Saat ini hujan kembali turun, padahal sebelumnya sudah mulai reda. Rintiknya dengan senang hati membasahi Krisan yang masih berdiri kokoh. Ia menatap tak percaya. Sang pujaan hatinya, cinta pertamanya, meninggalkan dirinya. Pikirannya memutar kembali memori empat tahun lalu pertemuan pertama mereka.
4 Tahun Lalu~
Krisan berjalan kaki dari rumah menuju tempat kerjanya. Alasan ia jalan kaki untuk menghemat gajinya yang tidak seberapa itu. Krisan bekerja di salah satu tempat percetakan buku yang masih berkembang. Ia berperan sebagai editor dan hari ini ia harus menyelesaikan naskah dari seorang penulis.
Saat sampai di kantor, ia segera menuju ruang kerjanya. Tapi, saat membuka pintu dirinya dikejutkan dengan seseorang yang sudah duduk di sofa ruangan.
Krisan tidak mengenal orang itu, tapi dia tetap menghampiri dan menyapanya.
"Maaf, anda siapa? Dan, apa yang anda lakukan di ruangan saya?" Tanya Krisan dengan penuh kesopanan.
"Saya adalah penulis naskah yang sedang anda kerjakan. Nama saya Ubai," ucap laki laki itu.
"Ah, ternyata anda yang menulis naskah itu," ucap Krisan dengan ekspresi terkejut. "Ahaha iya," jawab Ubai dengan menggaruk tengkuknya untuk menghilangkan rasa canggungnya.Ia tahu kenapa Krisan bisa sebegitu terkejutnya. Karena naskah yang ia tulis cukup melankolis dengan akhir cerita yang sedih. Dan, naskah itu sangat cocok dibaca para wanita. Krisan hanya bisa tersenyum dan mempersilahkan Ubai untuk duduk.
Kejamnya memori yang tiba-tiba saja muncul. Membuat air mata Krisan semakin membeludak saat ia mengingat pertemuan pertama mereka. Dan memori kembali memutar kenangan diwaktu itu.
Hari hampis usai. Di depan kantor dapat dilihat Ubai dan Krisan yang saling berpamitan untuk pulang. Ubai menawarkan tumpangan untuknya tapi ia tolak secara halus.
Ia berjalan menuju rumahnya. Tapi di tengah perjalanan, tiba-tiba hujan turun. Membuat Krisan harus berlari sambil memeluk tasnya yang berisi naskah penting. Beruntunglah, saat hujan semakin lebat Krisan sudah mendapat tempat berteduh. Sebuah halte bis yang sepi karena hari memang sudah sore.
Sudah sekitar sepuluh menit Krisan berada disana. Tapi, hujan juga belum menunjukkan tanda akan mereda. Hingga sebuah mobil mewah datang menghampirinya. Kaca mobil dibuka dan menampakkan wajah Ubai di dalamnya. "Sudah aku tawarkan tumpangan tidak mau. Sekarang kehujanan, nolak rezeki sih. Ayo masuk. Aku anterin," ucap Ubai sambil membuka pintu mobil dan merentangkan panyung lalu menghampiri Krisan.
"Eh, ngga usah. Aku nunggu hujan reda aja. Lagian udah deket kok. Takut ngrepotin kamu," ucap Krisan dengan raut wajah malu.
"Udah ngga apa apa. Ngga ngrepotin, aku malah seneng kok," ucap Ubai sambil menarik tangan Krisan menuju mobil. Tanpa ia sadari wajah Krisan telah memerah.Kenangan itu terjadi setelah pertemuan pertama mereka. Sejak saat itu mereka menjadi dekat dan saling terbuka satu sama lain. Membagi keseharian mereka dan hal apa saja yang terjadi seharian penuh.
"Krisan, se-selama ini sebenarnya aku menyukaimu. Ah tidak, lebih tepatnya mencintaimu. Ya. A-aku, aku mencintaimu. Kamu mau tidak jadi ke kekasihku?," ucap Ubai dengan wajah yang memerah.
Wah apa dia tidak tahu jika sekarang wajah Krisan juga memerah.
'Huh, apa dia tidak malu. Menyatakan perasaan di kantor dan di depan rekan kerjaku,' ucap Krisan dalam hati padahal wajahnya sudah sangat merah.Orang-orang yang melihat itu pun was-was. Mereka takut jika Krisan menolak Ubai. Yang mereka tahu, Krisan itu berdedikasi penuh pada pekerjaannya. Jadi, dia tidak begitu memikirkan tentang kekasih, kencan, dan perasaan jatuh cinta. Sebelum pikiran mereka kemana-mana Krisan malah membuat mereka terkejut dengan jawabannya.
"Aku juga suka sama Ubai. Udah sejak lama, tapi aku diam aja. Aku pikir perasaan ini cuma sebatas kagum. Eh, kok malah tambah membesar gitu. Kalo engga ketemu atau ngga dapet kabar dari Ubai aku jadi khawatir banget. A-aku mau jadi kekasihnya Ubai. Tapi, jangan manjain aku sama jangan larang aku buat kerja ya," jawab Krisan dengan nada seperti anak-anak. Penonton hanya bisa melongo dengan rahang terbuka. Jika mereka itu tokoh kartun pasti rahang mereka sudah mencapai lantai.
Sejak saat itu mereka bahagia. Mereka saling terbuka satu sama lain. Tidak ada yang ditutup tutupi. Komitmen yang mereka buat dipegang sangat erat. Meski terkadang ada saja masalah yang datang.
Dengan kedewasaan, mereka memecahkan setiap masalah dengan kepala dingin. Ah air mata Krisan kembali turun dengan cepat. Berlomba menuruni pipi putih dengan ditemani air hujan.
Hingga ingatannya kembali pada hari kemarin. Hari terakhir dia bersama Ubai meski di rumah sakit.
Krisan sedang duduk dengan raut wajah khawatir. Ia sesekali melihat ke arah jendela. Hujan lebat dan petir yang menyambar. Ia sudah mengabari Ubai untuk tidak menjemputnya. Tapi, Ubai malah kekeh ingin menjemput.
Sudah sekitar tiga puluh menit Krisan melamun. Ia memikirkan Ubai yang nekat ingin menjemputnya. Ia sudah meminta ibu Ubai untuk menahannya, tapi ibunya bilang jika ia gagal. Saat masih melamun hujan mulai mereda. Baru saja ia berdiri untuk keluar kantor ponselnya berdering dan menampilkan nama sebuah rumah sakit.
"Halo," ucap Krisan. Entah mengapa hatinya menjadi was-was dan takut.
"Maaf, apa ini keluarga dari saudara Ubai?," tanya sebuah suara di seberang telepon.
"Saya kekasihnya, ada apa ya?," ucapnya.
"Saudara Ubai mengalami kecelakaan tunggal. Apa ada bisa datang ke rumah sakit sekarang? Dan tolong ajak keluarganya," ucap si pemilik suara lagi.
"Rumah Sakit kota?," tanya Krisan seakan meminta penjelasan.
"Iya, tolong segera kemari," ucap suara di sana.
"Baik," jawab Krisan. Ia berlari menuju pinggir jalan dan memesan taksi. Ia tak sadar jika air matanya telah meluap sejak di dalam kantor. Taksi yang ia pesan tengah menuju rumah Ubai dan ibunya.Air mata Krisan semakin mengalir tanpa henti setiap mengingat dengan jelas kenangan pahit itu. Kenyataan bahwa yang dicintainya harus pergi meninggalkannya.
Krisan telah sampai di rumah sakit dengan ibu dan kakak Ubai. Di depan ruang rawat mereka menunggu dengan cemas.
Setelah beberapa menit, dokter pun keluar. Mereka langsung berdiri dan menghampiri sang dokter.
"Bagaimana keadaan putra saya?," tanya ibu ubai. Dokter hanya menunjukkan wajah sendu. Dan berucap, "Maaf, kami tidak bisa menolong pasien".Saat itu juga semua yang ada disana bagai tersambar petir. Ibu ubai menangis didekapan putra pertamanya. Krisan sendiri mengigit bibirnya sampai berdarah untuk menahan tangis. Ibu ubai yang melihatnya segera menghampiri dan memberi pelukan beserta beberapa kata sebagai penengang. Jika mereka sama-sama kehilangan.
Hari itu adalah kemarin. Saat ini pemakaman sang terkasih telah usai. Dan, Krisan masih tetap disini. Ditemani hujan dan aroma bunga pemakaman. Beserta kesedihan yang mendalam.
Kepergiannya tak memberi pesan sedikit pun. Hanya kesan yang berujung kepedihan. Ada satu hal yang selalu Ubai harapkan. Dari awal mereka bertemu hingga berpisah. Dan hanya kalimat itu yang selalu ia ucapkan. "Jangan larut dalam kesedihan. Karena itu tidak akan mengembalikan yang telah hilang", kalimat itulah yang selalu memacu semangat Krisan. Dan kalimat itulah yang akan selalu Krisan ingat dalam hidupnya.
"Ubai, bukankah kisah kita seperti dalam naskah yang kau tulis? Hanya nama dan karakter mereka yang berbeda".
"Aku tidak menyangka, jika kita akan mengalami hal yang kamu tulis sendiri," ucap Krisan dengan linangan air mata kepada nisan di hadapannya.Tamat
#Kyn
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Singkat
Historia Corta"Biarkan secangkir teh menjadi pelepas letih. Biarkan secarik kertas menjadi saksi pedih" Hanya sebuah kisah yang terlintas diselang waktu yang begitu sibuk dihimpit tuntutan hidup. Coba saja untuk membacanya dahulu. Mungkin kamu akan tertarik denga...