Untuk bab kali ini sedikit spesial karena keseluruhan isi cerita berdasarkan perspektif Cola.
Dari kejauhan, terlihat Agam dan Reina sedang berdiri didepan warung nasi goreng di pinggir jalan. Entah kenapa pikirku berkata bahwa mereka sudah makan berdua disana. Terlihat wajah sumringah dari Reina saat berbincang dengan Agam, hatiku seperti ditusuk-tusuk lalu kemudian dibuang.
Hatiku seperti hancur, perasaanku tak menentu. Padahal Agam mengetahui kalo aku suka sama Reina, tapi kenapa dia malah menghancurkan perasaanku sendiri?. Aku sedang tidak ingin pulang kekosan dulu, aku memutuskan untuk jalan-jalan sebentar di tengah dinginnya malam. Setelah menenangkan hatiku, aku memutuskan untuk pulang ke kosan dan berharap itu tidak seperti apa yang ku bayangkan.
Aku pun pulang ke kosan dengan harapan bahwa itu tidak seperti yang ku pikirkan. Kemudian sampailah aku di kosan, dan aku melihat hal yang tidak seharusnya ku lihat. Disana Reina dan Agam sedang duduk bercanda berdua di teras kosan kita, wajah mereka tampak bahagia dibawah terangnya lampu neon dan cahaya bulan. Melihat hal itu, aku hanya bisa terdiam dan tak dapat berkata apa-apa.
Aku pun mendekat ke arah mereka berdua, karena sedang sibuk bercanda, mereka tidak menyadari kedatanganku.
"Ah Cola, akhirnya lu pulang juga" Ucap Agam yang akhirnya menyadari kedatanganku.
"Iya, kita nungguin lama tau"
"Gam, lu tega ya ngelakuin ini" kata itu seolah keluar begitu saja dari mulutku tanpa berpikir apa-apa lagi. Kemudian aku berlari dengan cepat pergi dari mereka, menjauh dari kosan tanpa tujuan dan hanya terus berlari sepanjang jalan.
Aku yang kehabisan tenaga pun menghentikan lariku dan melanjutkannya dengan jalan santai sambil tetap menjauh dari arah kosan berada. Sambil berjalan, pikiranku terus diisi dengan bayangan mereka berdua yang sedang duduk tadi. Sesekali aku memegang dan menggelengkan kepalaku dengan keras karena itu sangat membuat kepalaku pusing.
Langkahku pun terhenti di sebuah sungai yang mengalir dengan derasnya. Suara aliran sungai yang deras ditambah dengan dinginnya udara malam, melengkapi suasana hatiku yang sedang kesepian. Sambil duduk di pinggir pembatas sungai, aku terus memikirkan apa yang telah terjadi. Bukan tentang apa yang telah dilakukan Agam, melainkan apa yang telah ku lakukan.
"Apa ini? Apa yang udah gw ucapin ke Agam? Emang kenapa kalo misalkan Reina emang sukanya sama Agam, bukan sama gw?" ucapku dalam hati dengan perasaan menyesal. "Apa artinya kita hidup bareng selama 6 tahun ini kalo misalkan hancur cuma gara-gara gw egois sama diri gw sendiri?" itu saja kata-kata yang terus menerus ku ucapkan pada diriku sendiri.
Setelah perasaanku cukup tenang dan terkendali, aku memutuskan untuk kembali ke kosan. Aku berusaha untuk menerima ini sebagai takdir, bahwa Reina memang tidak mencintaiku. Sambil berjalan menuju kosan, aku terus meyakinkan diriku akan takdir ini. "Ternyata lumayan jauh juga aku perginya".
Setelah berjalan cukup lama, sampailah aku di kosan tercinta. Di teras kini tak lagi terlihat Reina dan Agam, mungkin mereka udah pada masuk. Kemudian aku masuk ke kosan dan mencari Agam, namun Agam tidak ada dimanapun di kosan ini. Aku pun keluar dan mendengar Reina dan Ibunya sedang mengobrol dan bercanda didalam rumah sampai terdengar keluar. Suasananya terdengar sangat ramai, mungkin Agam ada disana.
Aku pun mengetuk pintu dan seketika obrolan yang sangat ramai itu berhenti. Reina membuka pintu dan terkejut melihatku datang ke rumahnya, "Eh Cola?". Tanpa pikir panjang, aku pun langsung menanyakan keberadaan Agam sambil melihat ke arah Bu Lita yang sedang duduk di sofa.
"Agamnya mana Rei?"
"Loh, bukannya Agam nyusul kamu ya?"
"Ehh?"
Mendengar hal itu, aku terkejut bukan main. Aku gak nyangka Agam sampe rela mau nyusulin aku padahal dia gak tau aku kemana. Tanpa pikir panjang, aku langsung lari dari rumah Reina dan menyusul Agam meskipun aku gak tau Agam pergi kemana.
"Kalo dipikir-pikir, tadi aku gak denger suara Agam sama sekali di rumahnya Reina. Sandalnya juga gaada disana. Kalo aku inget-inget lagi, kayaknya tadi jaket biru nya Agam yang biasa dia pake juga ga keliatan ngegantung" ucapku sambil berlari tanpa arah. Ditengah berpikir, aku memutuskan untuk pergi ke sungai tempat tadi aku diam disana. Dan hasilnya, Agam tidak ada disana. Tentu saja Agam tidak akan ada di tempat yang gelap seperti ini.
Aku pun mencari di pinggiran jalan, dimana tempatnya selalu ramai meskipun sudah malam. Kemungkinan besar Agam ada disini, tapi entah dimana atau ditoko apa. Agam itu gak pernah pergi tanpa tujuan, dia pasti ada di suatu toko di sekitar sini. Aku pun mulai mencari di berbagai toko yang kemungkinan besar Agam pergi kesana. Namun, kebanyakan dari toko-toko itu sudah tutup.
Dari kejauhan, terlihat sebuah toko buku yang masih buka. Agam sangat suka sekali baca buku, mungkin aja dia ada disana. Aku pun langsung berlari ke arah toko itu dan menanyakan kepada petugasnya. Mereka bilang tidak ada pelanggan yang memakai jaket biru masuk ke sini. Dengan perasaan kecewa, aku pun sedikit merasa bersalah karena sudah membuat Agam repot-repot mencariku dan mungkin sekarang dia entah ada dimana.
Ditengah kesenduan itu, ada seseorang yang menyahut kearahku dari belakang. "Yo!" ujarnya. "Suara itu...." suara yang sudah tak asing lagi di telingaku, suara sapaan yang setiap hari kudengar. Tak lain dan tak bukan, itu adalah suara Agam. Aku pun menolehkan pandanganku ke belakang dan ternyata benar, itu adalah Agam yang harus kutemukan, tapi malah dia yang menemukanku.
"Gw kalah..." ucapku dengan perasaan lega dan tersenyum.
"Kalah apaan sih, ayo pulang, gw udah beli sate buat kita makan bareng-bareng sama Reina dan Bu Lita" jawab Agam dengan santainya seolah tak terjadi apa-apa.
Kita pun pulang ke kosan bersama. Kalo diinget lagi, dari dulu setiap ada masalah gak pernah kita perpanjang atau kita bahas lagi. Kita gak pernah permasalahin hal-hal yang kayak gitu, mungkin itu sebabnya kita ngerasa gak pernah ada masalah di hidup kita. Bukannya gak pernah ada masalah, tapi rasa persahabatan kita jauh lebih besar dari masalah kita.
Sesampainya di kosan, Reina dan Ibunya sudah menunggu di teras kosan, seperti keluarga yang menanti kedatangan anaknya.
"Kalian ini, bikin anak saya khawatir aja"
"M-Maafin kita ya bu"
"Karena kalian udah bikin kita khawatir, biaya sewa kosan kalian naik 50%"
"Eeeehhhh???!!!"
"Bu, mending kita makan malam bareng yuk, saya udah ada beliin sate buat kita berempat"
"Wah, boleh tuh Gam, udah lama kita gak makan sate ya Rei?"
"Iya tuh bu"
"Ayo ayo masuk, dirumah kita aja, nasinya masih anget loh"
Kemudian, kita pun makan malam bersama dengan dipenuhi senyuman. Hari pun berakhir indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meraih Mimpi
AdventureAgam dan Cola, 2 orang siswa yang baru lulus SMA yang akan menjalani kehidupan yang sebenarnya di kota metropolitan. Beragam jalan mereka tempuh berdua melewati kejam nya arus kota dimana mereka harus bertahan demi mewujudkan mimpi mereka. Bagi seo...