Pada malam Heeseung mendengar kebenaran yang membuatnya kecewa teramat pada Appa-nya, itu adalah saat umurnya menginjak 18 Tahun.
Kebenaran yang membuatnya tak pernah lagi memandang Appanya sebagai seorang kepala keluarga yang sempurna.
Hari itu ia menangis. Entah datang dari mana rasa bersalah yang menyeruak begitu saja.
Bagaimana mungkin dia hidup dengan mewah sedang anak Appa-nya yang lain bahkan hidup begitu menderita.
Bagaimana mungkin ia bisa tertawa, berbagi kebahagiaan dan kasih sayang, saat anak Appa yang lain bahkan entah bagaimana mereka menjalani hidup.
Heeseung benci, dia merasa malu telah membanggakan Appa-nya dihadapan teman-temannya. Memamerkan kehidupan harmonisnya yang ternyata hanya sebuah fana.
Yah.. tidak seharusnya Heeseung membanggakan Appa-nya yang hanya seorang lelaki brengsek.
Orang tidak punya hati yang tega menelantarkan anak tidak bersalah.
Dia yang menyulut api dengan wanita simpanan-nya, lalu kenapa harus sang anak yang menanggung penderitaan itu.~
"Ada yang kau butuhkan? Kenapa anak konglomerat sepertimu tiba-tiba saja berkunjung ke tempat seperti ini?" Jay masih menggerutu, kepalanya celingukan menatap jalanan setapak yang tengah mereka lalui. Gang sempit dengan coretan-coretan di dinding yang sudah kusam itu.
"Diamlah Jay. Kau hanya perlu menemaniku,tidak perlu berubah cerewet dan kepo seperti itu" Heeseung kembali melihat ponselnya, melihat pada alamat yang tertera pada email yang ia dapatkan dari pesuruhnya kemarin malam.
Jay sudah tidak peduli, dia hanya mengikuti langkah kaki Heeseung- tidak ingin bertanya lagi. Malas kena semprot.
"Ketemu" gumaman itu dilontar Heeseung setelah mereka berjalan bermenit-menit, bahkan sudah berapa kali mereka berbelok-belok untuk sampai disini.
"Apanya yang ketemu?"
Jay memandang Heeseung yang kini fokusnya pada sebuah rumah kontrakan berwarna kuning pucat.
"Rumah siapa ini? Aku tidak pernah tahu kau bergaul dengan orang biasa"
Jay mengernyit melihat rumah yang menurutnya jauh dari kata layak. Dan bukankah sangat aneh jika anak dari keluarga konglomerat seperti Heeseung punya kepentingan pribadi di daerah ini.
Namun belum lagi dia sempat bertanya Heeseung sudah menariknya untuk bersembunyi di balik pagar, langkah kaki yang mendekat membuat Heeseung menyuruhnya dengan segera menunduk.
Jay menurut, menundukkan kepalanya dengan mata awas untuk melihat siapa yang datang.
Seorang pria dengan seragam SMA, dan seragam pria itu sama dengan seragam yang dikenakannya dan Heeseung.
"Kim Sunoo" begitulah gumamam yang didapat Jay, sedang pria itu sudah masuk ke dalam rumah bercat kuning itu. Mereka berdiri dari persembunyian mereka, dan ada tanya yang dilayangkan Jay pada-nya.
"Siapa dia? Aku tidak pernah tahu kalau kamu tertarik pada anak laki-laki. Selama ini kamu hanya berkencan dengan perempuan, lalu apa ini-- tiba-tiba jadi penguntit untuk seorang laki-laki?"
"Aku ingin tahu kehidupannya Jay" bukannya memberi penjelasan dia malah membuat Jay semakin salah paham.
"Kamu ingin aku membantumu dekat dengannya? Aku tidak mengenalnya Sung, sayang sekali"
"Kamu kan mudah dekat dengan orang, aku juga tidak memintamu untuk dekat dengannya. Aku hanya ingin kamu menjadi pengantar surat untukku"
Jay memutar bola matanya jengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENHYPEN - TANPA JUDUL√
FanfictionSunoo tidak peduli meski orang menganggapnya bodoh dan naif. Sunoo tak peduli meskipun segala yang ia dengar memang adalah sebuah kenyataan. Dia hanya mencoba tuli, berharap semuanya berlalu dan dia akan memutuskan langkahnya sendiri bertahan atau b...