"Ren, apa yang kamu lihat?" suara Ian memecah konsentrasi otak Irene yang sedang traveling. Irene gelagapan. Wajahnya kebingungan. Seperti seorang pencuri yang tengah ketahuan.
"I-Ian!! Kenapa nggak pake baju sih!!" Irene mengalihkan pembicaraan. Ia duduk dengan cepat dan melempar bantal pada Ian. Pria itu menghindar tangkas.
"Lah, kan baru selesai mandi Ren."
"Tapi kan bisa pake baju!!"
"Apa salahnya sih Ren? Di rumah sendiri juga. Kita juga udah nikah." Ian bersedekap, handuk putih yang melilit di pinggang tampak seperti akan melorot. Irene ngeri membayangkan isinya. Irene membuang muka.
"Aku benci liat bulumu itu!!" Irene menutup wajah dengan tangan dan segera berlari ke kamar mandi. Meninggalkan Ian yang kebingungan sendiri. Ian menatapi bulu di tangan, betis, maupun dada. Bulu yang mana yang tidak disukai Irene? Apa ia perlu mencukurnya? Ian mengusap dagu kasar, sangat tidak mengerti dengan pikiran sahabatnya.
Tidak ingin melihat Irene kesal dengan "bulunya", Ian segera memakai baju dan celana pendek, kemudian ia beranjak ke ruang makan.
Tidak ada sesuatu yang bisa dimakan. Untuk itu Ian berinisiatif untuk memesan makan via aplikasi online. Dia memilih makanan kesukaan Irene. Nasi goreng super pedas dan terang bulan rasa coklat.
Ian pergi ke ruang keluarga dan menyalakan TV. Menunggu Irene datang bergabung dengannya. Tepat ketika pintu kamar terbuka, makanan pesanan mereka pun datang.
Ian membawa makanan itu ke ruang keluarga. Mereka makan di depan TV. Ian menelan ludah berkali-kali melihat Irene. Wanita itu tengah memakai daster dengan warna dasar merah. Rambutnya yang basah tengah dililit handuk. Baju tidur itu sangat sopan, tapi entah mengapa mampu menggugah hormon kejantanan Ian untuk bereaksi.
Sebelum menikah, Ian memang selalu memiliki fantasi liar sendiri bila melihat Irene. Hal itu terjadi sejak mereka SMA. Rasa persahabatan yang kuat membuat Ian menekan segala bentuk fantasi itu. Ia mengutuk pikiran kotornya yang tak termaafkan. Menekan jauh-jauh agar tidak semakin dalam. Ian tidak ingin merusak persahabatan mereka karena hormon gilanya.
Sekarang mereka sudah menikah. Ian tidak perlu bersusah payah menekan nalurinya lagi. Yang ia butuhkan adalah jawaban Irene. Semoga Irene tidak menggantungnya terlalu lama, karena ia takut meledak sebelum waktunya.
***
Selesai makan, Irene memilih kembali ke kamar, sementara Ian memutuskan untuk ke lantai dua. Ian sengaja menghindari Irene, karena ia tidak yakin bisa menahan diri saat ini.
Lantai dua merupakan ruang kerja sekaligus ruang olahraga. Ian meletakkan peralatan gymnya di ruangan itu. Tujuan Ian ke lantai dua sebenarnya untuk memantau pergerakan saham, namun karena pikirannya selalu tertuju pada Irene, pria itu memutuskan untuk membakar kalori di tubuhnya. Siapa tahu dengan melakukan hal itu, tubuhnya yang sempat memanas tadi akan mendingin.
Ian menyalakan lampu ruang. Isi di dalam ruang itu merupakan perlengkapan di kamar Ian sebelumnya. Di tengah ruang ada meja dengan dua monitor yang saling terhubung. Sementara di sisi meja terdapat beberapa peralatan olahraga.
Ian menyalakan monitor dan memantau fluktuasi saham. Bukan saham perusahaan tempatnya bekerja yang ia lihat, melainkan perusahaan tempat Ian menanam saham.
Sedari kuliah, Ian memang suka menginvestasikan dana yang dimilikinya ke dalam saham. Tidak selalu untung memang. Bahkan pada awal-awal belajar, ia pernah sangat merugi karena menginvestasikan dananya di perusahaan yang salah.
Seiring berjalannya waktu, kemampuan menganalisisnya berkembang. Ian seperti bisa memprediksi perusahaan yang harga sahamnya akan mengalami kenaikan atau penurunan. Kemampuannya dalam membaca pergerakan saham, membuatnya selalu untung. Itulah mengapa pundi-pundi rupiahnya menggendut. Mengandalkan gaji seorang BAM (Branch Area Manager) tidak memungkinkannya memiliki tabungan ratusan juta dalam waktu yang singkat. Itulah gunanya memiliki pekerjaan sampingan yang sesuai dengan kemampuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Partner
RomanceBagaimana jadinya bila persahabatan yang telah terjalin selama belasan tahun berubah menjadi ikatan pernikahan? Itulah yang dialami dua sahabat ini. Leonard Ian Fahrezy dan Irene Meiva telah bersahabat jauh sebelum negara api menyerang. Mereka salin...