5

87 8 0
                                    

Kelas hari ini kosong. Semua guru sibuk rapat sejak tadi pagi. Aku mengurungkan niat pergi ke kantin. Masih termenung karena kaget setelah bertemu dengan Abi. Nggak lama kemudian perutku berbunyi setelah mencium bau batagor. Aku mendongakkan kepalaku dan ...

"Nih batagor kesukaan kamu sambelnya pedes pakai banget sama es jeruk tapi es nya dikit aja," kata Fero.

"Iiiiih Ferooo, kok kamu baik banget sih. Aku emang laper banget tapi males jalan ke kantin, nanti aku ganti ya uangnya," jawabku.

"Nggak usah, Ran. Anggap aja aku yang traktir karena nilai ujian fisika aku 💯," sahutnya sambil cengar-cengir.

Fero. Aku lupa ngenalin. Dia itu temen sebangkuku. Kita kenal sejak MOS SMA. Satu-satunya teman lelakiku. Nggak banyak bicara, pemalu, jenius, dan perhatian. Dia lebih suka belajar karena dia pengen jadi dokter katanya. Untuk anak laki-laki seumuran dia pasti kehidupan seperti itu membosankan, tapi aku justru mengapresiasinya yang konsisten. Dia itu masih polos banget selayaknya anak-anak, dia disiplin tapi bukan ambisius bahkan pernah menangis cuma karena remidi matematika. Makanya kehidupan Fero bagi sebagian orang nggak ada yang seru, serius banget. Kalau nyeritain Fero nggak bakal ada habisnya deh.

"Hei, ini tuh jam istirahat ya buat istirahat lah bukan ngerjain LKS," tegurku ketika melihat Fero mulai membuka buku biologi. "Kasihan tahu otak kamu, dipaksa kerja terus-terusan padahal dia juga butuh bernafas mungkin butuh bermain sekali-kali."

"Rana, kamu ingat kan tujuanku itu nggak mudah, kalau aku nggak belajar aku nggak yakin bisa berhasil."

"Fer, berhasil itu nggak cuma karena kamu belajar sepanjang hari kamu perlu berdoa, butuh makan, butuh main-main seneng-seneng yang penting nggak kebablasan."

"Tapi Rana, aku nggak tahu waktuku itu sebanyak apa dan aku nggak boleh sia siain waktu."

"Oke baiklah dokter Fero, silakan kembali belajar. Aku mau ke depan kelas dulu ya."

Aku mengalah dari perdebatan itu dan memilih pergi daripada di ceramahi. Berjalan menyusuri koridor sekolah, menuju taman depan perpustakaan sambil membawa es jeruk dari Fero. Tempat favorit, yang didesain dengan bangku kayu berpayung jamur, dikelilingi banyak bunga mawar, anggrek bahkan berbagai kaktus. Membuat pikiran nyaman tanpa diganggu kebisingan para murid lainnya.

Aku nggak sengaja menabrak seseorang dan es jeruk ditanganku terlempar ke baju anak itu.

"Aduh maaf ya, maaf buat kamu, eh maaf kak," aku kebingungan karena seragam anak itu terkena noda es jeruk. "Aduh aku harus gimana ya, apa aku cuciin aja baju kamu? Maaf banget enggak sengaja."

"Tenang aku maafin kamu, kalo kamu nanya kamu harus gimana, kayaknya bagus juga kamu nemenin aku setelah pulang sekolah. Deal?"

Hah?! Aku melihat ke arahnya dan Arga tersenyum sambil mengacak-acak rambutku.

UJARAN SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang