Bab 31 Selamat Tinggal!

13 3 0
                                    

Gretha berdiri memandang bangunan di depannya. Ada keraguan untuk masuk, tapi dia ingin mengetahui kondisi Jason dan Cheryl. Beberapa perawat yang berpapasan menyapanya. Setelah berpikir matang-matang, dia akhirnya melangkah masuk.

"Excuse me! I'm looking for a patient named Jason. Is he really being treated here? (Permisi! Aku mencari seorang pasien bernama Jason. Apakah dia benar-benar dirawat di sini?)" Gretha bertanya pada perawat yang bertugas di lobi.

"Please, wait for a minute. I will look for his name in the incoming patient data. (Tolong, tunggu sebentar. Akan aku cari di data pasien yang masuk)," sahut perawat perempuan.

Gretha pun diam menunggu dengan sabar. Dia memperhatikan perawat itu mengetik, lalu mencari di komputernya. Dia menduga kalau data pasien dirapikan per tanggal. Jadi, membutuhkan waktu cukup lama untuk mencari.

"May I know his full name?" tanya perawat itu.

"Well, I don't know his full name, actually. I only know his name is Jason. (Sebenarnya, aku tidak tahu nama lengkapnya. Hanya tahu kalau namanya adalah Jason)," jawab Gretha jujur.

"Well then, there was a patient here about a week ago on behalf of Jason Azniel Everard. Maybe you can check the room first if it's really Jason you're looking for. He is in the 6th floor bougainvillea hallway, turn right from the elevator (Kalau begitu, ada pasien yang masuk sekitar seminggu yang lalu atas nama Jason Azniel Everard. Mungkin kamu bisa memeriksanya lebih dulu kalau ini memang Jason yang kamu cari. Dia ada di lantai enam lorong bugenvil, belok kanan dari elevator)," jelas perawat itu.

"Okay. Thank you so much. (Baiklah. Terima kasih banyak.)"

Setelah itu, Gretha pun mengikuti arahan perawat tadi. Menghela napas beberapa kali selama di elevator untuk menenangkan degup jantungnya. Begitu keluar, dia langsung bergerak ke kanan dan membaca nama yang tertera di pintu. Tersenyum senang berhasil menemukan nama Jason tertulis di pintu kamar nomor sepuluh.

Dia diam sejenak dan menajamkan telinga. Begitu yakin kalau tidak ada siapa-siapa di ruangan itu, dia pun masuk. Membuka pintu dengan sangat pelan. Benar saja, ruangan itu kosong dengan Jason yang tampak tidur pulas.

Dia berjalan pelan mendekati ranjang dengan langkah sepelan mungkin, setelah menutup pintu. Mengelus lembut pipi Jason, kemudian duduk di kursi. Mengusap wajah dengan kedua tangan dan menghela napas panjang.

"Aku lega kamu baik-baik saja," gumamnya sambil meraih tangan Jason. "Aku masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi, Jason. Ingatanku sudah kembali, tapi aku merasa ada yang salah. Apa yang terlewat dariku selama ini? Apakah kamu benar-benar Jason-ku? Kalau iya, lalu siapa Jason yang dimaksud oleh Ronnie?"

Setelah berkata seperti itu, dia kembali menghela napas. Merasakan air mata yang turun perlahan mengalir di pipinya. Ada kekalutan yang dirasakannya. Perasaan aneh seolah ada bahaya besar yang mengancam.

"Aku akan menemukan jawabannya. Untuk itu, aku minta maaf harus pergi meninggalkanmu. Kalau kamu tahu di mana Ronnie, tolong, jaga dia untukku. Meskipun selama ini kami selalu bertengkar dan bermusuhan, dia tetap kakakku," lirihnya.

Dia meletakkan kembali tangan Jason, lalu meraih buku dan pena dari tasnya. Menulis dengan cepat karena takut kalau ternyata ada yang menjaga Jason. Dia tidak mau ketahuan oleh siapa pun orang yang selama ini menemani pemuda itu.

Dia merobek dua lembar yang berisi kata-kata, lalu meletakkannya di meja samping ranjang. Memasukkan kembali buku dan pena, kemudian meraih travel bag di lantai dan berdiri. Memandang wajah Jason yang masih tidur tenang, seolah tidak terganggu.

"Maafkan aku dan ... selamat tinggal." Dia mengelus kepala Jason, lalu beranjak pergi dari situ.

* * *

The Lost Memory [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang