Fashion show pertama yang kuhadiri berjalan lancar. Begitu menyenangkan terlebih ada Dennis Mahadhi, idolaku dari jaman SMA. Banyak pesohor yang datang, bisa jadi hal ini adalah gerbang dunia baru bagiku. Dunia yang bahkan dalam mimpi tak pernah muncul.
Tentang pengakuanku pada Dennis, setelah kupikir aku tak menyesal. Untukku idola dan fansnya harus hidup di dunia maya. Aku tidak bisa mengaku dan bersama idolaku di dunia nyata. Biarlah jadi penyemangat dalam halusinasiku. Konyol sekali bukan.
Sekarang, aku bersiap pulang dan mengambil handphone untuk mengabari Fero.
"Boleh minta tisu basah?"
Aku menoleh kaget mendengar suara itu. "Mau menghapus make up? Mau aku bantu?" Aku memberi tawaran pada si pemilik suara, Dennis.
"Dia lebih suka membersihkan makeup nya sendiri," sahut Rangga yang berjalan menghampiri meja rias kami.
"Benar, aku bisa sendiri. Lagian tas itu terlihat sudah akan meninggalkan tempat ini," kata Dennis sambil menunjuk tas make up yang sudah kutenteng.
"Cuma sekedar bersiap, tidak terburu-buru juga."
"Oh ya minggu depan aku ada project baru, kalo kamu nggak keberatan bisa minta tolong make up in?" Tanya Dennis dengan nada hati-hati.
"Sebenernya aku mau, tapi karena masih jam kerja mungkin kamu bisa reservasi lewat salonnya langsung, gimana?"
"Boleh minta nomer hp kamu?"
Aku mematung, menatap Dennis kaget. "Apa?"
"Maksudku biar mudah menghubungi," hadeh bukannya sudah jelas maksudnya, kenapa aku masih gugup menanggapi situasi ini. Aku pun menulis nomerku di hp yang disodorkan oleh Dennis. Tak lama ada misscall dari no tak dikenal. "Save ya," tambah Dennis.
"Ah iya."
Hpku berdering, aku memakai headset untuk menjawabnya sembari menyelesaikan pekerjaanku membersihkan make up Dennis.
"Hai, kamu dimana?"
"Aku di lobi, kamu belum selesai?"
"Tunggu sebentar ya, dikiit lagi."
"Iya, Ran, santai aja. Aku sabar anaknya wkwk, ya udah selesaiin dulu gih, bye," kata Fero sambil menutup telepon sebelum kujawab.
"Duh maaf yang udah ditungguin pacar," celetuk Dennis.
"Aku anaknya udah males pacaran, apalagi sama artis."
Dennis menoleh ke arahku. "Kenapa?"
"Ya karena idola itu ibaratkan dunia maya, jadi khayalan orang biasa dan aku harus sadar kalo aku hidup di dunia nyata, so? Kita harus realistis bukan?" Padahal alasan sebenarnya karena takut patah hati lagi, aku juga perlu waktu untuk menyembuhkan luka lama.
Pekerjaanku hari ini sudah selesai, aku terburu buru pamit. Hari yang menyenangkan jangan sampai diakhiri dengan pembicaraan menyebalkan.
"Udah deh, selesai. Aku pulang dulu kak, selamat malam."
Aku membungkukkan badan, melihat sekilas pada Dennis yang juga menatapku dengan tatapan yang tidak bisa didefinisikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
UJARAN SEMESTA
Short Story"Ketika semesta tak berpihak pada rasa ..." Ini cerita yang sederhana, tapi mungkin akan rumit juga. Eh belum tau deng, masalah hati memang tidak bisa dianggap sepele kan? Rana si cewek biasa biasa saja yang setianya kelewatan. Arga si perhatian da...