15.【Selamat Ulang Tahun Milena!】

434 53 7
                                    

Selamat membaca❤

Ini part khusus untuk Milena.

'Selamat ulang tahun Milena!'


Pagi ini kediaman Adinata berjalan biasa-biasa saja. Haikal masih menyantap sarapannya dengan penuh nikmat, sesekali remaja itu bertanya tentang materi pelajaran kepada Martin. Mengingat hari ini ada ujian Akuntansi yang akan ia hadapi di jam pertama.

Milena lebih banyak mengamati kedua laki-laki yang ia sayang itu, sebab yang Haikal tanyakan bukanlah bidangnya. Anaknya itu jarang belajar di Rumah, melihat Haikal berbicara tentang pelajaran adalah hal yang cukup langka.

“Nilaimu masih bagus-bagus aja 'kan?” Martin bertanya seraya meminum tehnya.

Haikal mengangguk, “Gak bagus-bagus banget, tapi nggak jelek juga,” ujarnya merendah. Seburuk-buruknya nilai Haikal, tak ada yang dibawah angka 80.

“Nilai Geografi kamu gak pernah naik,” timpal Milena mengingat nilai Geografi anaknya tak beranjak dari angka 85, “Coba belajar sama Yessica, dia jago Geografi. kata Maminya, Yessi lemah di Ekonomi. Nilai Ekonomi kamu 'kan lumayan tuh, jadinya kalian bisa saling belajar,” sarannya.

Martin mengangguk setuju, istrinya ini memang cerdas. “Kalau Raisha jagonya apa?” tanya Martin mengingat anak dari Wildan itu satu jurusan dengan anaknya.

“Kayaknya Raisha jago di Sosiologi.”

Jawab Haikal setelah mengingat-ingat, “Kalau Naufal semuanya jago, tapi dia keliatan lebih bahagia waktu belajar Sejarah,” jelasnya tanpa perlu ditanyakan.

“Kalau Yiska gimana?” tanya Milena mengingat anak selebritis itu.

“Nggak tau juga, tangga kelas kita aja udah beda.”

Milena tertawa pelan, bisa-bisanya ia lupa kalau Yiska dan Haikal berbeda jurusan.

Usai menyelesaikan sarapannya, tunggal Adinata itu bersiap pergi. Hari ini ia akan membawa mobil sendiri, untuk menghindari macet ia harus berangkat lebih awal.

“Hati-hati ya, Kal!” teriak Milena sesudah anak itu mencium tangannya.

Kini hanya tersisa sepasang suami istri di rumah mewah itu. Pekerja di rumahnya baru datang pukul 9 nanti. “Kamu berangkat ke Rumah Sakit sendiri?” tanya Martin kepada istrinya yang tengah menghirup kopi.

“Iya, kenapa?”

“Mau aku anterin?”

Milena mengangguk, “Pulangnya kamu jemput?” tanya perempuan itu memastikan.

“Iya, hari ini kerjaanku gak banyak banget,” jelas Martin seraya meraih ponselnya.

“Tumben.”

Celetuk Milena yang dibalas Martin dengan senyum tipis, nyaris tak nampak.

***

“Sepi banget, Haikal mana?”

Milena tahu rumahnya memang sepi, tapi dipukul setengah 5 sore ini biasanya Haikal akan menyambut kepulangannya. Membuat suasana tidak terlalu sepi.

Tangan Milena yang tadinya hendak membuka pintu Kamar sang anak terhenti karena Martin menahannya.

Dahi Milena mengernyit, “Kenapa?” tanyanya heran.

“Haikal di Rumah Jibran.”

Jelas Martin seraya menarik tangan istrinya ke kamar tidur mereka, menjauhi kamar sang anak.

Laki-laki itu melepas kemejanya dan menaruh di keranjang baju kotor berwarna biru itu, “Kamu mandi duluan aja, aku mandi di Kamar Haikal,” ucapnya.

“Oke.”

Setelah memastikan Milena masuk ke kamar mandi, Martin mengembuskan napas lega. Jika istrinya sampai masuk ke Kamar Haikal maka semuanya berantakan.

***

Martin yang sedang menyisir rambutnya seraya mematut diri di kaca milik Haikal sesekali melirik sang anak.

“Udahan, Kal! Nanti meledak!” ujar Martin saat Haikal memompa balon berwarna biru itu dengan berlebihan.

Yang ditegur hanya mengangkat bahu, membuat Martin mendudukkan diri di samping anaknya itu. “Lama amat Buna mandinya,” celetuk Haikal tak sabar.

“Kuenya mana?” tanya Martin.

“Tuh!”

Jari Haikal menunjuk kotak di atas meja belajarnya. “Dibuka dong!” sungut Martin.

Haikal berdecak, “Nanti kuenya tinggal setengah kalo aku yang buka!”

“Tahan dulu!” ujar Martin, “Istri gue mana sih?!”

Anak 17 tahun itu mencibir perilaku ayahnya, “Tahan dulu!” timpalnya membalikkan perkataan Martin, “Masih nggak habis pikir kok Buna mau sama Yanda?”

“Yanda ganteng!”

Baru saja Haikal ingin menimpali ucapan ayahnya, tapi suara Milena yang berseru dibalik pintu kamar membuat dua laki-laki itu grasah-grusuh.

“Martin, kok pintunya dikunci?!” tanya Milena dengan tidak santai.

“Aku lagi pake baju! Bentar ya, Sayang!”

Haikal buru-buru mengarahkan pemantik api itu kepada lilin yang menancap di atas kue. Membuat Martin menatap anaknya dengan sedikit curiga.

“Jago amat ngidupin api.”

Haikal tak ambil pusing dan mulai membuka pintu kamarnya. “Selamat ulang tahun Buna!” ujarnya ceria.

“Sini Sayang, tiup lilinnya dulu,” Martin mendekat ke arah istrinya yang memasang raut bingung.

Milena meniup lilin itu dan menatap penuh tanya ke arah suaminya, “Aku ulang tahun?” tanyanya seraya menunjuk diri sendiri.

“Iya, Buna. Bisa-bisanya nggak ingat.”

Perempuan tertawa seraya mendaratkan pelukan ke tubuh anaknya. “Makasih Haikal!” serunya.

Ibu satu anak itu memeluk erat anak semata wayangnya, mengabaikan suaminya yang sudah tersenyum kecut sambil meletakkan kue ke meja. “Peluk aku juga!” sungut laki-laki itu.

Milena masuk ke dekapan Martin dan menghadiahkan kecupan di pipi kiri laki-laki itu, mengabaikan sang anak yang sudah memasang wajah geli.

——————————————

Griya Bahana ||twice ft. boys||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang