🐊 Mengulang Sejarah

5.5K 831 198
                                    


SHANUM

Tok.. Tok.. Tok

Aku terkejut dengan bunyi ketukan kaca dari luar mobil, karena sibuk mendengarkan ceramah Mas Haris, aku sampai tidak sadar ada orang yang mendekat.

"Jangan pacaran di sini Mas! Menghalangi jalan!"

Mas Haris membuka kaca mobil dan meminta maaf pada seorang lelaki yang merasa terhalang jalannya oleh mobil kita.

"Maaf ya Pak, saya pindahkan mobil sebentar. Lagian ini bukan pacar saya Pak. Ogah banget punya pacar dia. Haram!"

Astaghfirullah, sempat-sempatnya ini Si Haris!

Bukan hanya itu, suara klakson mobil yang di belakang juga bunyi terus seakan menggambarkan ketidaksabaran pengemudinya. Ya memang kita salah sih, berhenti di sembarang tempat.

"Cepetan Mas! Itu istri saya sudah tidak sabar!" ucap lelaki tadi dengan wajah takutnya.

"Iya Pak! Iya, Maaf!" jawab Mas Haris seraya memindahkan mobilnya dan pilihannya hanya maju, nggak mungkin mundur karena di belakang sudah ada mobil orang yang protes tadi.

Lima menit berlalu dan ketika mobil bapak tadi sudah bisa lewat, Mas Haris langsung memulai ceramahnya lagi, "Kamu sih, Za! Jadi kena omel orang kan!"

"Ya maaf Mas. Lagian kamu dari tadi ngomel melulu. Nggak capek? Aku aja yang dengar capek lho. Mending aku ajak Mas Nadim aja tadi, damai sentosa, tenang lahir batin." jawabku.

"Belum tau Mas Nadim aja kamu! Kalau udah mulai ngomel, lebih pedes!"

Lagi dan lagi Mas Haris merancau tidak jelas, tapi kini aku tidak lagi bisa fokus mendengarnya karena konsentrasiku terpecah, fokusku lebih kepada seseorang yang berjalan mendekat dengan senyum merekah. Gara-gara ada insiden kecil tadi pasti terdengar hingga depan sana.

"Mas, ayo pulang!" ajakku tanpa menoleh ke Mas Haris.

"Aduh tiba-tiba aku kebelet pipis, Za! Mau numpang pipis di rumah itu dulu! Kamu nggak ikut turun nggak apa-apa." jawabnya.

Dan tanpa aba-aba Mas Haris langsung keluar mobil dan menghampiri Mas Rey yang sudah berdiri di samping mobil Mas Haris.

Nggak apa-apa gimana Haris?? Nyebelin bener sih ini kembaran!

Terpaksa aku ikut turun menyapa Mas Rey dengan senyum kikuk, sedangkan Mas Haris dengan wajah tanpa dosa pura-pura bertanya tentang rumah yang di sewa itu pada Mas Rey.

Setelah basa-basi, Mas Rey mengajak kami masuk dan mempersilahkan Mas Haris jalan lebih dulu.

Posisi Mas Rey di depanku dan dia berjalan mundur seraya tersenyum simpul, "Makasih ya." tuturnya pelan, penuh dengan ketulusan.

Begitu aku masuk, Tante Ralin menghampiriku dan tanpa segan langsung memelukku. Tanpa beban apapun aku balas pelukannya. Jujur aku memang merindukan sosok Tante Ralin yang sangat baik hati.

Aku mencium tangannya setelah beliau melepaskan pelukan. "Tante apa kabar?" sapaku.

"Alhamdulillah, Tante baik selalu. Masuk ya? Kita ngobrol di dalam." balasnya dengan ramah.

Nggak ada lagi alasan menolak. Aku nurut saja ketika Tante Ralin menggandengku masuk, sebelumnya aku menyapa Mbak Mala yang masih duduk di luar. Tak lupa juga aku bersalaman dengan dua ibu-ibu yang duduk bersama Mbak Mala. Aku belum begitu hafal itu siapanya Mas Rey, kalau tidak salah ingat, beliau adalah bundanya Mbak Alea, pernah ketemu waktu itu di rumah sakit Semarang.

Napasku sempat sesak ketika aku menginjakkan kaki ke dalam rumah itu. Kalau tadi di luar saja aku harus mati-matian menahan malu karena ada beberapa keluarga Mas Rey, kini di dalam lebih banyak lagi dan parahnya, semua tiba-tiba diam dan menatapku. 

9. Master JenggalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang