"Puisi Akrostik. Puisi yang memiliki pesan utama yang disusun menggunakan huruf awal bait." Gumamku.
Puisi itu yang terpampang jelas di mading sekolah ku. Perlombaan cipta dan musikalisasi puisi tahun ini akan mengambil jenis puisi itu. Bertema tentang kesedihan dan kehilangan. Dan, aku akan mengikuti perlombaan ini dengan hati yang masih terluka. Hal ini dikarenakan, seseorang yang sangat berharga bagi diriku sedang terbaring tak berdaya di rumah sakit.
Ia yang menarikku dari jurang keputus asaan. Ia yang menunjukkan cahaya harapan padaku. Ia yang sangat berharga bagiku. Tak bisa menemaniku untuk merangkai kata lagi. Tapi, sekarang saatnya aku untuk merangkai kataku sendiri. Kata yang bermetamorfosis menjadi puisi yang indah.
Canda Permana. Itu lah namanya. Laki-laki yang selama ini mengisi hari kelamku dengan cahaya darinya. Kini harus berjuang melawan penyakit yang ternyata dideritanya selama ini.
Dia tidak pernah membahas tentang sakitnya. Karena itu aku tak pernah tahu. Hingga aku mendapat kabar bahwa dia harus dirawat. Pernah aku menanyakan alasan dia tidak berangkat sekolah, dan jawabannya sama. Karena sakit. Dan itu juga tidak jelas sakit apa.
Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak tadi. Saat ini aku sudah ada di dalam bus yang bergerak menuju rumah sakit dimana Canda dirawat. Sesampainya aku di rumah sakit, dengan segera aku menuju ruangannya. Disana, Canda terbaring tidak berdaya dengan mata terpejam.
Aku berjalan perlahan dan duduk di sampingnya dengan kursi yang telah disediakan rumah sakit. Ku pandang lekat wajahnya. Wajah yang dulu putih, kini menjadi semakin putih dan pucat. Bibir yang selalu tersenyum, kini mengatup seakan tak pernah ada senyum disana.
Begitu acara mengamati Canda selesai. Aku mulai mengeluarkan buku diary milikku. Menuliskan apa yang terjadi di hari ini sudah menjadi rutinitas ku. Hingga aku teringat tentang lomba puisi itu. Aku sudah bertekad untuk mengikutinya. Dan, sekarang aku harus berjuang untuk membuatnya. Karena puisi ini akan aku persembahkan khusus untuk Canda.
Aku masih menulis puisi ini sambil melihat Canda yang terbaring. Aku ungkapkan segala yang aku rasakan. Kebahagiaan, kepedihan, tawa, duka, dan lara. Hingga ku tak sadar bahwa ia telah bangun dari tidur panjang nya. Apabila suara itu tak menyapaku.
" Yum...na,"
Deg, suara itu. Ku lihat tempat tidur pasien. Di sana, Canda telah terbangun. Segera aku bangun dan menekan tombol untuk memanggil dokter. Selang beberapa menit dokter datang dan mulai memeriksa Canda.Aku langsung keluar ruangan dan menghubungi orang tua Canda. Mereka berkata akan bergegas kemari. Tepat saat dokter keluar orang tua Canda juga sampai di ruang rawat.
"Bagaimana kondisi putra saya?," Tanya Ayah Canda. Ibu Canda berdiri di samping ku sambil memeluk tubuhku.
"Pasien belum sembuh total. Jadi jangan diminta melakukan kegiatan fisik yang berat. Makanan dan gizinya tolong dijaga. Jika bisa jangan buat dia merasa tertekan, karena itu akan berpengaruh pada kondisi jantungnya," ucap Dokter. Dokter juga menyampaikan jika kami bisa masuk untuk menjenguk, selepas itu ia pergi untuk melihat pasien lainnya.Di dalam ruangan, kedua orang tua Canda segera memeluknya dan menangis haru. Aku hanya berdiri di dekat sofa ruangan sambil melihat kebahagiaan keluarga kecil itu.
"Yum...na, kemari lah," ucap Canda. Aku segera menghampirinya. Kedua orang tua Canda segera bergeser memberiku ruang.
"Ada apa Canda?," Tanyaku sambil menatapnya. Ia melihat kearah buku yang ku bawa. Wajahnya terlihat guratan sendu.
"Ka...mu...ma...sih me...nulis?," Tanyanya sambil tersenyum kecil. Yang hanya kubalas sebuah anggukan.
"Hari ku...sudah tak....pan...jang...lagi. Aku ingin ka...mu menulis...kan sebuah pu...isi untuk ku," ucapnya. Entah siapa yang memulai air mata ku mengalir dengan sendirinya.
"Aku akan membuatkan nya khusus untukmu. Tapi, bertahanlah hingga esok hari. Dan lihat aku yang akan membacakannya dihadapan semua orang," ucapku dengan memegang tangan nya sambil mengusap air mataku. Dia hanya mengangguk, dan tertidur.
Saat itu juga aku selesaikan puisi yang kutulis ini. Puisi yang menyimpan banyak kenangan dan kesedihan. Merelakan dan melepaskan sesuatu yang berharga.
Keesokan harinya...
Aku telah mengunjungi Canda, dan ia bilang akan ke sekolah bersama denganku. Awalnya aku dan keluarganya menolak hal itu, tapi ia tetap kekeh dan mengatakan bahwa itu adalah keinginan terakhirnya. Saat mendengar itu ibu Canda langsung menangis sambil memeluk putranya dan mengatakan akan memenuhi keinginan putranya itu asalkan ia tak menyerah akan hidupnya.
Kami telah sampai di sekolah. Banyak yang menghampiri Canda dan menanyakan keadaanya. Beberapa saat kemudian bel berbunyi, dan para siswa diminta untuk hadir di lapangan. Aku memapah Canda menuju bangku penonton, dan mendudukkannya di deretan paling depan belakang kepala sekolah dan guru. Dari sana dia dapat leluasa melihatku, aku sudah menitipkannya kepada teman sekelas ku yang duduk di sebelahnya.
Beberapa peserta sudah menampilkan puisinya. Kini, tiba giliran ku untuk menampilkan hasil karyaku. Aku agak gugup, dan melihat kearah bangku penonton. Dimana dapat ku lihat Canda menatapku dengan senyuman manis dan mulut yang bergerak mengucap kata 'semangat'.
Aku melihat kepada pemain piano, dentingan instrumen lagu Kerispatih - Mengenangmu telah mengalun. Dengan perlahan ku bacakan puisi yang telah ku buat. Kata demi kata. Bait demi bait. Tak terasa air mata telah berlinang. Hingga diujung puisi, ku beranikan menatap dirimu. Tersenyum. Itu yang kamu lakukan. Dengan perlahan kamu pun menutup matamu. Dan tertidur. Untuk selamanya.
Kakiku serasa berpijak di atas jelly. Lembek dan tak bertulang. Seketika aku ambruk, membuat para penonton terkejut. Hingga salah satu temanku melihat kearah tatapanku. Ia langsung pergi menuju arah Canda. Orang tua Canda juga pergi menghampiri Canda. Ibu Canda langsung menangis meraung-raung. Aku hanya dapat merasakan duniaku runtuh dan air mata mengalir lebih deras lalu gelap. Satu hal yang pasti Canda telah pergi selamanya.
Puisi untuk Canda :
Untuk CandaCinta menjadi penghubung kita
Antara rasa yang tumbuh karena semesta
Nelangsa yang selama ini kupendam
Dalam sekejap dapat kau padamkan
Air yang kau minumkan dengan kehangatanAngin malam mengingatkanku akan rindu
Ketika hatiku dan hatimu telah menyatu
Untuk apa selalu terselip senduMengenalmu adalah berkah dari Tuhan
Entah apa lagi yang harus ku lakukan
Lelah ku memohon pada-Nya
Erangan tangis yang selalu ku tahan
Pedih yang menggenggam
Air mata mengalir berlinang
Saksi atas keteguhanku
Melepas kepergian mu
Untuk kembali kepada Pencipta muHai semuanya, kita berjumpa lagi. Semoga kali ini kalian suka ya. Tolong untuk krisar dan vote nya ya :)...
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Singkat
Short Story"Biarkan secangkir teh menjadi pelepas letih. Biarkan secarik kertas menjadi saksi pedih" Hanya sebuah kisah yang terlintas diselang waktu yang begitu sibuk dihimpit tuntutan hidup. Coba saja untuk membacanya dahulu. Mungkin kamu akan tertarik denga...