11 【Sepi dan Ramai】

468 53 7
                                    



Selamat membaca❤



'Sepi dan Ramai'


Focus; Adinata, Wirawan.

Lambaian tangan kanan Milena menarik perhatian anak-anak di sekitar. Senyum perempuan itu terkembang sempurna saat Haikal menangkap keberadaannya. Buah hati Milena dan Martin itu berlari kecil menghampiri sang ibu, tak ingin membuat Milena menunggu lebih lama. 

“Kita ke tempat Kakak, ya?” 

Mendengar pertanyaan ibunya yang tengah duduk di kursi kemudi membuat Haikal paham. Tadi ia ingin bertanya mengapa ibunya memakai kemeja hitam dengan kancing teratas yang terbuka serta rok di bawah lutut yang berwarna senada. 

Ternyata mereka akan pergi ke tempat sang kakak. 

Haikal mengangguk, “Yanda nggak ikut?” biasanya mereka akan pergi bersama-sama. Jika Haikal hitung, ia pergi menemui kakaknya hanya empat kali dalam setahun, termasuk dengan perayaan hari besar agamanya. 

“Yanda nyusul,” jawab Milena dengan senyum kecil, walau nada suaranya terdengar datar. 

Ibunya tak perlu menjelaskan apa pun, Haikal sudah memahaminya. Anak laki-laki itu mendengar suara-suara yang sedikit meninggi saat semalam ia terbangun karena haus. Ia tahu ayah dan ibunya bertengkar, tapi tak tahu apa sebabnya. Dan Haikal juga tak ingin tahu. 

Saat Mobil yang Milena bawa berhenti di Parkiran, Haikal lebih dulu keluar setelah melepas jas sekolahnya, dan berlari menghampiri sang ayah yang lebih dulu sampai. Pria berbeda umur itu berpelukan erat, seakan sudah lama tak bertemu.

Setelah Milena turun dengan kacamata dan selendang hitam yang menutupi sebagian rambutnya, mereka melangkah masuk ke permakaman itu. 

Ya. Kakak dari Haikal tinggal di permakaman ini. Kata ibunya, bayi perempuan itu hanya bertahan 5 bulan sejak dilahirkan. 

“Kak Wimala, Buna datang, Nak.”

Namanya Wimala, lengkapnya Rahina Wimala Adinata. Ibunya lebih senang memanggil bayi itu Wimala, yang artinya tak bernoda. Karena menurut Milena, anak perempuannya itu sangat suci, tak pernah ternodai, bahkan oleh udara buruk di muka bumi.

Haikal tak menyimpan kenangan apa pun dengan kakaknya. Sehingga kesedihan yang ia punya, tidak sedalam kedua orang tuanya.

Anak yang kehilangan orang tua disebut yatim piatu. Istri kehilangan suami disebut janda. Suami kehilangan istri disebut duda. Tapi orangtua yang kehilangan anaknya tak memiliki identitas apapun. 

Dan kedua orangtuanya merasakan itu. 

Melihat ayah dan ibunya yang mulai menutup mata sembari menundukkan kepala, Haikal mengikutinya. 

Mereka tak menghabiskan banyak waktu di sana. Milena paham kalau anaknya kelelahan, maka dari itu mereka memutuskan untuk segera pulang. 

“Langsung mandi ya, Kal,” pesan Milena sebelum ia memasuki kamar tidur miliknya. 

Martin keluar dari Toilet bersamaan dengan Milena yang masuk dan tengah menutup pintu kamar. “Mandi sana,” perintah laki-laki yang tengah bertelanjang dada dengan handuk melingkar di pinggang. 

Putri Tuan Hermawan itu masuk ke Kamar Mandi tanpa membalas ucapan suaminya. Selang beberapa belas menit, perempuan itu keluar dengan jubah mandi putihnya. Rambut hitam sepunggung yang masih agak basah itu tergerai. 

“Martin,” perempuan itu memanggil suaminya yang sudah mengenakan kaus pendek hitam dan celana pendek berwarna putih. 

“Ya?” Martin menjawab dengan pandangan yang fokus pada ponsel. 

Griya Bahana ||twice ft. boys||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang