19.【Menjelang Puasa】

438 53 10
                                    

Selamat membaca❤


'Menjelang Puasa'

“Baju kotor yang warna putih sama yang berwarna jangan disatuin!”

“Kamu kalo pakai odol tuh tekan dari ujungnya!”

“Baju yang ini harusnya pakai hanger, kenapa dilipat?!”

Haikal yang sejak tadi ingin membalas omelan ibunya itu, hanya dapat mengatupkan bibir berkali-kali. Rasanya seperti ia sedang terkena razia dadakan.

Padahal tadi Haikal berencana untuk meminta maaf kepada ibunya itu, karena besok akan masuk ke bulan suci. Tapi tampaknya, niat mulia itu harus diurungkan sebentar.

“Dari jaman dulu keranjang bajuku emang cuma satu, Buna,” jawabnya masih tetap santai sambil bergoler di kasur empuk miliknya.

“Ya beli lagi lah!”

“Buna dong yang beliin.”

Milena melirik anaknya itu lewat ekor mata, membuat Haikal menyibukkan diri dengan ponselnya. Di dalam hati, anak itu bertanya-tanya tentang sikap ibunya yang sudah seperti senior haus perhatian, dengan kata lain sok galak.

Setelah menutup lemari pakaian anaknya, Milena mendekat ke tempat tidur Haikal dan mendudukkan diri di tepian ranjang. Bahu perempuan itu tampak menurun lesu.

Membuat Haikal menyeret tubuhnya dengan malas hingga kepalanya sampai ke ujung ranjang, tempat Milena duduk. “Kenapa?” tanya anak itu sembari menatap wajah sang ibu yang muram.

Milena menggeleng.

“Rajutan Buna gagal?” tebak Haikal.

Ibu satu anak itu kembali menggeleng.

“Tempat pilates Buna tutup?” tebaknya lagi.

Milena menggeleng lagi dan Haikal menyerah untuk menebak. Anak tunggal itu hanya memilih diam dan menatap langit-langit kamar. Membiarkan sang ibu sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Yanda kapan pulangnya, Kal?”

Pertanyaan Milena memecahkan hening, walau di satu sisi Haikal sedang menahan tawanya. Ternyata sang ibu uring-uringan karena rindu pada suaminya. “Buna… bentar lagi juga Yanda pulang!” ucapnya agak tak percaya.

“Bohong! Pas pergi bilangnya cuma 5 hari, tapi sekarang udah 8 hari!” sahutnya tidak santai dengan bibir yang melengkung ke bawah, membuat Haikal tak tega meledek ibunya itu.

“Yang ini beneran pulang kok. Yanda udah di jalan, tadi chat aku,” jawab Haikal menenangkan.

Milena menunduk dan menatap wajah anaknya, “Beneran?” tanyanya dengan ragu.

Haikal mengangguk, diam-diam ia juga kesal pada Martin. Karena janji ayahnya itu yang meleset dari perkiraan, jadi ia yang menjadi sasaran rasa kesal Milena. Lihat saja, pulang nanti akan akan Haikal minta barang mahal dari ayahnya.

“Buna kangen Yanda, ya?” tanya Haikal.

Dokter anak itu mengangguk, “Kangen,” lirihnya dengan mata sedikit berkaca.

“Kangen banget?”

“Iya!”

Haikal mendudukkan dirinya lalu menarik sang ibu ke dalam pelukan. Bibir anak itu mengulum senyum geli, menggemaskan sekali orang tuanya ini.

Walau saat bertengkar, Haikal harus rela menjadi sarana penyampai pesan mereka.

|
|
|
|
|

Griya Bahana ||twice ft. boys||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang