Bab 20 Air Mata sang Bunga Mawar

7 2 0
                                    

"Ke Batu Night Spectacular, yuk!" ajak Veronica, setelah cukup lama mereka duduk di kafe.

"Boleh. Kamu mau, 'kan, Gie?" Jason menatap Gretha penuh tanya.

"Um, boleh. Aku juga sudah izin pulang malam hari ini," sahut Gretha.

"Aku, sih, oke, tapi antar taruh mobil di apartemen dulu," sahut Edwin.

Keempatnya pun beranjak dari kafe. Gretha naik satu mobil dengan Jason, sementara Veronica dengan Edwin. Beriringan menuju ke arah yang sangat dikenal Gretha. Namun, Jason tidak mengikuti Edwin, tapi berhenti di salah satu gerai makan yang cukup besar dan terkenal. Membelikan Gretha segelas minuman panas.

Gretha menerima minuman itu dan mengucapkan terima kasih. Membiarkan Jason mengusap kepalanya pelan. Rasa janggal di hatinya semakin besar dan dia tidak bisa lagi tidak memedulikannya. Terlebih lagi, ucapan Nyle tadi sore masing terus terngiang dalam pikiran.

Dia menyandarkan tubuh ke jok mobil dan memainkan tangan Jason di atas paha. Saat itulah, dia menyentuh cincin. Pura-pura menunduk meletakkan gelas minum untuk melihat cincin yang seingatnya tidak pernah berada di situ.

"Why are you wearing the ring as a pendant (kenapa kamu memakai cincin sebagai liontin)?"

"I'm not allowed to wear rings before marriage. This ring is a hereditary object in my family. My father gave it to my mother and then she gave it to me. It's given to the boy in the family when he was sixteen years old, while his father gives new ring to his mother. (Aku tidak diizinkan memakai cincin sebelum menikah. Cincin ini adalah benda turun-temurun di keluargaku. Ayahku memberikannya pada ibuku, lalu ibu memberikannya padaku. Diberikan pada anak laki-laki dalam keluarga saat dia berusia enam belas tahun, sementara ayahnya memberikan cincin baru untuk ibunya.)"

"Even though the ring was given by his girlfriend (Meskipun cincin itu diberi oleh kekasihnya)?"

"Yep (Iya)."

Gretha tersentak saat merasakan elusan di pipi. Dia menoleh dan memandang Jason yang memasang ekspresi khawatir. Bertanya lewat gerakan alis dan tatapan mata. Dia pun mengulas senyum kecil sebagai jawaban.

"I didn't know you wore a ring, or am I the one who doesn't pay attention? (Aku tidak tahu kamu memakai cincin, atau aku yang tidak perhatian?" Gretha menyentuh cincin itu.

Jason tertawa kecil sambil mengacak rambutnya. "Aku baru saja membelinya kemarin."

"Tidak, seingatku ini cincin yang selama ini kamu gunakan sebagai kalung," sahut Gretha. "Um ... atau bukan, ya? Bentuknya sedikit berbeda. Entahlah, aku tidak ingat." Dia mengernyit sejenak berusaha mengingat dengan jelas bentuk cincin dalam ingatan sekilasnya barusan.

Jason hendak mengatakan sesuatu saat jendelanya diketuk. Gretha pun ikut menoleh untuk melihat siapa yang datang. Ternyata Edwin dan Veronica, sehingga Jason pun membuka kunci pintu kursi penumpang bagian belakang. Mereka pun masuk ke dalam dan Jason segera melajukan mobil pergi dari situ.

Gretha bergerak mengecek notifikasi yang masuk di ponselnya. Mengetikkan balasan dengan cepat pada Cheryl yang bertanya posisinya. Setelah itu, meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas. Memandang keluar jendela mobil sambil memegang tangan Jason yang sejak tadi tidak berubah posisi.

Setelah perjalanan kurang lebih empat puluh lima menit dengan sedikit macet, mereka akhirnya sampai. Jason memarkikan mobil di bagian yang dekat dengan pintu masuk. Gretha keluar dan memandang ke arah loket pembelian tiket. Melihat dua sosok yang tengah berdiri bercengkerama.

"Yuk!" ajak Jason sambil menggandeng tangan Gretha.

Jason mengantre untuk membeli tiket masuk. Gretha tidak banyak bicara dan mendengarkan obrolan Veronica dengan Edwin. Dia sedang tidak ingin untuk membuka mulut. Memandang ke arah wahana permainan yang terlihat dari posisi mereka berada.

The Lost Memory [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang