"I'd never seen a rainbow
closing down my rainy days,
hate to see the shadows
fading on my weary eyes,
you just come and smile
again again again
come save me..."Lasse Lindh - Because I
🌧🌧🌧
Apabila ada yang menanyakan perihal apa kelemahan terbesarnya, Arizona tidak akan segan menyebut bahwa Nikki adalah jawabannya.
Sejak pertama kali mengenal gadis dengan mata yang menyerupai bulan sabit itu, Arizona memiliki kecenderungan untuk mengabulkan semua keinginannya. Kehadirannya bagi Nikki sudah bagaikan ibu peri saja. Nikki pun seolah tahu kalau Arizona tidak akan pernah menolaknya, sehingga gadis itu terkadang suka memanfaatkannya dengan semena-mena.
Seperti pagi ini. Nikki mendatangi rumah Arizona subuh-subuh, lalu menyeretnya ke warung bubur ayam yang tak jauh dari kawasan rumahnya.
"Udah lama nggak makan bubur ayam di sini. Mumpung hari ini tanggal merah, sekalian sepedahan!" kata Nikki sambil merenggangkan kedua lengannya sesaat setelah bubur pesanan mereka dihidangkan di meja. Namun ketika gadis itu menatap mangkuk bubur ayamnya, ia langsung mendesah.
Mengetahui apa yang salah, Arizona pun segera mengambil mangkuk Nikki dan lantas memindahkan kacang tanah dari bubur ayam gadis itu ke dalam mangkuk miliknya sendiri.
"Udah, tuh," ucap Arizona membuat cengiran di wajah Nikki melebar.
Nikki mulai menyendokkan kerupuk ke dalam buburnya, lalu ia berbicara dengan mulut setengah penuh, "Jona tuh reliable banget, tahu nggak? Satu-satunya orang yang paham Nikki 200%!" Sambil menelan makanannya, ia melanjutkan lagi, "Mbak Mika aja selalu lupa kalau gue nggak suka kacang. Tiap pulang dari Aussie, pasti dia selalu beliin segala jenis cokelat yang ada kacangnya. Selalu!"
Arizona hanya tersenyum mendengarkan Nikki.
Nikki menggelengkan kepala tak habis pikir. "Serius, deh, Jona. Lo kayaknya lebih cocok jadi kakak gue ketimbang Mbak Mika. Dia aja tiap gue telepon jarang mau angkat. Sombong banget!"
"Yah, gue memang lebih tua setahun, sih..." Arizona manggut-manggut setuju. Namun sedetik kemudian, ia bergidik geli. "Ah, tapi gue nggak mau jadi kakak lo. Jadi teman aja udah dibikin ribet tiap hari."
Arizona langsung tergelak saat Nikki memicingkan kedua matanya.
Kala ia melihat Arizona mengaduk bubur ayamnya, Nikki mencibir, "Apa, sih, enaknya bubur diaduk?"
"Justru lebih enak diaduk. Jadi, satu sendok bubur yang kita makan di dalamnya udah ada bubur, ayam, kacang, daun bawang, kecap, kuah kaldu, dan lada," sahut Arizona menjelaskan.
"Tapi rasanya jadi berantakan dan tampilannya nggak menarik." Nikki menambahkan, "Nggak estetik!"
Arizona sontak menyumpal bibir Nikki dengan kerupuk. "Shhh! Jangan banyak komentar, makan aja cepetan."
Nikki menampilkan senyum terpaksa sebelum mengempaskan tangan Arizona dari wajahnya. Namun, gadis itu tak lanjut menyantap makanannya, ia justru asyik memandangi Arizona yang makan dengan lahap hingga mangkuknya benar-benar bersih. Nikki tak tahan ingin berkicau, "Laper apa doyan, Pak?"
Arizona meneguk es teh manisnya hingga habis, sebelum mendakwa, "Lo kenapa lagi, Nik?"
Alih-alih menjawab, Nikki malah balik bertanya, "Memangnya gue kenapa?"
Setelah bertahun-tahun saling mengenal, hanya dari raut wajahnya saja Arizona bisa langsung menebak jika ada sesuatu yang sedang mengusik pikiran Nikki. Lihat saja lingkaran hitam di bawah kantung matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine
Teen FictionRanaditya Arizona bukanlah orang asing dalam hidup Nikki. Namun jika Nikki diberi satu kesempatan lagi dalam hidup tanpa mengenal Arizona sama sekali, ia tak masalah.