Laura tak bisa mengatakan pada siapapun tentang celah kecil yang melubangi hatinya. Dia senang berkuda namun saat ini kesenangan itu hambar.
Setelah satu jam berkuda mengelilingi bukit kecil dan padang rumput, Laura dan si kembar Lucas kembali ke rumah. Mereka terlihat lelah dan mengantuk hingga dua orang pelayan menggendong mereka untuk di antar ke kamar.
Pandangan Laura mengelilingi sekitar mencari sosok Emely, belum sempat dia bertanya pada pelayan Emely ternyata lebih dulu memanggil Laura dari lantai dua. "Kemarilah aku akan menunjukan sesuatu untukmu sesuai janjiku di email."
Laura secara teratur menaiki tangga sambil melepaskan syal hitam dari lehernya karena udara terasa lebih hangat di dalam rumah. Tak terlintas dalam pikiran Laura tentang apa yang akan ditunjukkan oleh Emely. Dia hanya mengikuti langkah Emely dari belakang melewati koridor berkarpet tebal.
Sepanjang itu mereka tidak berbicara sampai tiba di sebuah ruang, Emely mendorong dua pintu kayu besar lalu mempersilahkan Laura masuk.
"Ini perpustakaan milikku." Emely meminta Laura duduk di sofa senyaman mungkin. Sedang ia berjalan ke sisi meja kerja miliknya untuk mengambil sesuatu.
Perpustakaan itu bertingkat dua serta dikelilingi jendela-jendela besar. Lumayan besar sebagai milik pribadi. Rak-rak buku tersusun tinggi dan seluruhnya hampir penuh. Saat Laura beranjak duduk, ia melihat buku-buku baru bertumpuk di atas meja.
"Maaf sedikit berantakan. Aku baru memesan beberapa buku dan belum merapikannya." Celetuk Emely melihat Laura sedang memperhatikan buku di atas meja.
Si pelajar giat. Jika dia adalah orang biasa, dia sudah bisa menjadi seorang pengajar di universitas ternama dan banyak menulis tesis maupun jurnal.
Emely membuka sebuah brankas di bawah meja kerjanya, mengambil tiga buah buku kemudian kembali menghampiri Laura. Duduk di hadapannya sambil menyerahkan buku tersebut.
"Itu milik ibumu. Julia Carolyn." Emely menarik napas panjang seolah memberi waktu sesaat bagi Laura untuk mencerna ucapannya. "Dulu aku dan Julia sangat dekat. Dia adalah teman pertamaku."
Bukan perasaan bimbang yang membuat tangan Laura sedikit gemetar saat menerima buku jurnal tersebut. Malah lubang hatinya kembali terisi. Selama ini hanya sedikit cerita Laura ketahui tentang kedekatan ibunya dengan Emely.
"Semua berduka atas kematian Julia. Kesedihan itu membuat kita semua memilih menghindar untuk membicarakannya." Jelas Emely langsung menjawab tanda tanya di mata Laura.
Laura menyentuh permukaan buku bersampul kulit tersebut dengan hati-hati, kondisinya masih terjaga baik dan ia bisa merasakan kehangatan tersimpan disana.
"Julia menitipkan itu untukmu dan aku bersumpah tidak pernah membaca isinya. Sepertinya dia tau kalau kau akan membutuhkannya." Lanjut Emely sambil menyilangkan kakinya.