#27•тревожныйKecemasan berlebih, Wilton menyadarinya bahkan semua orang bisa merasakan itu jika melihat secara langsung. Lebih pada ke rasa penasaran namun Darcy menganggap pertanyaannya seperti menyudutkan.
Darcy masih belum menjawab dia malah berjalan mendekati ranjang sambil memasukkan tangan ke dalam saku celana. Terus menerus memandang dingin wajah Laura yang sedang tertidur, dari sini Wilton langsung menyimpulkan kalau Darcy benar menjalin hubungan khusus dengan Laura.
"Kau tidak mungkin berhasil." Celetuk Wilton merinding menilai dari perkiraan apa yang nanti terjadi di masa depan. "Lebih baik kembalikan dia pada orang tuanya."
Mendengar kalimat mengejek tersebut Darcy terkekeh, "Kau tidak perlu mengetahui apapun Wilton. Jika bukan karena aku kemana lagi Laura bisa mencapai keinginannya. Urus saja bagianmu sendiri." Wilton mengerti masing-masing Giovinco mempunyai aura tersendiri yang mirip satu sama lain. Namun perasaan yang dikeluarkan Darcy sangat kuat tetapi jelas berbeda dari biasanya.
"Terserah padamu. Aku secepat mungkin akan mengumpulkan berbagai referensi untuk berdebat dengan Laura. Bila ini masih belum berhasil aku angkat tangan." Wilton menyerah meskipun dia merasakan sebuah dampak besar yang nanti menimpa Laura. Ketika Rhys maupun Jonathan mengetahui hubungan mereka, jelas penghakiman berat ditimpakan pada Darcy. Jangan anggap ini sederhana.
•••••*•••••
Dititik lain Emma Austen sedang memasuki kamar apartemen kecilnya. Setelah mengunci pintu diapun membanting tubuh di atas ranjang, mendesah berat sambil memejamkan mata meletakkan lengan di atas keningnya berpikir bisa mengurangi beban pikiran. Selama beberapa detik diapun teringat belum mendengar pesan suara yang Laura kirimkan tadi siang sedangkan ini sudah pukul lima pagi.
Jujur Emma kurang suka masuk ke dalam urusan orang lain tetapi Laura-teman barunya selalu meminta dia saran maupun hanya sekedar mendengar keluhan hidup. Jika di antara mereka mana yang pantas mengeluh lebih banyak adalah dirinya. Laura kaya raya sedangkan dia gadis miskin. Laura mempunyai segalanya sedangkan ia sebatang kara.
Tidak. Tidak. Emma sadar dia tak boleh menyamakan hidup orang lain dengan dirinya. Ia melihat jelas beban tersimpan di kedua mata Laura. Mereka sedikit mirip, yaitu pura-pura tegar nyatanya hanya ingin putus asa.
Pesan suara Emma dengarkan, "Hai Emma, apakah kau sedang bekerja? Kurasa kau memang sibuk saat ini. Maaf aku merepotkanmu tetapi hari ini aku mengalami hal buruk. Sangat buruk sampai aku terluka..." Laura terdengar mengambil napas panjang sebelum melanjutkan kembali ucapannya sampai kening Emma berkerut, wanita itu memang pintar membuat orang lain khawatir. "Emma apa yang harus kulakukan sekarang? Aku tidak bisa berpikir jernih padahal aku telah mengambil sebuah keputusan besar. Kejadian buruk terus menjebakku. Namun menarik kembali pilihanku membuat hatiku meronta menolak semua itu... Ya Tuhan, Emma.. maaf kau mendengar keluhanku. Aku tidak memiliki seseorang untukku ajak berbicara."