Gretha melangkah limbung menuruni tangga. Entah sudah berapa lantai yang dilewati, ketika dia jatuh terduduk di lantai. Menunduk dan menangis terisak. Tidak dihiraukannya suara debuman dan getaran gedung tempatnya berada.
Berbagai bayangan masuk dalam kepalanya. Mengacaukan pikiran dan membuat hatinya terasa begitu sakit. Dia menyeret tubuh duduk bersandar di dinding. Memegang telinga dengan kedua tangan, berusaha mengenyahkan suara yang terus bergema.
"Stop ..., please, stop! Stop! STOP!" teriaknya.
Namun, suara itu terus bergaung dalam kepala. Bayangan-bayangan acak pun ikut bermunculan seperti kaset rusak. Membuat kepalanya terasa begitu sakit.
"You're not my biological daughter (Kamu bukan anak kandungku)!"
"You took away the boy I loved (Kamu merebut lelaki yang kucintai)!"
"I hate you (Aku benci kamu)!"
"His twin brother (Saudara kembarnya)."
"I don't know which of them is your Jason, but stay from my Jason (Aku tidak tahu siapa di antara mereka yang jadi Jason-mu, tapi menjauh dari Jason-ku)!"
Isak tangis dan jeritan keluar dari bibir Gretha. Menghilang dalam suara debuman bom yang mulai menghancurkan gedung itu. Air mata mengalis deras di kedua pipinya. Berusaha menyapu debu dan darah yang ada di wajah.
"Gie? Gretha? Gretha! JENNY!"
Gretha sama sekali tidak menjawab panggilan yang terdengar. Sepertinya, tadi komunikasi sempat terputus karena tidak ada jaringan. Kini baru tersambung kembali setelah penghalang sinyal hancur terkena bom.
"I know you were there and heard my voice, Jenny. Where are you now? Please, come out! (Aku tahu kamu di sana dan mendengar suaraku, Jenny. Di mana kamu sekarang? Tolong, keluarlah!)"
"Please, Jenny! The building gonna be crumble. (Kumohon, Jenny! Gedungnya akan runtuh.)"
Gretha tidak menjawab, tapi mendengarkan. Pandangan matanya beralih dari langit-langit tempatnya berada, ke arah buku pemberian Tuan Hynde. Tangannya bergerak meraih dan membuka buku itu. Kedua matanya langsung disuguhkan dengan sebuah foto seorang wanita.
"Mama?" lirihnya dengan bayangan ingatan yang masuk.
"You've grown up and become a brave and a beautiful girl. Your brunette hair and reddish-brown eyes just like her. (Kamu sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang berani dan cantik. Rambut brunette dan mata merah kecokelatanmu mirip dengannya.)"
"Not like her, but like you (Bukan sepertinya, tapi sepertimu)."
Dia beralih pada secarik kertas yang terlipat rapi di situ. Ada perasaan ragu untuk membuka dan membaca isinya, tapi rasa penasaran jauh lebih kuat. Dia pun membuka lipatan kertas itu dan membaca isinya dengan hati-hati.
To my beloved beautiful daughter, Jennifer Calistha Aubryne.
(Untuk putri cantikku tersayang, Jennifer Calistha Aubryne.)
The truth will always be painful, but every tear that comes out has meaning. Maybe now you don't understand everything that happened, but one day you will definitely understand. Parent's love is eternal, no matter what. (Kebenaran memang akan selalu menyakitkan, tapi setiap tetes air mata yang keluar memiliki makna. Mungkin sekarang kamu tidak memahami semua yang terjadi, tapi suatu saat pasti kamu akan paham. Kasih sayang orang tua itu abadi, apa pun yang terjadi.)
You're not my blood, but you grew up like me. I love seeing you grow up to be such a beautiful, brave, and kind girl. However, I also apologize for all the wounds I have left on your skin and heart. I did all of this for the sake of keeping you alive. (Aku senang melihatmu tumbuh menjadi gadis yang cantik, pemberani, dan baik hati. Namun, aku juga minta maaf atas semua luka yang kugoreskan di kulit dan hatimu. Aku melakukan semua ini demi membuatmu tetap hidup.)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Memory [TAMAT]
AcciónYA-Romance/Action Pertemuan dengan tiga orang asing di mal membuat hidup Gretha jungkir balik. Menjadi target bom di kafe yang membuat ingatan asing mulai masuk ke dalam pikiran bersama hadirnya Jason, pemuda yang menjadi malaikat penyelamat kala it...