28.【Suatu Hari】

443 56 11
                                    

Selamat Membaca ❤

'Suatu Hari'

Juanda bergumam dengan santai seperti biasa, ayah dua anak itu tampak nyaman berganti pakaian di depan Naira. Tidak tahu saja jika sebentar lagi ada badai yang menghantam.

“Yang warna putih itu Mami jual ya, Pi?” sontak laki-laki itu menghampiri istrinya sambil bertelanjang dada.

Tidak perlu ia tanya apa yang akan dijual Naira, sudah pasti si roda empat kesayangannya.

“Sana, ah! Mami lagi gak pengen!” tolak wanita itu penuh rasa percaya diri saat Juanda menghimpit dirinya ke pinggiran sofa.

Ayah dua anak itu mencibir, siapa juga yang ingin meminta jatah disaat seperti ini. “Enak aja jual-jual. Awas ya kalau besok aku lihat mobilnya udah nggak ada,” laki-laki itu berujar tajam, tapi Naira tidak gentar sedikitpun.

“Dijual satu apa salahnya sih, Papi?!” tanya Naira gemas sendiri.

Juanda menggeleng tegas, “Nggak. Nggak ada jual-jual.”

“Memang kenapa sih?”

“Ya jangan dong, Mi… itu mahal!”

“Ya karena dia mahal makanya aku mau jual.”

Laki-laki itu bangkit dari duduk dan mengambil kaus hitam yang tergeletak di ranjang, memakai asal-asalan. “Kamu boleh jual yang lain, jangan yang itu.”

“Mami mau yang itu.”

“Ya kenapa?!”

“Kemaren itu mobil dipakai buat nganterin si ular keket 'kan? Jangan Papi kira Mami nggak tau ya!”

Dahi Juanda berkerut, lalu tak lama ia mengangguk-angguk paham saat mengetahui siapa 'ular keket' yang dimaksud istrinya. Salah satu kepala divisi di tempatnya bekerja.

“Kamu cemburu, Mi?”

“Ya iya lah!”

“Aku nggak bakalan oleng, tenang aja. Kamu yang paling cantik dari atas sampai bawah!”

“Gombal!”

Lelaki itu menarik sudut bibirnya, “Leher kamu polos banget ya? Kita beli kalung baru gimana?”

Juanda dan mulut manisnya memang luar biasa.

|
|
|
|
|


“Raisha, Solat!”

Tunggal Mandala itu sontak melempar ponselnya asal dan berlari ke kamar mandi untuk berwudu. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri karena tidak beranjak juga sejak azan berkumandang.

“Dah tidur pulak lagi Ustad Ridwan di rumahnya, belum gerak juga badan kau dari tadi!”

Janitra mengomel dengan logat asalnya. Perempuan berdarah Sumatra itu membentangkan sajadah anaknya dengan kibasan kuat. “Memang nyuruh Mamaknya merepet anak satu ni! Besok macam gini lagi, betul-betul Emma rukiah kau ya, Sha!”

Griya Bahana ||twice ft. boys||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang