24.【Hari Raya】(pt.2)

353 46 2
                                    

Selamat membaca❤

'Hari Raya'



“Yang dateng terakhir harus cuci piring.”

Jiaya menepuk pelan lengan tuan rumah itu setelah melepaskan pelukannya. Perempuan dengan gamis berwarna senada dengan dua putrinya itu meringis pelan saat merasakan tepukan ringan di lengannya.

“Ih, warna baju kita samaan!” ujar Shania sembari menerima pelukan dari Jiaya.

Istri Dennis Hartanto itu tertawa geli, entah kebetulan macam apa ini. “Untung modelnya beda ya, kalo sama kita disangka beli grosiran,” ujarnya.

“Mohon maaf lahir batin, Bunanya Haikal,” ucap Jiaya dengan sepenuh hati sambil memeluk perempuan sepantaran dengannya itu.

Milena mengangguk, “Maafin aku juga, Jia.”

“Maafin aku, walau aku nggak ada salah sama kamu,” ucap Janitra saat Jiaya memeluk dirinya.

“Malesin banget nggak sih?”

Respon ibu dari Jibran dan Jihan itu membuat perempuan-perempuan yang duduk di ruang makan itu tertawa.

“Maafin Mbak ya, Citra? Maaf juga kalau Jihan suka ngerepotin kamu.”

Citra yang mengenakan kaftan berwarna gading itu tersenyum manis menerima pelukan Jiaya, “Maafin aku juga, Mbak. Jihan nggak ngerepotin kok, aku seneng rumahku jadi rame.”

Perempuan dengan gamis putih brokat itu lalu mendekat ke arah Dara yang tampak cantik dengan baju melayu berwarna biru tua, sama dengan warna pakaian yang dipakai Handaru dan Haris.

“Mohon maaf lahir batin, Dara,” ucapnya.

Dara mengusap punggung perempuan yang lebih tua satu tahun darinya itu, “Maafin aku juga, Mbak.”

Tiara yang berdiri tak jauh dari ibu Handaru itu lebih dulu memeluk Jiaya, “Mohon maaf lahir batin, Mbak Jia,” ucapnya tulus.

“Mohon maaf lahir batin juga cantik!” balas Jiaya.

Naira yang mengenakan gamis brokat berwarna coklat muda itu tampak sibuk dengan ketupatnya, berpura-pura tak menyadari jika Jiaya tengah menghampirinya.

“Kalo sama Mbak Naira harus sambil sungkeman nggak nih?” tanya Jiaya menggoda wanita paling tua di Griya Bahana.

Ibu si kembar itu hanya melirik Jiaya lewat ekor mata lalu kembali sibuk mengambil lauk. Tetapi senyumnya sontak terkembang saat merasakan pelukan dari samping kanan.

“Mohon maaf lahir batin, walau aku nggak ada salah sama Mbak,” ucap menantu Hartanto itu.

Naira mengelus pelan lengan Jiaya, “Karena Mbak baik hati, jadi Mbak maafin,” balas Naira tak ingin kalah.

“Habis dari sini, pada mau ke mana?” tanya Maura sembari mengeluarkan selusin piring keramik dari rak bawah.

Shania yang sedang mengelap jari tangannya dengan tisu menoleh ke arah Maura, “Ke rumah mertua,” jawabnya.

Griya Bahana ||twice ft. boys||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang