04

64 8 0
                                    

"Kau siap?" Mina mengangguk setelah menggunakan jubah yang terbuat dari daun kering- buatan sana. Dia harus berteleportasi untuk mengambil dua potong pakaian tradisional penduduk desa untuk chaeyoung dan nayeon. Jauh di dalam sana dia sebenarnya sangat takut. Lagi pula bagaimana jika mereka memergoki saat mencuri pakaian untuk yang lain. Laku mereka membunuhnya dengan sadis.

Mina bergidik kala yang lain sedang menatapnya penuh.

"Aku takut," cicit Mina. Jihyo mendekat,memeluknya sejenak. "Semua akan baik-baik saja. Kami percaya padamu...artinya kamu harus percaya bahwa kamu bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik. " Pelukan terurai. Mina mengangguk samar. Tak bisa dipungkirinya kata-kata jihyo mampu membangkitkan sedikit rasa percaya dirinya. 

Matahari siang telah bersinar terik. Menampilkan cahaya penuh intimidasi pada lubang goa tempat persembunyian mereka. Kicauan burung serta beberapa kali suara hewan lewat tak menyurutkan rasa ingin menyelesaikan tugas mereka dengan cepat.

Jubah panjang itu telah melekat di tubuh kurus Mina. Menutupi kepalanya sampai ujung kaki. Bahkan wajahnya hanya terlihat setengah. Mina masih kikuk saat berjalan beriringan dengan yang lain menuju mulut goa.

"Semoga berhasil,"Tzuyu menepuk bahu Mina pelan.Lalu dalam sekejap Mina menghilang dari hadapan emreka.

Splash!

"Apa Mina akan berhasil. Kita ada bersembilan bagaimana jika pakaiannya kurang. Bagaimana jika dia dibunuh. " Chaeyoung berdiri dengan gelisah. Menggigit ujung jarinya. Terus berjalan kesana-kemari.

"Chae berhenti mencemaskannya. Kau menganggu konsentrasiku. Tenang saja sejauh ini dia masih baik-baik saja.  Sekarang diam ya?." Chaeyoung mengangguk perkataan Jeongyeon. Dia mencoba untuk diam. Meski ingin sekali dia berteriak kencang untuk melepaskan rasa gelisah ini.

Jeongyeon duduk di batu besar di dalam mulut goa. Menajamkan penglihatan saat  Mina hendak mendarat. 

**

"Akh!" Ringisnya saat mendarat di belakang pohon dengan batang berduri. Akar pohon yang menjulur kuat di tanah juga tak kalah mengerikan. Tak ada celah tanpa duri di akar dan batang. Mina terduduk di antara akar besar itu. Terhenyak.  Kulit lengannya terluka. Mengeluarkan darah yang lumayan membuatnya terkejut. Sebab darahnya langsung membeku dan berwarna biru bersamaan dengan kulitnya yang menghijau di sekitar luka. Ini racun!. Hampir saja dia memekik takut. Tapi Mina menahan ringisan saat beberapa wanita lewat di depan pohon. Di jalan setapak dideoan sana. Sepertinya jalan menuju sungai.  Membawa satu keranjang yang dia yakini berisi kain basah siap di jemur. Tetes air dari keranjang itu terdengar mengusik pendengarannya. Padahal itu hanya bunyi dengan frekuensi kecil.  Entah kenapa matanya mendadak berdenyut nyeri. Mengabur.

Mina memijat pelipis dan ujung hidung berharap agar nyeri di kepala segera hilang. Nihil.

Hutan yang tak terlalu lebat yang di sisi kanannya berdiri pemukiman dengan rumah kayu berbentuk rumah jamur. Masyarakat disini masih snagat tradisional tak seperti tempat asal mereka di bangkitkan.

"Aku harus cepat." Mina kembali menghilang dan bersembunyi di balik semak. Sedikit mendekat pada temta penjemuran pakaian warga disana. Tali yang betah terbuat dari akar apa. Dan tempat penyangga tali berupa kayu hidup. Kokoh. Satu kata itu sangat cocok menggambarkan jemuran ini.

"Aku dengar raja saat ini sedang melakukan perjalanan menuju barat. Menuju pulau iluss. " Ucap wanita berambut tersanggul.

"Iya. Dia memiliki misi rahasia setelah berhasil menumpas para rubah sialan itu. " Wanita berambut tergerai sebahu ikut menimpali.

Wanita satu lagi yang memiliki aura paling aneh malah mendengkus. Menyuruh kedua temannya diam.  Mina mengamati dalam diam. Meski rasa sakit akibat racun itu mampu membuat teriakan kencang lolos dari bibirnya yang mulai membiru.

Nine Tailed and The Seven Knights Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang