Bab 9 Temuan dalam Penyelidikan

13 2 0
                                    

Paginya, Gretha berangkat kuliah di antar oleh Louis berangkat bersama Tiffany. Namun, Gretha sendiri tidak ingin kuliah. Pikiran dan mood-nya sedang tidak mau mendengarkan ceramah dengan materi yang tidak lagi menarik minatnya. Dia yang duduk di kursi penumpang belakang termangu menatap jalanan.

"Gie?"

Panggilan itu mengusik perhatian Gretha. Dia memandang kedua saudaranya penuh tanya. "Hm?"

"Kamu ngelamun terus dari tadi. Kenapa? Ada masalah?" tanya Louis sambil menoleh ke belakang.

Melihat itu, barulah Gretha sadar kalau mobil sudah berhenti di depan sekolah Tiffany. Dia memperhatikan gerbang yang penuh dengan barisan murid antre untuk pemeriksaan. Entah kenapa, dia ingin ikut ke sekolah itu. Tanpa adanya Cheryl, dia tidak mood untuk berkelana sendirian.

"Tiff, aku boleh ikut masuk ke sekolahmu?" Dia menatap Tiffany dengan pandangan bertanya.

"Buat apa? Memangnya kamu nggak kuliah?" tanya Tiffany.

"Bolos sekali doang nggak masalah, 'kan?" Getha keluar dari mobil dengan cuek.

"Kalau gitu, nanti kalian kujemput bareng, ya?" Louis melongokkan kepala lewat jenderal mobil.

"Iyalah. Mau pulang bareng siapa aku sama Gie kalau bukan kamu yang jemput?" tandas Tiffany yang masih kesal karena ulah Louis tadi pagi.

Louis menghela napas melihat kelakuan kedua adiknya. Kalau sedang ada apa-apa, Gretha dan Tiffany memang suka bersekongkol. Kalau sudah begitu, Louis yang akan mengalah dan meminta maaf serta membujuk mereka. Cara yang paling ampuh adalah dengan kue dan es krim. Begitu Tiffany dan Gretha berbaris, Louis pun melajukan mobilnya pergi dari situ.

Gretha tidak pernah menikmati bangku SMA. Hal itulah yang membuatnya tertarik masuk ke sekolah Tiffany. Dia sendiri juga tidak tahu kenapa dirinya bisa berpikir belum pernah masuk SMA. Untuk sekarang, dia ingin menenangkan diri dulu. Barulah setelah itu mengambil keputusan untuk tidakan selanjutnya.

"Selamat pagi, Tiffany!" Salah satu guru yang berjaga menyapa dengan ramah.

"Pagi, Bu!" sahut Tiffany sambil menyerahkan tasnya untuk diperiksa.

"Itu siapa?" Guru itu bertanya sambil melihat ke arah Gretha yang tengah memperhatikan lapangan.

"Ah, dia Gretha, saudari saya, Bu," jawab Tiffany.

"Berapa umurnya? Dia tidak sekolah?"

"Mau delapan belas akhir tahun nanti, seumuran dengan saya, Bu. Dia sudah kuliah," jelas Tiffany.

"Lho? Sudah kuliah? Semester berapa?"

"Semester lima jurusan Hukum. Hari ini dia libur, jadi mau jalan-jalan ke sini."

Kedua guru dan murid-murid lain di sekitar situ memasang ekspresi kaget serta kagum. Kedua guru itu pun mengizinkan Tiffany mengajak Gretha masuk ke area sekolah. Gretha bukannya tidak mendengar obrolan itu. Dia hanya malas menjawab pertanyaan, jadi pura-pura sibuk. Diam-diam mengagumi besarnya bangunan sekolah Tiffany.

"Aku habis ini masuk kelas. Kamu mau ngapain?" Tiffany memandang Gretha penuh tanya.

"Nggak tahu. Kayaknya mau jalan-jalan di sekolahmu, terus ke perpus atau ke kafetaria," jawab Gretha.

"Pokoknya, kalau ada apa-apa, chat aku!" ucap Tiffany.

"Iya, iya. Sudah, sana masuk!"

Gretha mengikuti kepergian Tiffany dengan pandangan mata. Dia meraih ponsel di tasnya dan berjalan sambil membaca chat yang masuk. Saat men-scroll­, dia terkejut mengetahui Cheryl mengiriminya pesan. Dengan terburu-buru, dia membuka chat itu dan membaca isi pesannya.

The Lost Memory [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang