Setengah Hati

229 0 0
                                    

"Kala aku di sampingmu, namun hatimu milik orang lain.
Saat itu aku sadar, jika harapanku itu semu."

Aku mencintaimu dengan setulus hati. Tapi aku sadar ada seseorang yang lebih tulus kamu cintai.

Aku menyerahkan seluruh hatiku padamu. Tapi aku kembali sadar jika hatimu telah kau berikan seluruhnya kepada orang lain.

Kita adalah benih yang berawal dari kebersamaan dan tumbuh secara diam-diam. Bukan kita, tapi aku. Hanya aku yang mencintaimu. Dan, rasa cinta mu itu hanya sebuah semu yang nyata. Palsu.

Kala itu awal masuk semester kedua setelah libur panjang. Yang kuingat, saat itu sedang berjalan di koridor yang cukup sepi. Hingga tiba-tiba aku tersungkur di lantai karena ada sesuatu yang menabrak punggungku cukup keras.

"Wish, sorry  ngga sengaja gue," ucap seseorang yang terlihat sedang membawa sebuah troli yang membawa pengeras suara. Aku mengenalnya, dia Reenan anak badung yang entah kenapa bisa jadi salah satu anggota osis. Dan dia teman masa kecil ku.

"Gue tahu lo punya mata di kaki. Tapi harus inget kalo itu ngga bisa buat lihat," jawabku sambil meliriknya sinis.
Dia hanya tertawa kecil sambil membantuku berdiri.

"Santai aja kali Sin," ucapnya.
"Nenek lo santai, sakit punggung gue tahu ngga," jawabku padanya.
"Ya udah maaf. Nanti gue traktir deh di kantin pas istirahat," tawarnya. Aku sendiri hanya mengangguk kecil. Setelah perbincangan kecil aku pamit ke kelas dan dia sendiri harus menyiapkan segala hal untuk upacara penyambutan murid baru.

Sesampainya di kelas aku menuju tempat dudukku yang ada di sebelah Reenan. Sejak dulu aku memang selalu sekelas dengannya. Entah ini disebut takdir atau apa aku tidak paham.

Namaku Sin Kirana. Itu nama yang aneh untuk beberapa orang dan aku juga menganggapnya begitu. Tapi mau bagaimana lagi, itu kenangan terakhir yang diberi ibu untukku. Ia meninggal saat aku berusia satu tahun. Ayahku seorang pengusaha, sering pergi ke luar negeri jadi aku sering kesepian.

Aku suka melukis. Setiap merasa stres ataupun kesepian, aku akan menorehkan perasaan ku diatas kanvas dengan bermacam-macam warna. Aku terkadang juga menerima pesanan lukisan dari orang-orang. Ayahku tahu itu, awalnya ia tidak setuju. Tapi setelah melihat lukisan yang ku buat tahun lalu, akhirnya ia setuju jika aku menjadi pelukis. Namun, aku juga masih harus belajar bisnis. Karena bagaimanapun aku adalah pewaris satu-satunya perusaan ayah .

Setelah duduk aku menatap bangku di sebelah ku. Terdapat tas milik Reenan. Reenan Ibrahim, sahabat masa kecilku dan cinta pertamaku. Ya itu tidak salah. Aku mencintainya, tapi aku sadar jika dimatanya posisiku hanya sebatas sahabat. Tak masalah, selama aku bisa di sisinya terus itu sudah lebih dari cukup. Sangat cukup.

Hingga suatu hari, Reenan menarik ku ke tengah lapangan setelah apel pagi dilakukan. Semua siswa dan guru yang masih ada di lapangan memperhatikan kami. Aku yang masih kebingungan karena ditarik hanya bisa diam. Dan baru tersadar saat Reenan berlutut dengan salah satu kakinya dan menggenggam kedua tanganku.

"Sin, mungkin ini cukup mengejutkan buat kamu," ucapnya yang membuatku kebingungan.
'Hah, Reenan pake aku kamu? Kesambet apaan anak satu ini,' batin ku terkejut sambil tetap mengontrol ekspresi ku.
"Ini mungkin bukan hal tabu sih bagi semua orang. Lawan jenis yang bersahabat salah satunya pasti memendam rasa. Jadi aku mau langsung ke intinya saja," ucapnya.
"Aku suka sama kamu. Kamu mau tidak jadi pacar ku?" Tanya Reenan setelah dia menghela nafasnya.

Aku bimbang. Satu sisi aku juga mencintainya. Tapi disisi lain, aku tahu jika ini salah. Hal yang membuat ku bisa memutuskan jika ini salah karena beberapa hari lalu sebelum kejadian ini.

Flashback

Saat itu semua siswa sedang beristirahat karena bel sudah berbunyi lima menit yang lalu. Aku juga sudah berjalan menuju kantin sendiri. Karena beberapa teman ku sudah pergi duluan. Aku yang meminta mereka pergi dulu supaya dapat bangku dan memesan makanan.

Hampir sampai di kantin, tiba-tiba aku berbalik lagi karena ingat jika ponsel ku tertinggal di atas meja. Saat melewati ruang OSIS, pintu dari ruangan itu terbuka. Biasanya pintu itu selalu tertutup bahkan gorden jendelanya tidak pernah dibuka.

Karena penasaran aku melihat sedikit ke dalam. Dan saat itu aku terkejut. Apa yang kulihat benar-benar sangat menyakitkan bagiku. Reenan, disana ia sedang berciuman dengan seorang siswi yang merupakan anggota OSIS juga. Aku diam beberapa saat, dan ketika tersadar aku segera pergi berlalu dari sana.

Aku mengambil ponsel di kelas dan berlari menuju toilet siswi. Aku mengabari temanku untuk diizinkan tidak mengikuti pembelajaran tersisa karena tiba-tiba saja merasa pusing. Sejak saat itu aku sedikit menjaga jarak dari Reenan. Entah dia menyadarinya atau tidak aku tak peduli.

End

"Maaf Ree, tapi gue nolak," ucap ku sambil berlalu darinya.

Setelah kejadian di lapangan, hubungan kami masih biasa saja. Kami menganggap hal itu tidak pernah terjadi. Bahkan sampai kami lulus dan memilih universitas impian masing-masing. Dengan diriku yang mulai menjaga jarak darinya.

Aku menolak bukan karena kejadian dimana melihatnya melakukan ciuman dengan siswi di ruang OSIS waktu itu. Hanya saja, sebelum dia menyatakan perasaannya padaku waktu itu.

Aku melihatnya bersama salah satu teman dekatku. Dia wanita yang cantik, pintar, dan baik. Aku dapat melihat cinta di mata Reenan yang ia tujukan pada wanita itu. Tatapan memuja dan cinta yang tulus. Yang tidak akan pernah ditujukan untukku.

Yang aku tahu, teman ku itu akan pindah sekolah. Kami sudah berpamitan sebelumnya. Jadi kami berpisah dengan cara yang baik. Saat itu aku ingin mendekati mereka. Tinggal beberapa langkah aku mendengarnya. Ucapan menyakitkan itu.

"Kamu kenapa harus pergi? Aku udah lakuin banyak hal buat kamu," ucap Reenan.

"Reenan, aku harap kamu melepaskan aku. Biarkan aku pergi dan jangan berharap lagi. Ayahku harus pindah tugas karena itu aku juga harus ikut. Dan, kamu seharusnya sadar. Jika Sin selama ini memiliki perasaan padamu. Aku harap, jika kamu tidak bisa bersama ku. Cobalah mencari kebahagiaan dengan Sin," ucap temanku.

Aku merasa seperti dikhianati. Aku memintanya untuk diam dan jangan memberi tahu siapapun tentang perasaanku. Kenapa dia memberi tahukan hal ini kepada orangnya langsung.

"Aku tidak peduli. Mau dia memiliki perasaan denganku atau tidak, aku hanya mencintaimu," ucap Reenan. Aku sudah tidak bisa mendengarnya lagi. Aku memilih pergi dari sana dengan diam.

Dan, aku juga tidak sengaja mendengar niat Reena terhadapku. Saat itu aku baru selesai dari perpustakaan. Aku melewati salah satu lab yang sering digunakan untuk nongkrong siswa badung di sekolah.

"Kalo Sin gue jadiin pelampiasan dia bakal sadar ngga ya? Udah lah lakuin aja," ucap Reenan yang tak sengaja ku dengar dari luar. Aku sendiri segera lari dari tempat itu.

Apa dia tidak berfikir tentang perasaanku? Bagaimana jika aku tahu niatnya setelah aku menerimanya nanti? Bukankah ini beruntung, aku mengetahui niatnya sebelum menjalin hubungan dengan dirinya.

Kumpulan Cerpen SingkatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang