Di perjalanan menuju kota, kita berdua sadar bahwa kita sebenarnya belum siap untuk semua hal yang akan kita hadapi. Kita masih sangat-sangat tidak berpengalaman dalam hal ini. Namun, ini sudah menjadi tuntutan hidup bagi kita yang sudah dipaksa hidup mandiri, sehingga mau tidak mau, ini harus kita lakukan.
Dengan perasaan galau dan gugup didalam kereta, kita berdua hanya diam membisu sepanjang perjalanan yang terasa sangat lama ini. Sambil memikirkan hal yang liar, kita berdua hanya bisa tertunduk lemas dan pucat memikirkan apa yang akan kita hadapi. Di dalam kereta yang penuh dan berisik, aku sesekali membuka ponselku untuk melihat jam dan hal lainnya. Perjalanan ini terasa lama, padahal cuaca sangat sedang mendukung. Sesekali aku melihat ke luar jendela, terlihat pemandangan kota yang begitu padat dengan banyak orang beraktivitas. Ternyata kita sudah hampir sampai.
Dengan menunggu sebentar, akhirnya kita sampai di kota metropolitan. Sesampainya di kota metropolitan, hari sudah sore. Aku dan Cola tentu saja mencari tempat untuk ditinggali. Kita gak mau tidur di kolong jembatan ya kan?. Namun ditengah perjalanan itu, rasa lapar pun memuncak setelah perjalanan lama di kereta, selain itu kita belum makan apa-apa daritadi, jadi kita memutuskan untuk makan di warung nasi goreng pinggir jalan.
[ Sore hari, 18:30 – Kota Metropolitan ]
"Bang, pesen 2 nasi goreng biasa"
"Oke mas" jawab Bang Jo, penjual nasi goreng.
Kita pun duduk sambil menunggu nasi goreng nya jadi. Ditengah percakapan kita disana, tak disangka ternyata ada yang menguping tak jauh dari tempat duduk kita. Namun, kita tidak menyadari itu sampai nasi gorengnya datang. Dengan lahapnya, kita menghabiskan nasi goreng itu dengan cepat.
Setelah mengisi perut kita dengan makanan, kita pun melanjutkan perjalanan mencari tempat tinggal baru di kota ini. Di saat dalam perjalanan mencari tempat tinggal, tak disangka ternyata kita diikuti oleh seseorang. Dengan bisikan, Cola memberitahuku bahwa kita sedang diikuti. Aku yang sudah sadar daritadi pun semakin yakin setelah Cola membisikkan itu. Kita sudah sadar bahwa kita diikuti sejak dari tempat nasi goreng, kita pun berusaha memancing mereka ke tempat yang ramai. Sepertinya mereka adalah preman yang mengincar para perantau baru.
Setelah beberapa saat, keadaan sudah dirasa aman. Orang yang mengejar kita pun sudah tak lagi terlihat. Lalu, kita pun melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat tinggal. Tapi, tak lama kemudian, ternyata orang itu kembali mengikuti kita. Kita pun memutuskan untuk pergi ke tempat yang sepi untuk menjebaknya.
Setelah keadaan agak sepi, kita pun berhenti secara tiba-tiba dan berbalik ke arah dimana preman itu berada. Menyadari hal itu, mereka pun terlihat kaget karena kita berbalik badan secara tiba-tiba.
"Serahkan semua uang kalian! " ucap Yudas salah satu preman tersebut .
"Uang? Kalian pikir kita punya uang?".
"Kalian kan perantau baru, pasti punya uang lah" ucap Larry, partner dari Yudas.
"Siapa yang bilang! Hah?".
"Ya.. Gak ada yang bilang, ya ini insting kita aja sebagai preman".
"Kita udah tau kalian ngikutin kita dari warung nasi goreng kan?".
Dengan wajah yang sedikit kaget karena mengetahui mereka sudah diketahui daritadi, mereka mencoba untuk tidak mengulur waktu lebih lama lagi.
"HEH! CEPET KASIH UANG KALIAN!" teriak Yudas.
Sementara Cola mengulur waktu, mereka tidak menyadari bahwa aku sedang mempersiapkan cara agar kabur dari kedua preman itu. Tanpa mereka sadari aku sudah menaruh bubuk cabe pada tangan Cola dan tanganku.
"SEKARANG! ".
"CHILI POWDER!!!".
Bubuk cabe itu kita lemparkan ke mata kedua preman itu, sehingga para preman itu tidak bisa membuka matanya karena perih. Bayangin aja, pake chili spray aja perih, apalagi bubuk cabenya langsung.
"Aaahhhhh.... Mataku!!! " teriak kedua preman itu.
Untuk serangan terakhir, aku sudah menyiapkan tisu yang dibasahi oleh lem super. Aku pun menaruh tisu itu di telapak tangan mereka. Setelah itu, kita pun lari dari mereka yang sedang berteriak keperihan.
***
2 jam sudah berlalu semenjak kita menginjakkan kaki di kota ini. Namun, kita tak kunjung menemukan tempat bernaung setidaknya untuk malam ini. Dalam suasana yang bingung disertai hembusan angin malam yang menusuk, kita tidak ada pilihan lain selain tidur dimana saja. Lalu, aku pun mengusulkan untuk tidur di halte, paling tidak ini bukan tanah milik orang lain. Setidaknya untuk malam ini, kita tidur disini.
Dengan ditemani dinginnya angin malam, kita tentu saja tidak bisa tidur. Bahkan setelah apa yang sudah kita lewati tadi siang, kita tidak merasakan kelelahan yang berarti. Malah itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dinginnya angin malam ini. Namun setelah lama berdiam, kita pun akhirnya mengantuk dan dapat tidur walaupun dibawah naungan langit malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meraih Mimpi
AdventureAgam dan Cola, 2 orang siswa yang baru lulus SMA yang akan menjalani kehidupan yang sebenarnya di kota metropolitan. Beragam jalan mereka tempuh berdua melewati kejam nya arus kota dimana mereka harus bertahan demi mewujudkan mimpi mereka. Bagi seo...