"I was hiding in doubt,
'till you brought me
out of my chrysalis..."Kacey Musgraves - Butterflies
🌧️🌧️🌧️
Iris Nikki mengikuti pergerakan Dika yang baru saja selesai menyapa teman-teman selebriti yang ditemuinya. Selain artis dan musisi, kebanyakan tamu yang datang adalah social media influencers. Nikki sendiri tak terlalu mengenal wajah-wajah mereka.
Beberapa menit berselang, Dika pun datang menghampiri sambil memberikan gelas berisi minuman berwarna merah terang kepada Nikki, yang langsung ditolaknya dengan halus. “Gue nggak minum.”
“I know you don't. Ini mocktail, cuma soft drink yang dicampur sari buah. Nggak beralkohol, kok,” ujar Dika, mematahkan asumsi Nikki. Gadis itu pun mencoba menyesap minuman itu sedikit, lalu matanya terbelalak.
"Enak, kan?"
Nikki mengangguk. "Lumayan."
Nikki dan Dika lantas berjalan bersisian menuju meja reservasi mereka. "Maaf, ya, harus gue tinggal sebentar tadi. Lo nggak nyaman, ya?"
Nikki meringis. Apakah terlihat begitu jelas kalau ia merasa out of place? "Bukan gitu, sih. Gue cuma nggak biasa dateng ke acara kayak gini. Ketemu banyak orang yang nggak gue kenal, maksudnya."
Dika hanya tersenyum.
Ya, pada akhirnya, Nikki mengiakan ajakan Dika (lagi). Lagi pula, ia tak memiliki alasan untuk tidak pergi. Kesempatan seperti ini tidak datang dua kali! Ditambah lagi, ia memang sebenarnya tidak mampu menolak Dika juga, sih.
Untungnya, Kalandra Zaidan sama sekali tidak memperbolehkan ada yang merekam selama penampilannya berlangsung. Pun, jika ada jurnalis atau media yang ingin memuat berita tentang private concert yang ia selenggarakan hari ini, mereka tidak diizinkan memasuki hall venue. Tempat untuk press conference disiapkan secara khusus. Segalanya begitu dibatasi, jadi Nikki tak perlu khawatir, bukan?
Saat ini Kalandra Zaidan, alias Cassiopeia, sedang melakukan cek pada sistem suara. Nikki dapat melihat di setiap meja terdapat kertas reservasi yang bertuliskan nama masing-masing tamu yang diundang pada private concert Cassiopeia hari ini. Ia lantas memandang meja di depannya yang kosong dengan kertas atas nama Gwenda.
Nikki mengangkat kedua alisnya, ia tahu nama itu.
“Dika?”
Panggilan itu menginterupsi percakapan lamunan Nikki.
“Hei, udah lama nggak ketemu, Dik. Kebetulan banget meja kita berseberangan.” Perempuan itu tersenyum menatap Nikki. Lalu, setengah berbisik ia bertanya kepada Dika, “Siapa, nih?”
“Oh, iya. Kenalin, Gwen, ini Nikki. Nik, ini Gwenda. Kami dulu sempat main di judul sinetron yang sama.”
Tentu saja Nikki tahu tentang Gwenda Laurencia. Lantaran dulu gadis itu sempat digosipkan berpacaran dengan Dika yang lebih muda tiga tahun di bawahnya.
Nikki memandangi penampilan Gwenda yang sangat menawan. Gwenda mengenakan gaun selutut berwarna magenta—yang sangat memperlihatkan lekuk tubuhnya—dan stiletto hitam setinggi tujuh sentimeter. Polesan make up smokey eye membuat iris cokelat terangnya semakin bercahaya.
Saat Nikki mengulurkan tangan, Gwenda menyambutnya dengan hangat. "Kamu cewek pertama yang pernah kau lihat jalan bareng Dika, lho."
Nikki mengusap tengkuknya, salah tingkah. "Eh? Masa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine
Teen FictionRanaditya Arizona bukanlah orang asing dalam hidup Nikki. Namun jika Nikki diberi satu kesempatan lagi dalam hidup tanpa mengenal Arizona sama sekali, ia tak masalah.