🐊 Bidadari Kecil

5K 826 136
                                    

Aku merapikan mejaku, menata buku-buku agar  lebih rapi dan enak dipandang mata. Beberapa teman guru masih terlihat sibuk di meja mereka, mungkin masih harus mengoreksi tugas siswa. Untung saja tugasku sudah selesai jadi aku bisa sedikit bersantai sembari menunggu waktu pulang.

"Mau pesan makan siang nggak, Bu Shanum?"

Aku mendongak dan mendapati Arga yang sudah tersenyum lebar di depan mejaku. "Nggak kayaknya, Pak. Saya langsung mau pulang. Terimakasih tawarannya."

Sekali lagi aku melirik arloji yang melingkar di tangan kiriku, masih ada 15 menit sebelum jam pulang dan aku merasa menit-menit itu berjalan sangat lama. Kenapa lama? Karena saat ini Arga duduk di kursi yang ada di depan mejaku. Aku kira setelah menolak tawaran makannya tadi dia langsung akan pergi tapi malah dia juga memutuskan untuk tidak jadi makan dan menunggu jam pulang di sini.

"Ini bagus nggak, Bu?"

Aku sedikit memajukan tubuhku untuk melihat sesuatu di dalam ponselnya Arga. Di sana ada gambar sebuah pemandangan tebing yang indah, dan darinya bisa melihat laut yang tak kalah menakjubkan.

"Bagus, Pak." Aku tersenyum padanya. "Mau ke sana?" tanyaku.

Masih sambil nyengir, guru olahraga itu mengangguk. "Baru nyari-nyari waktu ini, Bu. Kapan-kapan ikut gabung kita yuk, Bu Shanum! Ada  Bu Inggrit, Bu Kayla, Pak Bentar, sama Amin juga."

Arga menyebutkan gengnya yang punya hobi sama. Mereka semua guru dan karyawan yang masih jomblo dan sering jalan bareng. Seru juga mungkin ya bisa travelling bareng gitu, aku juga udah lama nggak ikut baksos ke luar daerah.

Aku bilang seru tapi tentu saja enggak bareng mereka juga. Bukan tidak mau gabung, tapi ya you know lah, mereka sudah akrab dari lama dan sering jalan bareng, apa kabar aku yang tiba-tiba ikut atas ajakan Arga. Ditambah lagi dengar-dengar Kayla itu punya perasaan lebih ke Arga, makin nggak enak aku.

Intinya di sekolah ini ada berita-berita yang kadang nggak enak di dengar. Radar bidadari ku sebenarnya menangkap sinyal-sinyal itu, di sini terkenal ada cinta segitiga antara Arga, Kayla dan janda. Ada yang bilang begitu juga. Cuma ya aku udah kebal sih, kata Master, hidup itu selain dompet yang harus tebal, telinga juga harus tebal. Mau gimanapun pasti ada aja omongan nggak enak di dengar itu.

Wait!! Aku tadi nyebut nama siapa?

Baiklah. Lupakan saja! Tadi emang pas aja momennya, dan dia pernah kasih nasehat itu. Jadi ingat.

"Terimakasih banyak, Pak. Saya lebih suka travellingnya sambil nyuri-nyuri kesempatan." jawabku.

Aku kira jawabanku bikin Arga luas dan akhirnya mau pergi dari sini tapi kenyataannya dia malah tertarik dengan kalimatku.

"Maksudnya gimana itu, Bu? Saya juga nyuri-nyuri kesempatan lho ini, kalau lagi kerjaan agak longgar langsung tancap gas." serunya.

Dengan sedikit memaksa senyum aku menjawab, "Saya lebih suka pergi jadi relawan baksos yang tempatnya itu tidak pernah direncanakan sebelumnya. Terkadang di daerah itu ada tempat indah yang bisa kita temukan tanpa sengaja, semacam dapat hadiah begitu, berangkat relawan tapi bonus lihat tempat indah."

Memang seperti itu yang lebih aku suka, rasanya lebih greget aja kalau kita nggak sengaja bisa jalan-jalan di sela-sela menjadi relawan. Seperti waktu itu ada gempa di Lombok, alhamdulillah aku berkesempatan ikut berangkat relawan ke sana, dan di akhir tugas kita sempatkan untuk ke pantai yang terkenal itu. Benar-benar terasa beda kenikmatannya. Itu menurut insting bidadari lho ya!

Arga mengerutkan keningnya. "Nggak seru dong! Masa piknik dadakan begitu. Lebih seru kalau udah bawa banyak persiapan. Misal pergi ke pantai kan kita bisa berenang, atau camping." ujarnya dengan penuh keyakinan.

9. Master JenggalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang