Jilid 23

22.4K 1K 16
                                    


"Z-zee?" Panggil Aksa.

"Apa?" Tanya Zeline masih dalam posisi yang sama.

"Dengarkan aku, a-aku bukan ingin mengusir atau memarahi mu. T-tapi bisa kah kau lepaskan dulu? Aku jadi tidak bisa fokus. Kau tahu kan? Aku sudah tidak pernah melakukan hal 'itu' lagi, dengan ini sama saja kau memancingku. Dan aku tidak ingin memaksamu jika kau tidak ma-"

"Dasar kau ini! Kau masih memikirkan hal itu walau dengan wanita ham-" ucap Zeline yang langsung menghentikan ucapnya.

Ia masih belum bisa memberitahu tentang kehamilannya pada Aksa. Bagaimana jika Aksa tidak menerimanya? Bagaimana jika Aksa marah besar kana bukan dia lah wanita yang diinginkan untuk melahirkan anaknya?

"Wanita apa?" Tanya Aksa sembari mengernyitkan dahinya.

"B-bukan, maksudku.., wanita lapar!" Jawab Zeline.

Aksa masih menatap curiga pada Zeline, namun beberapa saat kemudian ia pun menggelengkan kepalanya dan bangun dari ranjang.

"Ayo? Kau lapar bukan?" Tanya Aksa.

Zeline mengangguk sembari memperlihatkan ekspresi melasnya pada Aksa, hal itu pun membuat Aksa tidak tega dan akhirnya mengangkat tubuh kecil itu dan membawanya ke bawah.

"Khusus hari ini, aku akan memanjakan istriku." Ucapnya kembali sembari mengecup singkat kening istrinya.

Saat mereka sampai di meja makan, langsung saja Aksa menyuruh para pelayan untuk menghidangkan makanan yang di inginkan istri manjanya itu.

"Makanlah..." Ucapnya Lembut.

"Kau tidak makan?" Tanya Zeline sambil menyuapi dirinya sendiri.

"Aku baru mau makan." Ucap Aksa.

Mereka pun makan bersamaku dalam diam. Namun tiba-tiba saja Zeline kembali membuka suara dan mengatakan hal yang membuat Aksa terdiam.

"Oh iyaa Aksa?"

"Hmm?" Saut Aksa.

"Bagaimana dengan surat cerai?" Tanya Zeline.

Deg.

Seketika Aksa terdiam dan langsung menghentikan acara makannya. Dirinya mulai menjatuhkan sendok di tangannya lalu menatap datar ke arah Zeline.

"Kau masih membahasnya?" Tanya Aksa.

"Setelah semua yang aku lakukan, dia masih ingin bercerai denganku? Sebenernya apa kurangnya aku?" -Batin Aksa.

"Ah, jika kau-" ucap Zeline terpotong.

Brak.

Seketika Aksa pun menggebrak meja di depannya hingga membuat Zeline sedikit terkejut dan menatap Aksa dengan ekspresi tercengang.

"Zeline? Setelah apa yang kita lalui, kamu masih ingin bercerai denganku?" Tanya Aksa. Ada sorot kecewa dalam matanya.

"A-aku.., bukankah kita sepakat untuk bercerai? Kapan kamu ingin menceraikan aku?" Tanya Zeline sedikit takut.

Aksa pun membuang nafasnya berat sambil menatap Zeline dengan tatapan sedihnya, hal itu dapat di rasakan oleh Zeline.

"Maaf..," lirih Zeline dalam hati.

"Zeline, semua orang juga punya batas kesabaran. Terserah padamu saja. Yang pasti aku tidak akan menceraikan mu sampai kontrak kita habis." Ucap Aksa dingin. "Kalau kau begitu benci padaku dan tidak ingin melihatku, maka aku tidak akan muncul di hadapanmu dan merusak pemandangan mu lagi. Semoga hidupmu tenang." Lanjutnya lalu pergi dari ruang makan.

Zeline menatap kepergian Aksa dengan ekspresi tak rela, entahlah, tapi ada rasa sedih dan sesak di dadanya melihat sorot kecewa dari mata Aksa. Apalagi nada suaranya yang terdengar seperti putus asa itu.

Selera makannya yang tadi kini sudah hilang. Seenak apapun makanan di depannya sama sekali tidak membuat dirinya ingin memakannya meskipun secuil pun. Selera makannya sudah pergi bersama kepergian Aksa tadi.

"Hiks..," Isaknya. "Aku hanya tidak ingin membuatmu terganggu Aksa. Aku bingung harus apa. Hatiku masih tidak yakin." -lanjutnya dalam hati.

*****

Keesokan harinya......

Zeline kini sudah selesai dengan mandinya, ia pun segera bergegas ke ruang makan berharap Aksa masih di sana dan belum berangkat ke kantor.

Saat ia sampai di sana, benar saja! Terlihat Aksa sedang memainkan ponselnya dengan serius sambil sesekali menyeruput kopi di depannya. Zeline pun menatap dengan sumringah dan hendak menghampirinya. Aksa yang sadar akan hal itu pun langsung menutup layar ponselnya dan bersiap pergi.

"Aksa-" ucapnya terpotong.

"Sudah selesai, aku pergi." Ucap Aksa pada pelayan.

Ia pun pergi tanpa memedulikan Zeline yang datang menghampirinya. Jangankan membalas panggilannya, Aksa bahkan sama sekali tidak menatapnya. Dirinya kembali menjadi sosok Aksa yang dingin seperti dulu.

Zeline pun menatap sedih kepergian Aksa, tak terasa air mata mulai mengalir dari sudut matanya. Ada rasa sakit dan sesak di hatinya melihat Aksa yang mengabaikannya.

"Nyonya? Tenanglah. Mungkin tuan hanya kurang baik karna masalah kantor." Ucap pelayan yang menyaksikan hal tadi.

Zeline mulai menatap pelayan di sampingnya dan segera menghapus air matanya dengan jari. Ia pun tersenyum ke arah pelayan itu sambil berjalan duduk di meja makan.

"Nyonya ingin makan apa?" Tanya pelayan tersebut.

"Apa saja, kalau bisa jangan yang berat-berat." Ucap Zeline tanpa selera.

Pelayan itu pun mengangguk dan segera membuatku makanan untuk Zeline. Setelah itu Zeline pun memakannya habis dan langsung kembali ke kamar untuk beristirahat.

Dirinya tidak bekerja karna di larang oleh Kirara dan Lika, karna mereka begitu khawatir dengan kondisi Zeline tang tengah hamil saat ini. Akhirnya Zeline pun hanya bisa pasrah dan menuruti perkataan dua sahabatnya itu.

   Cukup lama Zeline berada di dalam kamarnya. Dirinya hanya melamun sambil menatap ke luar jendela sambil menatap awan-awan yang berpindah tempat karna tertiup angin.

"Tahan Zeline! Bagaimana bisa kamu merindukannya lagi?! Ayo tahan." Batin Zeline.

Akhirnya ia pun menunduk dan mengelus perut ratanya. Sedih? Tentu saja. Dirinya selalu merindukan Aksa setiap waktu. Entah ini bawaan dari bayinya atau memang pria itu memang sudah menempati hatinya?

"Azef? Maafkan Mama. Papa mu sedang marah pada Mama. Mama tidak bisa berbuat apa pun. Sejujurnya Mama sangat merindukan dia, Mama ingin memeluknya seperti waktu itu. Tapi situasi tidak memungkinkan." Gumam Zeline sambil mengelus perut ratanya.

Akhirnya Zeline pun kembali berdiam diri sambil menatap taman dan awan lagi dari jendela kamarnya, Untungnya jendela di kamarnya berhadapan langsung dengan taman indah di depannya serta memudahkan cahaya mata hari untuk masuk ke dalam.

Tok tok tok.

Suara ketukan sukses mengalihkan perhatian Zeline, ia pun menatap senang ke arah pintu berharap Aksa lah yang datang padanya.

"Nyonya? Saya Kiiz, saya membawa makan siang untuk nyonya." Ucap Kiiz dari luar.

Mendengar itu, seketika senyuman di wajah Zeline pun luntur. Bukan Kiiz lah yang ia harapkan saat ini. Dirinya mengharapkan Aksa. Pria yang belakangan ini bersikap lembut padanya. Namun karna pertengkaran semalam kini pria itu kembali dingin seperti semula.

"Masuklah Kiiz." Ucapnya dengan tatapan sendu.

Bersambung......

Selembar Surat Kontrak || TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang