Dua Belas

23.9K 1.2K 11
                                    

Adam menatap layar laptopnya. Beberapa foto kenangan dengan Adel tampak jelas di layar. Ia meringis. Antara senyum rindu dan nyeri karena mengingat wanita itu.

Apa yang harus kulakukan?!! Adelia Hermawan. Ahhh!! Dari semua hal yang menyakitkan kenapa harus dia yang selalu ku ingat. Come on!! Kumohon jangan hantui aku seperti itu!!

Adam mendesah, mengingat kembali saat Kafka menginterogasi dirinya kemarin sore. Ia menopang dagunya. Perlahan jemarinya menyentuh bibirnya. Bibir lembut itu. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak mengulumnya. Gairahnya meningkat seketika saat berhadapan dengan wanita itu. Ia tak dapat mengontrol dirinya. Ia menjadi pria yang egois ketika wanita itu bersamanya. Tak rela ada yang memiliki selain dirinya. Ia bukan dirinya saat bersamanya. Apa itu yang disebut cinta?!!

Bagaimana caranya untukku memulainya? Ini diluar nalarku. Terima. Lepas. Terima. Lepas.

" Huh?!!"

" Mr. Adam?!"

Adam tersentak. Ia mendapati Rania menatapnya ragu.

" Ya, kenapa, Rania?"

" Mr. Aditya menunggu Mister di atas. Taman botani."

Apalagi ini?!!

" Ya. Aku akan segera ke sana."

Adam beranjak dengan malas. Pria satu itu terkadang seperti jelangkung yang tiba-tiba nongol tanpa diundang.

Taman botani. Adam tak menemukan sosok Kafka di sana. Tunggu!! Adel?! Ia melihat Adel duduk di bangku panjang di bawah kanopi. Ia ingin mendekat, tapi kakinya tak mau bergerak. Bahkan untuk sekedar memanggil namanya, lidahnya enggan untuk digerakkan.

Oh, Come on, Adam! Kau bukan laki-laki pengecut yang berdiam diri meratapi luka berharap seseorang membasuhnya dengan lembut. Kau harus memulainya. Meski itu bukan hal yang gampang, batinnya menyemangati dirinya.

" Adel.. Kau.."

Wanita itu menoleh. Matanya seakan bercerita tentang lelahnya, sesalnya dan rindunya yang tak kalah menggebu.

" Sedang apa di sini?" tanya Adam serak.

" Menunggu Kafka."

" Sama aku juga."

Adel terkesiap. Ia menggeser duduknya agar Adam bisa duduk. Adam mendesah seraya duduk di samping Adel.

" Kafka mengerjai kita." ucap Adam lirih.

" Aku tau."

" Adel.."

" Adam, aku menyerah. Aku menyerah untuk mendapatkanmu kembali. Untuk meyakinkanmu agar kembali. Aku menyerah. Aku lelah.." bisik Adel tiba-tiba.

" Kenapa?!"

Adel tersenyum getir. Ia menatap cakrawala. Bahkan tatapannya terkesan kosong. Tak ada lagi harapan. Adam melihat jelas itu. Pandangan itu memaksanya menelan ludah pahit.

" Aku.. Aku tau, Adam. Tak ada tempat lagi untuk seseorang yang sudah melukai perasaan orang yang mencintainya."

Adam hanya terpaku. Lidahnya kelu.

Bahkan disaat aku ingin memulainya, kau menyerah untukku, Adel. Aku bisa apa?!! gumam Adam dalam hati.

" Maafkan aku, Adel.."

" Bukan salahmu. Kau tak perlu meminta maaf."

" Aku.."

" Aku yang seharusnya meminta maaf. Adam, terimakasih untuk waktu setahun belakangan ini."

MArriAge LoserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang