🐊 Konsultan Hati

4.7K 767 83
                                    

REYSHAKA

Selesai jaga pagi hari ini, tiba-tiba aku merasakan ada yang nggak beres dengan tubuhku. Sekujur badan terasa gatal merah dan panas, sakit tenggorokan juga agak nyeri di persendian sampai aku harus kembali terduduk ketika bersiap pulang. Sebenarnya gatal-gatal sudah sejak semalam, tapi kali ini semakin parah.

Sebelum pulang seperti biasa opera jaga dulu dengan Mala dan yang lain.

Masih sambil garuk-garuk, aku berpamitan namun Mala terdiam seperti ada yang ingin dia sampaikan tapi tertahan.

"Ada masalah?"

Bukannya menjawab tapi Mala malah semakin gelisah. Aku melirik jam tangan, sebenarnya aku ada janji dengan Eca sore ini tapi sepertinya Mala juga butuh bicara. Eca juga jam segini masih tidur siang.

"Aku boleh tanya sesuatu, Rey?"

Aku kembali duduk di kursi, "Nggak ada aturannya harus minta izin dulu, Mal! Sok atuh!"

Mala tertawa sekilas, lalu tatapannya gelisah ke sembarang arah.

"Sejujurnya, udah lama aku ngerasa gelisah seperti ini, Rey, sejak masih kuliah mungkin. Aku udah banyak cari tau, dan hatiku semakin gelisah. Boleh aku tau dari sisi kamu,"

Mala menahan ucapannya lagi. "..tentang Tuhan kamu. Bagaimana kamu memandang aku yang bukan umat Tuhan kamu, apa kamu pernah merasa semacam menuntut, aku tidak menyembah Tuhanmu, tapi Dia tetap memberi aku kehidupan, membiarkan aku makan enak, aku punya kecukupan harta padahal aku tidak pernah melakukan ibadah seperti kamu."

"maksudmu, apa aku pernah merasa iri begitu? Padahal kamu tidak sholat 5 waktu, padahal kamu tidak puasa, zakat dan sebagainya tapi kamu tetap punya jatah kehidupan yang sama denganku!"

Mala mengangguk.

Aku mencoba hati-hati memilih kata, takut menyinggung Mala yang merupakan pemeluk agama lain. Beberapa kali Mala mengajak diskusi terkait agama, dan aku hanya menyampaikan apa yang aku yakini tanpa bermaksud merendahkan keyakinanya. Yang aku lihat Mala ini punya ketertarikan sendiri dengan islam, dari ceritanya, dia sudah membaca-baca tentang islam sejak kuliah.

"Dalam keyakinanku Mal, Allah itu punya sifat Ar Rahman dan Ar Rahim. Keduanya bermakna serupa, pengasih dan penyayang. Jika dimaknai lebih dalam lagi, Ar Rahman itu Allah menyayangi semua makhluk ciptaanNya yang ada di dunia ini, terlepas dia mau menyembah atau tidak. Allah tetap memberikan rejeki, memberikan kesempatan hidup yang sama seperti halnya orang-orang yang mau menyembah, karena itu wujud tanggung jawab Allah."

"Nah setelah itu, sifat Ar Rahim yang berarti Allah hanya menyayangi orang-orang yang menyembahNya, dan ini berlaku di akhirat, kehidupan setelah dunia. Di sana kelak Allah hanya menyelamatkan orang-orang yang bertakwa padaNya semasa hidup di dunia. Sekali lagi Mal, itu kepercayaan di agamaku, tanpa ada tendensi apapun, aku hanya menjelaskan apa yang ingin kamu tau dari sisi agamaku."

Mala tertawa pelan, dia mengangguk dan meyakinkan aku bahwa dia terima, "Santai kau! Aku benaran pengin tau dari sisi Agamamu kok, bukan maksud membandingkan."

Aku bernafas lega, susah juga ngomong harus hati-hati banget. Emang paling enak itu ngomel tanpa batasan.

"Jadi Mal, kalau kamu tanya iri apa enggak. Jawabannya tidak sama sekali. Dalam agamaku, kami meyakini sifat Allah itu, tugas kami hanya bertakwa, menjalankan pertintahNya dan menjauhi laranganNya. Perkara Allah mau kasih harta lebih banyak atau kenikmatan lebih banyak pada orang di luar agama kami, ya itu mutlak urusan Allah. Justru dari situ kita diajarkan untuk toleransi," terangku tanpa mengurangi rasa hormat pada keyakinan Mala.

Bagiku untuk bertoleransi tidak perlu jauh-jauh mencari dalil, cukup dengan memaknai sifat Ar Rahman dan Ar Rahim itu. Allah saja yang menguasai kehidupan ini tetap menyayangi mereka, apa hak kita sampai harus memusuhi pemeluk agama lain? Tapi kita juga harus tetap berhati-hati sekali dalam bertoleransi, asalkan tidak mengganggu aqidah kita, gas pol!

9. Master JenggalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang