Paduan suara menggema indah di sebuah gedung pencakar langit ternama sebagai perayaan dari keberhasilan kampanye seorang lelaki tua nyaris berkepala botak-Marden Borwn yang kini telah diangkat menjadi seorang pejabat. Malam semakin larut menandakan jika acara utama segera dimulai.
Para tamu khusus yang mendapatkan undang spesial, kini berdatangan kian memenuhi ballroom. Mereka saling berbagi sampanye, menonton beberapa penampilan luar biasa dari seorang bartender dan para penari wanita seksi yang mampu membius kaum lelaki dengan daya tarik tubuh mereka nyaris telanjang.
Tampak di beberapa sudut ruangan, sepasang manusia tanpa tau malu bercumbu panas sambil mengabaikan orang beralalu-lalang. Melihat mereka, diri Darcy hanya tersenyum miring tanda ia sudah bosan dengan acara ini. Sekali lagi, Darcy menghisap rokoknya, meresapi kenikmatan aroma nikotin ke dalam rongga pernapasannya lalu kepulan asap ia hembuskan.
"Kau selalu luar biasa Darcy," seorang wanita mencoba menggoda Darcy dengan membelai dada bidangnya. "Maukah kau bermalam denganku kali ini saja."
Mendengar bualan itu layaknya seperti anak kucing yang manis, padahal dibaliknya terdapat taring berbisa. Darcy hanya menanggapi hal itu dengan senyuman tipis. Kemudian ia menyundutkan puntung rokoknya ke ash stand hingga abu api mati.
"Tapi kau harus memberikan nyawamu padaku." Darcy menyeringai memberikan persyaratan. Bibirnya kini mulai mencumbu leher jenjang wanita asing tersebut. Menghisapnya, menggigitnya hingga meninggalkan tanda keunguan. Wanita itu hanya melenguh, menikmati setuhan Darcy, dia tidak tau tentang siapa sebenarnya yang sedang dihadapinya sekarang. Kata-kata Darcy barusan terdengar santai dan menggoda, hingga ia anggap hal tersebut hanyalah sebuah lelucon kosong.
"Aku akan memberikan nyawaku untukmu." Bisik wanita asing itu masih bernada nakal di telinga Darcy.
Akhirnya tanpa membuang waktu Darcy menggenggam tangan wanita asing tersebut, lalu membawanya ke salah satu kamar hotel. Mencumbunya kasar, hingga ke titik dimana Darcy menagih kepuasan atasnya yang sempat ia pertanyakan.
Yaitu merenggut nyawanya.
Mata wanita asing tersebut terbelalak merasakan lehernya tercekik, pernapasannya terhimpit bahkan suaranya kini terdengar bagai cicitan tak berdaya. Ia mencoba melepaskan cengkraman tangan Darcy di lehernya, tapi semua sia-sia saja. Tubuhnya mengejang sampai ke unjung jemari kakinya. Darcy semakin menguatkan cengkeramannya hingga tulang leher wanita tersebut retak karena ia sedang mendapatkan sebuah pelepasan yang nikmat dan sekarang dia tak bernyawa.
Darcy beranjak turun dari ranjang, dia menggunakan pakaiannya kembali sambil memandangi rendah mayat wanita berkulit pucat tergeletak tanpa busana. "Kau sama saja dengan wanita luar lainnya." Yang mengatakan akan memberikan nyawamu padaku, nyatanya kau memberontak. Membosankan!