Alena sedang mengemudikan mobilnya menuju cafe dimana ia dan Reon pernah kesana. Alena mengemudikan mobilnya menuju cafe itu melewati jalanan kota.
Alena sudah sampai di depan cafe itu dan melihat Reon sedang bermain handphone nya disana. Dengan perasaan bahagia Alena menghampiri nya.
Ia langsung duduk tepat di depan Reon, ia tersenyum manis melihat Reon. "Udah lama gak ketemu, jadi kenapa?"
"Al, maafin gw, gw suka sama lo," ucap Reon dengan nada sedih. Alena langsung mengernyitkan dahinya tak paham.
"Tapi?" Tanya nya.
"Gw udah tunangan sama orang yang di pilih keluarga gw. Maaf," lirihnya, Alena langsung merasa sakit saat mendengar nya.
Apa ini yang dikatakan Zean tadi? Ia harus menerima kenyataan nya, kenyataan bahwa Reon sudah bertunangan.
"Se - selamat. Pasti orang nya lebih baik dari gw," ucap Alena dengan nada sedih. Alena langsung berdiri tetapi tangannya di cegat oleh Reon.
"Lo datang ya ke pernikahan gw, Minggu depan," mohon Reon kepada Alena.
"Maaf, tapi gw ada urusan di sekolah. Udah mau malam gw pulang dulu," ucap Alena melepaskan genggaman tangan Reon.
Alena bergegas keluar dari cafe sambil menahan tangisannya, sangat sakit rasanya, dimana dia sudah menyukai orang itu tetapi orang itu memiliki orang lain yang sudah dipilih kan oleh orang tuanya.
Alena berlari keluar dari cafe dan saat ia hendak masuk kedalam mobilnya, ia tak sengaja menabrak tubuh seseorang.
"Udah gw bilang kan, lo harus terima kenyataan," ucap orang Itu. Alena langsung menatapnya dan ternyata itu adalah Zean.
Dap!
Alena memeluk erat tubuh Zean dan menangis disana. Zean mengelus puncuk rambut Alena, dan membiarkan Alena menangis disana.
"Gw gak tau kalo gini jadinya, harusnya gw gak naruh perasaan sama seseorang. Gw gak bakal pernah suka sama orang lagi, gak akan, udah cukup," ucap Alena sambil terisak. Zean yang mendengar itu merasa kasihan dengan Alena.
"Jatuh cinta itu wajar, lo boleh jatuh cinta sama siapa aja, tapi jangan berlebihan kalo ga mau begini," ucap Zean kepada Alena sambil membalas pelukan Alena. "Nangis aja, gak apa apa, keluarin semuanya."
Alena langsung melepaskan pelukannya, dia langsung menatap wajah Zean dan tersenyum manis. "Gw mau pulang."
"Gw supirin, takut lo kenapa napa," ucap Zean, Alena hanya mengangguk. Zean langsung masuk kedalam mobil begitu juga Alena.
Mobil melaju melewati jalanan kota yang penuh cahaya lampu kota, Zean memasang musik di dalam mobil agar Alena tak terlalu sedih.
Musik di putar, Alena menatap kearah jalanan sedang kan Zean mengemudikan mobil Alena.
"Lo udah makan?" Tanya Zean kepada Alena. Alena menggeleng tanpa mengeluarkan suara. "Lo mau makan? Tapi di warteg."
"Warteg? Itu nama restoran?" Tanya Alena mengernyitkan keningnya.
"Itu warung makan. Lo harus cobain makan di warteg," ucap Zean kepada Alena.
"Yaudah, ayo," ucap Alena.
Zean tersenyum, dia langsung melakukan mobil Alena menuju sebuah warteg yang ada di sekitar sana. Mereka turun dan berjalan menuju warteg tersebut.
Alena duduk di kursi yang sudah di sediakan, dia langsung mengamati sekitarnya, ternyata ada tempat seperti ini.
Alena melihat pemilik nya adalah seorang kakek tua yang terlihat semangat membawakan makanan untuk mereka.
"Silahkan di makan," ucap Kakek itu kepada mereka, Alena membalasnya dengan senyuman.
"Kakek gak capek?" Tanya Alena kepada Kakek itu.
"Engga, dari pagi sampe malam baru lima orang yang makan disini, jadi gak rame, makanya gak capek," ucap Kakek itu.
Alena merasa sedih mendengarnya, masih banyak orang yang kurang beruntung tetapi mereka menjalani nya dengan senyuman. Alena harus memiliki tekad seperti itu.
Alena langsung memakan makanan yang sudah di sediakan, matanya terbelalak kaget saat mencoba nya, ini sangat enak, melebihi makanan di restoran.
"Enak banget, lo sering makan disini?" Tanya Alena kepada Zean. Zean mengangguk.
"Ayah, bunda mau beli cilok," ucap seseorang, suara seperti anak kecil tetapi mengatakan ayah bunda?
Alena menoleh dan melihat dua pasang anak kecil berumur 12 tahun sedang berjalan bersama, Alena mengernyitkan dahinya menatap mereka.
"Ayah bunda?" Ucap Alena sambil melihat kearah mereka.
"Anak jaman sekarang umur delapan tahun udah pacaran," jelas Zean kepada Alena. Alena terkejut mendengarnya.
"Hei, kalian masih kecil lho, kok udah pacaran? Bilang ayah bunda lagi, kalian tuh harus nya belajar," ucap Alena kepada dua orang itu.
"Memang nya kakak siapa? Liat deh, kakak juga pacaran, kalo diliat liat kakak masih SMA kan? Seharusnya belajar juga, bukan pacaran," ucap anak laki laki itu kepada Alena.
"Kita gak pacaran, just friend kok. Seharusnya kalian tuh, perjalanan kalian masih panjang," ucap Alena sambil menggelengkan kepalanya.
"Ih! Ganggu aja, ayo bunda, kita pergi dari sini," ucap anak laki-laki itu menarik anak perempuan di sebelah nya.
Alena hanya menggelengkan kepalanya sambil berdecak, bagaimana bisa anak kecil seperti dia sudah pacaran, seharusnya mereka fokus belajar dan menggapai cita-cita, bukan pacaran.
"Kak, abang itu bukan pacar kakak kan? Umurnya berapa?" Tanya anak perempuan itu menghampiri mereka.
"18, kenapa?" Tanya Zean menaikkan sebelah alisnya.
"Minta nomor handphone nya dong, siapa tau cocok," ucap anak perempuan itu. "Kita cuma beda lima tahun, ga apa apa."
"Hah?" Heran Alena menatap anak perempuan itu dengan ekspresi meh.
"Orang ganteng ga boleh di sia sia in," ucap anak perempuan itu menatap remeh Alena. "Nama ku Calista, panggil aja kely."
"Ga punya handphone, ga punya nomor handphone," bohong Zean kepada Anak itu. Terlihat wajah kekesalan di wajahnya. "Gw gak suka bocah."
Dia menatap penuh kekesalan dan meninggalkan mereka berdua, Alena terkikik melihat kepergian anak perempuan itu. Zean hanya menggelengkan kepalanya menatap anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS ✓ [END] (GHS GEN 1)
Teen Fiction❝Antagonis bukanlah sifat! antagonis itu hanya ada di Drama, namun apa antagonis tak boleh bahagia?!❞ -Alena Edlyn ❝Antagonis bisa menjadi sifat, karena orang tersebut benar benar seperti Antagonis di dunia nyata❞ -Zeandra Anggara ...