Adel POV
Hal yang paling menyakitkan buatku adalah ketika aku terjatuh karena kebodohanku sendiri. Ini sangat menyakitkan dan memalukan. Oh, Adel, come on!! Aku merutuk diriku sendiri. Mau menangis lagi pun rasanya airmataku malu. Aku menangisi kebodohanku. Untuk apa?! Tak akan bisa mengubah keadaan bukan? Oh, wanita yang malang.
Aku menghembuskan nafasku. Membuang SIM card ku. Lalu kembali termenung di atas kap mobilku, menatap bentangan langit kosong di atas flyover tempatku menepi. Gelap. Bahkan bintang pun malu menampakkan sinarnya.
Alea. Aku tersenyum miris mengingat nama itu. Ia bahkan tak beranjak dari hidupku. Ia tak pernah bosan memberiku semangat. Aku pun sangat malu padanya. Bahkan mungkin dunia sudah ikut menertawakan aku saat ini.
" Adel?! Ya ampun!! Aku mencarimu kemana-mana, huh?"
Aku terkesiap. Suara lembut yang pernah menyihirku. Dia menepikan motor sportnya lalu menghampiriku.
" Kau kenapa?"
Aku hanya menggeleng tanpa berniat menatapnya.
" Kau ada masalah?" tanyanya lagi.
" Tidak." jawabku pendek.
" Lalu kenapa?"
" Ben, terima kasih untuk waktumu selama ini." ucapku serak.
" Nope, sweety. Aku mencemaskanmu."
" Aku baik-baik saja. Terima kasih."
Aku segera beranjak masuk ke mobilku.
" Adel."
Kulihat Beny mengetuk-ngetuk kaca mobilku. Tapi aku sudah tak berniat menghiraukannya. Aku segera menginjak pedal gas ku, melarikan segenap sesakku. Terus terang aku tidak membencinya. Aku hanya belum bisa menerima kenyataan pahit itu.
Sekelebat ingatan tentang Adam kini tertawa sinis dalam ingatanku. Tatapanku kabur karena airmataku sendiri. Semua yang pernah ku miliki kini pergi menyisakan sesal.
Andai saja masih ada kesempatan itu untukku, aku ingin menariknya kembali dalam jangkauanku. Tapi, Adel! Come on!! Itu semua kau yang membuatnya pergi!!
Aku kembali menepikan mobilku, menelungkupkan wajahku pada bulatan kemudi. Inikah hukuman untukku?! Ku mohon, Tuhan. Aku tak sanggup berdiri sendiri, rintihku di antara sesak dadaku.
***
Adam POV
Aku hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Ini sungguh menyakitkan. Melihat orang yang kucintai, yang pernah ada dalam genggamanku merana seorang diri. Menangis menyesali kebodohannya. Ingin rasanya aku berlari, menariknya dalam pelukanku. Bahkan membiarkannya menumpahkan tangisnya di dadaku. Aku tak ingin melihatnya tersiksa.
Tapi sekali lagi, kenyataan menyadarkanku. Aku tak berhak lagi atas dirinya. Bukankah ia sudah tak mengharapkan aku lagi?
Dering ponsel di dashboard kembali menyadarkanku. Alea. Gadis kecilku sangat cerewet sekarang. Ia mirip sekali dengan ibuku. Sayang, ibuku jauh di Pakistan sana bersama keluarga besarku.
" Ya, Al?"
" Kau dimana?"
" Sebentar lagi sampai rumah, Al." ucapku menenangkan suaranya yang terdengar cemas.
" Okay, kami menunggumu. Biasanya kau jam enam sampai rumah."
" Tadi aku lembur sebentar.."
" Apa?!! Tidak ada lembur untukmu sampai kau benar-benar sehat!!"

KAMU SEDANG MEMBACA
MArriAge Loser
RandomAdam El Pasha. Pria peranakan pakistan-jawa kini harus mengakui kekalahannya untuk bisa memenangkan hati Alea Salsabill. Ia harus menerima kenyataan bahwa cintanya kandas tak terbalas. Nyatanya gadis itu tak memiliki rasa sedikitpun padanya. Hatinya...