21.【Puasa Kesepuluh】

458 56 14
                                    

Selamat membaca


'Puasa Kesepuluh'

Tubuh Citra terlonjak kecil saat ia berbalik. Perempuan yang sejak tadi sibuk merapikan seprai itu memekik tertahan saat menyadari Wafa ada di belakangnya. Citra memukul lengan kiri suaminya, membuat laki-laki itu meringis.

“Ngapain?!” tanya Citra ketus.

Wafa menipiskan bibir, Citra yang seperti ini memang agak mengerikan. Laki-laki itu menarik perlahan tangan istrinya mengajak untuk duduk di tepi ranjang. Citra menurut, walau tatapan matanya masih menajam.

Ayah Julian itu memutar bahu sang istri agar membelakanginya. “Hadap sana,” perintahnya.

Lalu tak lama sebuah kalung melingkar di leher Citra. “Saya bingung mau kasih kamu kado apa, jadi saya beli ini aja. Maaf kalau kamu nggak suka,” jelas Wafa.

Citra terdiam lalu perlahan senyumnya terkembang, “Aku kira kamu nggak ingat kalau aku ulang tahun! Makasih, Wafa!” balasnya seraya memutar tubuh dan menatap suaminya. Rasa kesalnya tadi menguar entah kemana, berganti dengan rasa berbunga-bunga.

Lelaki itu mengangguk, “Sama-sama.”

“Tadi aku udah ada rencana mau suruh kamu nyuci piring,” ujarnya santai sembari menyebutkan kegiatan yang paling tidak disukai suaminya itu.

Wafa memutar bola matanya kesal dan setelah itu salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas saat merasakan ciuman ringan di sudut bibirnya.

“Kamu kapan belinya?” tanya Citra sembari menatap Wafa dengan penuh rasa ingin tahu.

“Dua hari yang lalu.”

“Kok aku nggak tau?”

“Saya simpan di kamar Julian.”

Citra mengangguk paham, “Kamu belum ngucapin selamat ke aku,” tegurnya kepada sang suami.

Yang ditegur berlagak tak mendengar. Tangan besar laki-laki itu mengelus mata kalung Citra, membuat jarinya menyentuh leher sang istri. Citra menangkap tangan itu yang kian berani menyentuh leher belakangnya.

“Nakal!” hardiknya seraya menjauhkan tangan Wafa dari dirinya.

Laki-laki itu mencondongkan wajah ke arah Citra, membuat perempuan itu memalingkan wajah ke samping. “Jangan dekat-dekat!”

“Kenapa? Tadi katanya mau diucapin, sini deketan,” ucap Wafa menantang.

Citra mendorong bahu suaminya itu, “Wafa genit!” gerutunya membuat laki-laki itu tertawa.

Tangan Wafa meraih tubuh mungil istrinya itu dan mendekapnya ke dalam pelukan. Ia meletakkan dagunya di atas kepala Citra, sesekali menghirup wangi rambut istrinya. “Happy birthday, Citra,” ucapnya pelan.

Thank you, Hubby. Aku bakalan senang banget kalau hari ini kamu mau cuci piring,” balas Citra dengan canda yang membuat laki-laki itu melepaskan pelukannya dan menatap istrinya dengan memelas.

“Cit…”

|
|
|
|
|


Maura berjalan santai menuju tempat parkir Sinar Praja setelah keluar dari aula sekolah itu. Sesekali ia menunduk sedikit dan membalas sapaan dari orang-orang di sekitarnya. Hari ini Sinar Praja mengadakan pertemuan wali murid untuk kelas 11.

“Mbak Maura pulang sendiri?”

Sebuah suara membuat Maura menoleh, “Saya pulang sama Mas Hanif, May,” jawab Maura kepada Maya, tetangganya. “Kamu pulang sendiri?”

Griya Bahana ||twice ft. boys||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang