanpa tahu tujuannya. Sesungguhnya dirinya sangat lelah dan lapar, tapi dia tidak bisa kembali ke mansion karena berpikir Aksa sudah mengusirnya.

“Hiks ... Papa ... Mama...” tangisnya.

Tiba-tiba, sebuah petir dan kilat muncul, sinar bulan tertutup dengan awan hitam mendung yang mengerikan, hal itu membuat Zeline sedikit takut dan akhirnya bangkit dari posisinya.

“Aku tidak mungkin di sini terus, mungkin lebih baik aku kembali ke mansion.” Gumam Zeline.

Ia pun berjalan sambil memeluk dirinya karena udara dingin yang menusuk hingga ke tulang, apalagi ia baru merasakan rasa sakit di kakinya akibat luka-luka saat ia berlari tadi.

“Shhh ... tenang Zeline. Kau hanya perlu tidak memedulikan mereka.” Gumamnya menyemangati dirinya sendiri.

Ia pun melanjutkan jalannya sampai ke mansion, namun hujan sudah turun terlebih dahulu, dengan kakinya yang terluka tidak memungkinkan baginya untuk berlari, akhirnya ia pun memutuskan berjalan dan membiarkan hujan mengguyur habis tubuhnya.

Saat ia sampai dalam keadaan basah kuyup, langsung saja ia membuka pintu itu dan masuk. Namun tiba-tiba dirinya di suguhkan pemandangan tak indah di depannya.

Selembar Surat Kontrak || TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang