🐊 Kepekaan Bidadari

4.6K 771 146
                                    

REYSHAKA

"Nak ini boleh?"

"Tak boleh!"

"Nak itu boleh?"

"Tak boleh!"

Shanum langsung berhenti dan menatapku dengan ekspresi yang penuh dengan kejengahan.

"Tujuan kamu ngajak aku kesini apa sih Mas? Pamer doang?"

Tingkah lucunya persis dengan Eca yang sedang ngambek karena nggak diperbolehkan membeli sesuatu yang dia suka.

Aku tak pernah punya alasan untuk tidak tertawa kalau sedang bersama Shanum. Seperti hari ini, aku sedang berada di sebuah Mall, kita sudah seharian muter-muter, dari nonton, makan, main, dan terakhir masuk ke sebuah butik khusus muslimah.

Dari ujung ke ujung pilihan Shanum nggak ada yang cocok di mataku, bukannya nggak cocok juga sih, aku cuma pengin jahil ke dia aja, toh dia pakai baju apa tetap cantik di mataku.

"Sekali-kali lah beli yang ada payet-payetnya gini, atau yang motif bunga ini. Hampir semua baju kamu itu polos, kalau nggak ya paling mentok kotak-kotak atau nggak garis, sisanya poloooos semua,"

Sekarang giliran Shanum yang terbahak, "Ya sudah terserah kamu, beliin yang mana aja aku pakai."

Kalau lawannya udah menyerah jadi nggak seru lagi, akhirnya aku menyudahi acara ngejahilin Shanum dan membiarkannya memilih baju sesuka hati, dia yang akan pakai, biarakan dia yang milih sendiri, aku selaku suka.

Yang namanya wanita, sifat perbelanjaan nya sama saja, milihnya lama, mondar-mandir, dari depan ke belakang kembali ke depan lagi terus ke belakangan eh yang diambil baju yang Pertama kali di pegang. Kan amazing banget!

Mama dan Kak Alea juga gitu, mending kalau Shanum diem, kalau mama sambil ceramah, dan kalau kakak Alea sambil ngomentarin apapun yang dia lihat.

Jadi kangen sama mereka.

Aku kira setelah sekian lama memilih itu Shanum akan mengambil banyak baju, dan ternyata hanya dua saja. Alhamdulillah istri pengertian, tau aja suami lagi jadi pengangguran.

"Mas itu lho! kamu termasuk." ucap Shanum menunjuk salah satu outlet makanan yang menawarkan menu gratis untuk tenaga kesehatan, setelah setengah jam kemudian kita keluar dari butik dan menuju parkiran.

"Biarin aja."

Shanum menahan tanganku, "Lumayan ih! Bagi tenaga medis gratis itu lho!"

"Kamu mau salad? Nanti kita beli sendiri!"

Shanum langsung diam ketika aku hanya meliriknya, sungguh satu lagi yang aku takjub dari dia, walaupun segala tingkahnya selalu unik, tapi ketika aku sudah diam dan meliriknya sedikit dia langsung tunduk, padahal aku nggak niat marah sama sekali. Bisa jadi bahan modus.

Akhirnya dia melupakan tentang salad gratis tadi dan kembali riang di sampingku, tentu dengan tangan yang tak selepas dari genggamanku. Kalau tadi aku bilang Shanum beda dengan mama dan Kak Alea, ternyata aku salah.

Shanum sama aja kayak Kak Alea, apapun yang dia lihat harus banget jadi bahan omongan, tapi kalau Shanum bukan ngomentarin, melainkan jadi bahan gombalan.

"Mas itu yang punya tetangga sebelah rumah lho." ucapnya menyebutkan salah satu toko karpet yang kebetulan kami lewati.

"Yang itu lebih banyak sih, punya kakaknya. Malah lebih laris, lebih banyak cabangnya." ujarnya lagi menunjuk toko serupa yang bersebelahan, abah memang pernah cerita kalau tetangga ada pengusaha karpet yang sukses.

9. Master JenggalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang