Satu jam lagi memasuki tengah malam. Langit pun semakin pekat. Bahkan bulan dan bintang pulang lebih awal tanda akan turun hujan. Memang udara dingin di bulan Agustus nggak pernah main main. Kacau. Dan parahnya aku nggak bawa jaket.
Di depanku ada Claren yang sedang bercengkrama dengan pacarnya. Masih romantis, belum ada cek cok nggak penting yang dibuat buat sendiri sama Claren biar bisa putus. Aku merapikan tas bersiap akan pulang.
"Ren, aku pulang dulu ya, takut kemaleman," pamitku pada Claren.
"Pulang sama siapa? Yah maaf banget, Ran aku nggak bawa motor jadi nggak bisa nganter," sahutnya dengan nada menyesal.
"Udah tenang aja, aku udah dijemput kok. Duluan ya, Ren, Kak," aku sedikit berbohong agar Claren tidak terlalu khawatir. Padahal pulang sama siapa juga belum tau.
Aku menuju ke depan gerbang sekolah. Berharap ada teman lewat dan bisa nebeng pulang. Eh tapi tunggu, temen mana yang bisa diandalkan.
Seperti hantu yang nggak tau arah datangnya dari mana, motor sport warna merah berhenti di depanku. Dengan pengendara yang memakai Hoodie warna biru dongker, helm gede yang kayak pembalap gitu lo. Mungkin cuma parkir, pikirku. Ia membuka kaca helmnya dan berbicara dengan nada sok akrab.
"Hei, kamu mau pulang kan, sini naik," kata laki laki misterius itu.
Aku diam. Tak bereaksi apapun. Langkahku sedikit demi sedikit mundur sepertinya bakal aman. Parno banget sama orang iseng, mana udah malam. Aku juga nggak merasa kenal dia siapa.
Diapun turun dan membuka helm. Sambil tertawa dia menghampiriku. Mengacak-acak rambutku. Ya Tuhan kenapa suara detak jantung seakan terdengar jelas sekali. Tubuh ini kaku layaknya anak kucing yang bertemu pemilik barunya. Bagaimana tidak? Selama ini aku sibuk dengan duniaku sendiri, boro boro dekat dengan laki laki, melihat saja sudah malu setengah mati.
"Lucu banget sih kamu," katanya sambil tertawa. "Aku Arga, belum punya teman disini, kayaknya bagus kalo kamu mau jadi teman perdana buatku. Tenang, aku g jahat, aku baik, sopan, bukan spesies 'Bad Boy', dan yang pasti aku cakep. Udah cukup kenal kan? Yuk pulang sudah malam, mau hujan." Tambahnya panjang lebar karena tau aku mungkin risih.
"Ok. Aku Rana dan terima kasih udah nawarin tumpangan, tapi nggak perlu," tolakku. Orang waras mana yang langsung mengiyakan tumpangan orang asing, apalagi sekarang sudah larut malam. Setidaknya aku harus menahan diri, bukan berarti gengsi.
Arga langsung mendorongku mendekati motornya. Tanpa peduli penolakanku.
"Cepet naik, curiganya kapan kapan aja deh. Kalau hujan kita lebih repot."
Aku terpaksa menurut. Baiklah berdoa saja dia laki laki baik meskipun aneh. Aku duduk agak menjauh darinya. Malu. Ini pengalaman pertama dibonceng laki laki selain ayahku.
Arga menyadarinya, tapi dia tidak protes. "Pinjam tangan," pintanya sembari kuulurkan tanganku. "Sikap dingin boleh, tapi jangan sampai kedinginan." Aku terkejut mendengarnya, lebih terkejut karena Arga memasukkan tanganku ke saku jaketnya.
Kami tidak mengobrol apapun di perjalanan. Aku tidak terbiasa basa basi dengan orang baru. Mungkin kami juga tidak akan bertemu lagi kan.
Aku sudah mengabari ibu kalau sedang perjalanan pulang. Ibu sudah berdiri di depan rumah. Maklum ini kali pertama aku keluar malam, pulang tengah malam. "Ya sekali kali bolehlah, toh acara sekolah," kata ibu waktu meminta izin.
"Assalamualaikum, Tante. Saya Arga. Maaf pulang malem banget," sapa Arga dengan sopan.
"Wa'alaikumsalam, gpp Arga. Tante yang terimakasih karena mau nganterin Rana pulang. Sudah malam, lain kali mampir ya?" Ibuku memang sangat welcome dengan semua temanku. Tapi buat apa diundang sih, nggak bakal ketemu juga.
Arga langsung pamit. Aku bercerita pada ibu siapa laki laki aneh tadi. Ibu malah tidak percaya. Beliau bilang Arga baik dan sopan, hanya terlihat sedikit kosong saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
UJARAN SEMESTA
Short Story"Ketika semesta tak berpihak pada rasa ..." Ini cerita yang sederhana, tapi mungkin akan rumit juga. Eh belum tau deng, masalah hati memang tidak bisa dianggap sepele kan? Rana si cewek biasa biasa saja yang setianya kelewatan. Arga si perhatian da...