🐊 Rumus Dari Papa

6.4K 822 203
                                    

SHANUM

Hari yang panjang dan lengkap. Hari ini seperti permen nano-nano. Ramai rasanya. Mulai dari galau, kesal, rendah diri, malu tapi diakhiri dengan perasaan bahagia. Alhamdulillah, hatiku masih berfungsi dengan baik.

Hampir pukul 10 malam aku dan Mas Haris baru pulang dari rumah penginapan keluarga Mas Rey. Beberapa jam di sana membuat aku tambah bersyukur, bahwa aku tidak salah mengambil keputusan.

"Mas, bangun! Udah sampai." Aku menggoyangkan lengan Mas Haris agar dia bangun karena kita sudah sampai di rumah. Kembaranku yang manja ini mengeluh capek alhasil aku yang menyetir sampai rumah.

"Alhamdulillah, udah sampai ya? Cepet amat."

"Gimana nggak cepet, ngorok sih!"

Mas Haris menyusulku keluar, "Ya mending tidur lah daripada menyaksikan orang senyum-senyum sendiri." jawabnya.

"Aku nggak senyum-senyum sendiri!"

"Siapa yang nyebut nama kamu? Perasaan sekarang kamu ini sensian deh orangnya! Harus langsung dinikahin aja." ujarnya tak mau kalah.

Aku hendak membalasnya tapi urung karena Mas Nadim berdiri di depan pintu. "Kalian ini bisa nggak damai tanpa syarat sebentar saja? Cepet masuk, udah ditungguin."

Baik aku atau Mas Haris sama-sama langsung kicep tapi tetap saling sikut, bahkan rebutan siapa yang masuk duluan. Akhirnya aku ngalah, bukan berarti aku lemah, tapi karena aku terkejut melihat beberapa keluargaku berkumpul di ruang tamu.

"Nah ini dia calon mantennya. Sini!"

Dengan wajah melongo aku menghampiri Om Kaslan dan istrinya, lalu Pakde Bas dan Bude Aini, ada beberapa keluarga lain juga.

Aku langsung duduk di samping abah. "Om Kas sama Tante Tina kapan sampai? Mau ada diklat di daerah sini?" tanyaku. Beliau berdua ini super sibuk, mampir kesini biasanya karena barengan ada kerjaan.

"Lha gimana kamu, katanya besok mau nikah? Ini Tante sama om udah ambil cuti lho!" jawab Tante Tina yang membuat aku menelan ludah.

Maksudnya? Siapa yang mau nikah besok?

"Oki mau nikah besok?" tanyaku masih menduga-duga. Oki itu anaknya Om Kaslan.

"Sembarangan, Mbak! Aku masih kuliah woy!" protes Oki.

Mereka malah tertawa dan tidak menghiraukan kebingunganku. Abah sibuk menyebutkan nama-nama orang yang langsung dicatat sama Mas Nadim. Fadila dan Mbak Yas sibuk dengan hp, entah menghubungi siapa.

"Besok kamu nikah, Za! Nggak usah sok polos deh!" ujar Mas Haris.

"Hah? Nikah sama siapa?"

"Astagfirullah, Gusti nyuwun ngapunten! Masa udah lupa sih!"

Yakin ini kepalaku terasa pusing sekali, ya aku nggak lupa siapa yang baru saja melamarku. Tapi perasaan pembahasannya tadi didapat kesepakatan, besok sore keluarga Mas Rey mau kesini untuk lamaran resmi, belum ada bahas nikah.

Abah tersenyum tipis lalu memegang pundakku. "Sana tunggu di kamar Abah!" tuturnya pelan.

Aku yang memang membutuhkan penjelasan lebih lanjut langsung menuruti perintah abah. Sebelumnya aku ke kamar dulu untuk mengganti pakaian. Baru setelahnya aku masuk kamar abah.

"Besok beneran akan ada pernikahan, Bah?" tanyaku tidak sabar ketika abah masuk.

Abah langsung duduk di sampingku. "Maaf kalau Abah belum bicara sama kamu dulu. Kamu pernah bilang kalau suatu saat Allah menakdirkan kamu menikah lagi, tidak ingin ada acara besar, cukup di KUA saja," jawab abah seraya mengubah posisi duduknya.

9. Master JenggalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang