**
Perkataan dokter Jaebum beberapa menit yang lalu berhasil menampar ulu hati Minhyun.
Suatu kenyataan yang sangat tidak ingin ia dengar. Ia menangis di depan ruang ICU tempat sang putra terbaring lemah di sana. Tak berani masuk takut tangisnya pecah. Ia terduduk di kursi tunggu sembari menutup wajahnya dengan kedua tangan. Isakan-isakan kecil keluar. Ia lemah ketika anaknya sakit."Sebenarnya Jinyoung sudah tidak baik-baik saja beberapa hari ini. Dia menahannya dengan baik hingga kambuhnya hari ini sangat parah. Terjadi koplikasi di area jantungnya. Dan untung saja gue masih bisa menanganinya. Tapi, mungkin ini berat buat Lo, tapi gue harus menyampaikannya kan."
Dokter Jaebum menjeda ucapannya. Ia menatap Minhyun yang menatapnya dengan ekspresi takut.
"Jinyoung tidak bisa hidup tanpa alat-alat yang sekarang menempel pada tubuhnya."
Dan saat itu pula Minhyun menangis meraung. Tidak mau percaya tapi ini nyata. Tolong... Siapapun tolong bangunkan Minhyun dari mimpi buruk ini.
"Minhyun jika Lo tidak ingin melihat anak Lo tersiksa, maka lepaskan, biarkan dia bebas tanpa rasa sakit."
"Tidak kak, anak gue kuat. Dia bakal bangun dan bermanja lagi sama gue. Dia bakal merengek meminta sekolah normal juga akan bermain bersama gue. Hiks... Semua itu bohong kan, hiks..."
"Minhyun, Jinyoung sudah berjuang selama ini. Dia sudah berjuang selama hidupnya. Maka, biarkan dia terbebas."
"Nggak. Dia masih harus berjuang bersama gue kak. Jinyoung anak yang kuat, Jinyoung harus berada di sisi gue. Tolong bantu gue kak, tolong sembuhkan Jinyoung! Pasti ada cara, kan?"
Jaebum nampak menghela nafas. "Jinyoung hidup dengan sembilan puluh sembilan persen alat bantu."
"Bantu gue wujudin satu persennya itu kak."
"Gue bakal bantu Minhyun. Yang perlu Lo lakuin sekarang, berdoa. Semoga satu persen itu menjadi keajaiban yang kalian harapkan."
Mengingat percakapannya dengan dokter Jaebum tadi, membuatnya takut. Minhyun takut satu persen itu akan menjadi nol. Ia takut Jinyoung pergi.
"Om Minhyun." Minhyun menoleh, dilihatnya ketiga keponakannya yang berlari ke arahnya.
"Om, Adek Jinyoung kenapa? Dia baik-baik saja kan?" Tanya Hyunjin yang terlampau khawatir itu. Minhyun tersenyum tipis sebelum menjawab.
"Adek kalian bakal tidur dalam waktu yang lama. Kalian doain semoga cepat bangun ya."
Dan jawaban Minhyun berhasil membuat ketiganya membeku, berusaha mencerna ucapan Minhyun.
"Jin..Jinyoungie koma," gumam Lucas.
"Hyunjin pengen lihat Adek om."
"Renjun juga."
"Nanti ya sayang. Gantian sama Tante Sejeong."
"Minhyun, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Jackson yang baru datang.
"Jinyoung koma kak. Jinyoung tidak bisa hidup tanpa alat-alat penunjang hidup itu."
"Astaga... Kenapa bisa seperti ini." Jackson menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia terduduk, suara Isak terdengar. Ia menangis. Renjun yang kebetulan berada paling dekat dengan papanya,pun mendekat. Ia memeluk papanya dan ikut menangis.
"Kenapa harus anak sekecil Jinyoung? Apa salahnya? Dia sudah menderita sejak kecil,kan tuhan? Kenapa harus keponakan kecilku," batin Jackson.
Cklek...
Pintu ruang ICU terbuka. Sejeong keluar dari sana dengan mata sembabnya.
Ia menghampiri Minhyun. Ia berjongkok di depan Minhyun. Ia menggenggam tangan Minhyun kemudian menatap manik Minhyun."Jinyoung bakal bangun. Tolong, tolong jangan ngerubah keputusan yang lo ambil sekarang," ucapnya yang di balas dengan anggukan oleh Minhyun.
"Hyunjin boleh masuk kan om?" Tanya Hyunjin.
"Boleh."
Suasana kembali hening. Minhyun menatap Sejeong dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Ia membalas genggaman tangan Sejeong.
"Kak Jackson tolong jaga Jinyoung sebentar ya," ucapnya yang di balas anggukan oleh Jackson. Kemudian ia beranjak dari sana dengan menggandeng Sejeong yang menatapnya bingung.
Minhyun membawa Sejeong ke sebuah taman di rumah sakit itu. Ia duduk di bangku yang di sediakan.
"Kenapa Lo bawa gue kesini?"
"Kenapa kamu berbohong?"
Oke Sejeong mengerti arah pembicaraan Minhyun. Maka dari itu, ia hanya bisa menunduk.
"Maaf."
"Kenapa? Kenapa kamu nggak jujur saja sama aku? Sudah lima tahun Sejeong. Dan rasa itu tidak hilang sama sekali."
Kali ini, Sejeong menatap Minhyun dengan tatapan teduhnya.
"Kamu harus bahagia dengan wanita yang bisa kasih kamu keturunan. Bukan wanita seperti aku."
"Di dunia ini, cukup aku kamu dan Jinyoung!"
"Sejeong, please, comeback with me! Kita berjuang sama-sama untuk Jinyoung."
"Tap...tapi."
"Kita akan ke Jeju. Aku mau bicarain ini baik-bsik sama mama papa aku. Aku mau tidak ada kesalah pahaman lagi."
Sejeong mengangguk. Ia memeluk Minhyun dengan tangisan bahagianya. Mereka mulai merajut kasih setelah lima tahun terhenti. Mulai melanjutkan kisah yang belum sempat selesai dan tidak akan pernah selesai.