Dahulu, ada yang mengatakan bahwa Hemi merupakan pribadi yang sulit untuk dimengerti. Terkecuali dalam hal umum seperti memilih gaya pakaian dan makanan, dalam dua poin tersebut Hemi mudah sekali untuk dibaca. Ia menyukai pakaian berwarna lembut, cenderung gelap, pun dari makanan Hemi menyukai makanan pedas dan berkuah panas. Kini Hemi merindukan semua itu, semua ucapan dari seseorang yang mengatakan hal demikian. Namun, sosok yang mengatakan semua itu kedapatan telah tiada. Hemi bahkan kerap memimpikannya setiap malam, bagaimana sosoknya mengatakan hal yang baik untuk dilakukan dan sebaliknya.Semua masih segar dalam ingatannya. Hingga bangunnya Hemi di setiap paginya seakan merupakan perwujudan dari perasaan bersalah itu sendiri. Seharusnya Hemi sudah pergi, sebagaimana apa yang telah dilakukan oleh pujaan hatinya terdahulu. Tetapi tidak Hemi lakukan karena merasa takut akan meninggalkan dunia dan bekas tersendiri di setiap penjurunya. Terkesan seperti noda.
Kini kehidupan Hemi seperti rotasi roda yang berputar begitu cepat, terlampau cepat. Sehingga rasa-rasanya baru sekitar lima belas menit yang lalu ia mendapatkan berkas soal target yang nantinya akan Hemi urus. Kini hari telah cukup larut, Hemi mendapati dirinya tengah terlelap di atas sofa dengan berkas serupa masih dalam dekapan. Tidak ingin melewati detail kecil dalam pekerjaan sampingannya. Katakan saja bahwa Hemi tidak pandai dalam melakukan beberapa hal sehingga memilih bidang yang sekiranya dirasa cocok. Tidak peduli meskipun membuat seseorang tidak dapat melihat matahari di esok hari sekalipun.
Sekali lagi memeriksa berkas seraya bersiap-siap, Hemi tidak melewatkan apa pun.
"Eh? Kau sedang tidak enak badan? Tidak dapat pergi bekerja? Malang sekali. Apakah aku perlu datang ke rumahmu untuk memastikan kondisimu, begitu?"
Itu merupakan suara Jang Minji—rekan kerjanya di kelab—pribadi yang murah hati. Kelewat baik hati, apabila Hemi boleh jujur. Tak jarang hal tersebut membuatnya merasa tidak tega setiap kali memperdayainya yang tidak tahu menahu dengan berbagai cerita karangan. Sengaja Hemi lakuan agar bisa pergi. Di satu sisi gadis itu harus bersiap realistis, pekerjaan tidak mudah untuk didapatkan. Terlebih di zaman dan juga kondisi seperti ini.
"Ya, aku tidak dapat pergi bekerja malam ini. Entah mengapa tiba-tiba saja aku terserang flu, jangan datang ke rumahku. Aku tidak ingin kau tertular, oke?" Hemi berujar. Memberikan imbauan tidak tertulis namun nyata adanya. Meminimalisir terjadinya kecurigaan saat tidak mendapatinya berada di rumah, menimbulkan berbagai pertanyaan yang nantinya harus Hemi berikan jawabannya. Secara personal, Hemi malas melakukan semua itu. Serius.
"Um, baiklah. Semoga lekas sembuh, Hemi. Sampai jumpa."
Sambungan telepon terputus. Hemi bergegas pergi ke luar rumah dan beranjak menuju garasi, sebuah unit mobil sedan tahun 1995 terparkir di dalam sana. Merupakan pemberian dari seseorang yang turut serta memberikan Asaault Rifle dalam ranselnya ini. Hal yang sempat tidak Hemi kuasai dari segi penyiapan dan juga teknik menembak. Tetapi kini semua itu bagai nadi baginya, kendati sempat ditinggalkan sekalipun. Belakangan Hemi berpikir untuk berhenti menggeluti pekerjaan sampingannya ini, sebab dirasa begitu merepotkan dengan risiko tinggi dan upah yang dapat dikatakan tidak sebanding dengan apa yang Hemi rasakan di lapangan.
Apabila biasanya Hemi akan menolak berbagai tawaran itu dengan tanpa pikir panjang. Maka, kali ini urusannya akan berbeda. Sebab Choi Jimin menawarkan apa yang telah menjadi incarannya sejak awal, hal yang semula hanya sebatas keinginan kini menjadi ambisi. Membawa angan yang tak pasti berada di dalamnya. Menyedihkan. Sekaligus membuatnya merasa tertantang.
Memutar kemudi saat sampai di sebuah gedung yang berada tidak terlalu jauh dari rumah sakit tempat di mana targetnya berada, Hemi sigap membawa serta mobilnya ke area gedung parkir. Melaju dengan kecepatan standar sampai di lantai teratas, pandangan gadis itu samar dipenuhi oleh beberapa siluet pria di sana. Terlihat sedang berupaya untuk beradaptasi dengan sekitar, bersikap seakan tidak terjadi apa pun kendati pandangan telah bertubrukan meminta penjelasan.

KAMU SEDANG MEMBACA
EPIGONE
Fiksi PenggemarFatamorgana yang Min Hemi ciptakan mengenai sosok Gyu Taehyung justru membuatnya tersesat. Menelusuri setiap puing ingatan yang hilang pasca mengalami kecelakaan, Hemi tidak memiliki sandaran maupun tempat untuk pulang selain ke tempat di mana Taehy...