Takut. Aku sangat takut kali ini. Kenapa semua berubah seperti ini. Bukannya tadi dia bilang ingin ditemani membeli pakaian di pasar. Kenapa suasananya berubah menjadi seramai ini.
Menunggu, aku harus menunggunya dengan sabar. Dia berbincang dengan banyak orang yang tak kukenal. Aku benci situasi ini. Dimana semua tempat terdapat banyak orang. Lautan manusia yang berlalu lalang. Banyak suara yang masuk, terlalu banyak.
Telingaku sakit, aku rasa ingin tuli sejenak. Mataku lelah, aku ingin tidur. Kepalaku pusing, tolong bawa aku pergi. Seolah dia dapat mendengar penderitaan ku. Dan kamipun segera pergi. Meninggalkan tempat seramai itu.
"Kamu mau beli apa?," tanyanya. Aku hanya menggelengkan kepala. "Yakin?"
"Ya, aku masih kenyang" Pada nyatanya aku tidak sempat makan saat akan pergi dengannya. Dia hanya menganggukkan kepala.
Kami kembali menyusuri jalan yang ramai itu. Aku belum pernah ke tempat semacam ini. Sebuah panggung di tengah-tengah lapangan kecil, dan ku baca banner yang dipasang.
" Car Free Day Kota " hanya hal itu yang dapat ku eja. Jantungku berdegup kencang. Untuk apa dia membawa ku kemari. Kenapa, bukankah dia tahu aku tidak suka keramaian. Ah, benar juga. Siapa aku baginya yang mengharap untuk dimengerti.
Dia tahu tentang diriku dan begitupun aku yang tahu tentangnya. Aku terlalu berharap jika dia akan mengerti diriku. Namun, aku salah. Dia dengan segala aktivitasnya dan aku dengan keresahan diriku sendiri.
Aku melihatnya berjalan dengan orang-orang tadi. Sambil melihatku seolah-olah takut aku pergi dan hilang. Tidak perlu takut, aku akan menemanimu meski harus mengorbankan kenyamanan diriku sendiri.
"Kamu yakin ngga mau beli apa-apa?"
"Ngga, aku tidak tertarik pada apapun," ucapku sambil melihat dirinya yang kembali mengobrol dengan temannya yang lain.Tempat ini ramai, namun terasa sepi bagiku. Tempat ini memiliki langit yang biru, namun terlihat kelabu bagiku. Aku benci menjadi dirimu yang dibilang terlalu baik. Aku ingin merubahnya. Aku ingin egois sekali saja. Namun.
"Ayo bangun, yang lain sudah jalan duluan tuh," ucap mu dengan berjalan perlahan mengikuti yang lain.
Segera ku susul langkah kaki mu. Dirimu dan yang lain menuju sebuah bangunan hotel yang cukup mewah. Entah mengapa, perasaan ku begitu tak mengenakkan. Seolah memintaku untuk segera pergi.
Memasuki bangunan, naik ke lantai atas dengan lift, dan berhenti di sebuah lantai. Pemandangannya indah, tapi malah semakin membuat hati ku gundah. Ku tatap jalan raya di bawah. 'Jika aku melompat, apa semua akan berakhir?'
"Hei, ayo masuk jangan melamun seperti itu"
" Oh, iya"Memasuki sebuah ruangan dan karena itu aku mengerti mengapa aku harus pergi. Aku hanya bisa diam dan mengamati. Terlihat memperhatikan padahal aku tidak peduli sama sekali. Hingga sebuah pertanyaan darimu membuat ku merasa jengkel.
"Bagaimana menurutmu?" Ucap mu kala itu.
"Maaf, tapi aku tidak begitu tertarik" ucap ku.Dirimu sendiri mulai lagi dan lagi meyakinkan diriku. Namun, aku benar-benar sudah tak tahan.
"Maaf, aku tidak tertarik. Mau kamu beritahu kepadaku serinci apapun aku tidak peduli. Niat awalku hanya menemanimu. Bukan mengikuti hal semacam ini. Kamu mungkin memang tidak berniat membohongiku. Tapi, bagiku baik dengan niat ataupun bukan. Aku tetap tidak menyukainya. Dan, aku akan pulang. Tidak perlu berpikir bagaimana caranya. Dan, terimakasih untuk hari ini," seingatku itu yang ku ucapkan padamu.
Kamu, seharusnya mengerti jika aku paling tidak suka di bohongi. Sejak saat itu, aku bertekad tidak akan mau menjadi orang yang terlalu baik lagi. Sisi diriku yang itu akan hilang. Dan, sejak saat itu pula. Aku hanya mendapat satu permintaan maaf dari mu. Dan, itu tidak dapat mengobati rasa sakitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Singkat
Historia Corta"Biarkan secangkir teh menjadi pelepas letih. Biarkan secarik kertas menjadi saksi pedih" Hanya sebuah kisah yang terlintas diselang waktu yang begitu sibuk dihimpit tuntutan hidup. Coba saja untuk membacanya dahulu. Mungkin kamu akan tertarik denga...