🐊 Ya Sudahlah

4.6K 753 120
                                    

SHANUM

"Jadi Om Master pernah naik helikopter?"

"Pernah Ca, waktu itu Om kerja di daerah yang sulit di jangkau, terus ada orang yang harus segera di periksa. Akhirnya Om diajak naik helikopter sama om-om TNI."

"Seru banget, Eca juga pengin jadi dokter lapangan kayak Om."

"Harus lebih hebat dong!" jawab Mas Rey.

Aku menata buku-buku cerita yang berserakan sambil mencuri dengar Eca dan Mas Rey yang sedang bercerita. Terlihat sekali ekspresi bahagia dari Mas Rey ketika menceritakan pengalamannya.

"Kalau sering jadi relawan itu banyak manfaatnya, Ca! Kamu bisa membantu orang lain, bisa tau banyak tempat, bisa tau banyak bahasa daerah, bisa banyak teman juga." terang Mas Rey lagi.

Eca terlihat sama antusias nya dengan Mas Rey. Melihatnya aku jadi ingat permintaan Rangga kemarin, apa aku tega membiarkan Mas Rey kehilangan pekerjaannya? Tapi aku juga nggak mau terus-terusan berinteraksi dengan Rangga.

Dari hasil stalking ku, keluarga Mas Rey ada yang punya klinik, Om Nazril papanya Mas Rey juga bukan orang sembarangan di dunia kedokteran khususnya di daerah Jawa ini, mungkin kalau aku nekat nggak nuruti permintaan Rangga, bukan masalah besar Mas Rey kehilangan pekerjaannya.
Tapi aku kenal banget siapa Rangga, dia ambisinya setinggi langit, ketika dia bilang bisa membuat Mas Rey kehilangan pekerjaannya, pasti bukan hanya sebatas itu, dia bisa menyakiti Mas Rey.

"Bunda, sakit."

Lamunanku terinterupsi ketika salah satu anak panti ada yang mendekat dan mengeluh sakit.

Aku menyuruhnya duduk dan memeriksa ternyata di telapak kakinya ada sebuah benda yang menancap agak dalam. Tanpa membuang waktu aku memanggil Mas Rey

"Kenapa?" Mas Rey langsung berdiri menghampiri anak itu.

"Saya tadi nendang bola, terus lanjut main tapi lama-lama terasa perih di kaki ternyata berdarah." jawab anak yang sudah duduk di kelas 3 MI itu.

Mas Rey memeriksa kakinya, "Jalan ke klinik kesusahan ya?" tanyanya.

"Nyeri, Master!"

Kemudian Mas Rey menghubungi seseorang untuk membawa seperangkat alat medis ke panti. Setelah beberapa menit berlalu, ternyata yang dihubungi adalah seorang wanita yang cantik luar biasa, aku sempat tidak mengenalinya.

Ada yang berbeda dengan Mbak Mala, aku semakin kagum dengannya yang bisa mendapat hidayah seindah ini. Baru kemarin dia mengucap syahadatain, sekarang dia sudah menutup kepalanya dengan jilbab yang mana semakin menambah aura kecantikannya. Alhamdulillah.

Aku mundur dan mengajak anak-anak yang lain agar tidak berkerumun di dekat Mas Rey dan Mbak Mala yang sedang melakukan tindakan. Kecuali Eca, anak itu nggak ada takut-takutnya melihat darah, jarum dan lainnya. Malahan dia ikut memakai sarung tangan walaupun cuma megangin kaki temannya. Berbeda denganku yang sudah mual dan pusing ketika melihat kulit terluka cukup parah.

"Bunda, fotoin dong! Eca lagi keren banget ini!" seru Eca yang sudah berpose di samping dua dokter yang memberi tindakan.

Sejenak suasana riuh karena ulah Eca, bahkan di balik maskernya, dua dokter itu ikut tertawa walaupun mata mereka tetap fokus pada luka di kaki.

Si Eca dapat ilmu narsis darimana sih?

Sesuai permintaannya, aku mengeluarkan ponsel  dan mengambil gambar Eca dari berbagai sudut yang penting agak jauh dan aku tidak bisa melihat lukanya. Jangan ditanya lagi bagaimana aesthetic nya pose dan ekspresi Eca. 

9. Master JenggalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang