Netranya memandang kosong pada hamparan rumput di depannya, melihat bagaimana tawa merebak-- melihat bagaimana mereka melontar kasih, kebahagiaan. Berlari seakan tak ada beban. Hal yang sedari dulu tak ia miliki, mereka tau bagaimana tersenyum, bagaimana cara tersenyum tanpa beban. Bukan senyum penuh kepalsuan seperti apa yang dilakukannya.
Netranya memejam, merasakan bagaimana semilir angin berhembus menggelitik telinganya. Mendengar bagaimana alam terlihat begitu bersahabat sore ini, membuatnya ingin bertahan. Membuatnya setidaknya ingin menghilang dari kenyataan. Berharap bisa hidup seperti di negri dongeng.
"Appa---" dia bahkan tak bisa melanjutkan kalimatnya. Menahannya untuk dirinya pendam sendiri.
"Sunoo" pria itu mengerjap, menatap sepasang sepatu yang sangat dikenalnya-- mendongak dan bertemu tatap dengannya. Sunghoon.
"Apa yang kau lakukan! Aku menelponku berulang kali-- sudah kuingatkan untuk tidak men-silent ponselmu"
Sunoo memutar bola matanya malas, berdiri dan melangkah menjauh. Sunghoon mendengus tetapi mengikuti langkah itu.
Sunghoon sudah terbiasa diabaikan, Sunghoon sudah terbiasa mendengar kata tajam dari mulutnya yang lebih sering bungkam. Tapi kali ini terasa berbeda-- sesungguhnya hal yang paling ia butuhkan saat ini adalah harapan agar ia bisa masuk dalam pikiran pria Sunoo itu.
Pria itu naik ke mobilnya, Sunghoon terdiam sesaat-- menghela nafas Sunghoon masuk ke arah kemudi.
"Hari ini aku akan membawamu pulang, eomma-mu ingin bicara katanya. Lagipula seminggu ini aku terus mengantarmu ke-apartemen. Sepertinya tidak masalah sesekali kau berkunjung ke rumah. Dia tetap eomma-mu"
Sunoo masih terdiam, netranya hanya memandang ke luar jendela. Tidak peduli-- setidaknya itu yang dipikirkan Sunghoon. Wajah itu tak menampakan emosi apa pun. Sunghoon menghela nafas untuk kesekian-- lalu tak peduli lagi. Memilih untuk melajukan mobilnya dari area taman. Setelah bermenit-menit hening Sunghoon kembali membuka suara.
"Kau terlalu kekanakan-- eomma-mu pasti butuh seseorang untuk menguatkannya. Setidaknya ia membutuhkannya saat mempunyai putra seperti dirimu" Sunghoon tau seharusnya ia tak bicara hal semenyakitkan itu, tapi Sunghoon baru saja melakukannya. Dia bahkan sadar saat tangan putih itu mengepal, saat rahang itu mengeras. Tapi lagi-lagi hanya bungkam yang menjadi jawaban. Sunoo tak berkomentar apa pun.
"Sesulit itu? Sesulit itu mengungkapkan perasaanmu?!"
Kini netra itu menatapnya-- Sunghoon tak gentar. Berusaha fokus pada kemudinya.
"Bisakah kau tidak cerewet-- kau terdengar seperti perempuan sekarang" lontaran datar itu hanya membuat sunghoon mendengus. Mengerem mobilnya keras ia menatap Sunoo tajam-- pria itu masih menatapnya. Tidak berpaling, tapi Sunghoon benci-- ia tak bisa membaca mata itu. Begitu kosong,tanpa emosi.
"Sunoo--"
"Bisakah kau tidak masuk terlalu jauh kedalam hidupku Sunghoon-ahh, aku muak. Kau selalu mencercaku tanpa tau bagaimana rasanya ada diposisi ku"
"Kalau begitu katakan padaku, kau hanya diam sedari dulu. Aku tidak bisa membaca pikiran Sunoo"
"Dan memudahkanmu melapor pada eomma-ku? Katakan padanya untuk berhenti sok peduli padaku. Katakan padanya untuk jangan menggangguku. Setidaknya kau akan jauh lebih berguna di mataku setelah nya Sunghoon-ahh"
Sunghoon berpaling mendengar itu, meremas kemudi dengan keras. Tentunya ia emosi mendengar perkataan itu keluar dari bibir orang yang sangat ia sayangi.
"Aku bukan melakukan ini karena eomma-mu Sunoo-ya. Aku bukan pesuruhnya. Jika kau punya perasaan-- kau akan tau kenapa aku melakukan ini. Tapi aku lupa kau tak punya hati-- sejauh apa pun aku mencoba. Benarkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ENHYPEN - TANPA JUDUL√
FanficSunoo tidak peduli meski orang menganggapnya bodoh dan naif. Sunoo tak peduli meskipun segala yang ia dengar memang adalah sebuah kenyataan. Dia hanya mencoba tuli, berharap semuanya berlalu dan dia akan memutuskan langkahnya sendiri bertahan atau b...