"You have twisted my arm,
I can't resist your charm..."Numcha – Keep Cold
🎠🎠🎠
Sejak Arianna duduk di bangku SD dulu, teman-temannya selalu menganggapnya berbeda. Setiap kali Arianna mencoba untuk mendekat dan membaur, mereka seolah-olah mendorongnya lebih jauh. Seolah tidak ada tempat bagi gadis itu untuk bergabung dalam kelompok mereka. Arianna merasa diasingkan. Julukan 'si Aneh' melekat pada dirinya selama bertahun-tahun sampai keluarganya pindah ke kota ini dan memulai hidup yang baru.
Arianna memang tidak pandai beramah-tamah, bukan pula seseorang yang suka membohongi perasaannya sendiri saat ia tidak menyukai sesuatu. Ia selalu bicara terus-terang; menyuarakan apa yang ingin ia katakan, meski kadang akan terdengar menyakitkan bagi lawan bicaranya.
Arianna selalu percaya bahwa alasan mereka menjauhinya sama sekali bukan kesalahannya. Tidak ada yang salah dengan dirinya. Omanya yang merawatnya juga percaya begitu, dan Arianna selalu mengamini semua perkataan Oma. Arianna percaya ia hanya melakukan apa yang ia rasa benar.
Seperti saat ini. Arizona baru saja tiba di kelas dan Arianna sudah menghujaninya dengan tatapan yang seakan memberi pertanda sesuatu yang buruk akan dimulai lagi.
"Gue nggak suka cara lo."
"Maksud lo?" Arizona mengernyit heran. Pandangannya lantas tertuju pada secarik kertas yang ada di mejanya.
"Tuh, baca!" ujar Arianna, berusaha menahan emosinya.
Arizona membaca kata demi kata yang tertulis di kertas tersebut. Hasil Nilai Ujian Matematika Kelas XI MIA 1. Nama Arizona berada di peringkat satu dengan nilai 100, lalu disusul nama Arianna setelahnya dengan nilai 97.
Arizona kembali menatap Arianna dan bertanya, "Apa yang salah?"
"Apa yang salah?" Arianna memutar kedua bola matanya saat ia mengulang kembali pertanyaan Arizona. Gadis itu menggelengkan kepala tak habis pikir. "Kapan, sih, lo berhenti jadi orang sok baik kayak gini? Lo nggak punya rasa malu, ya?"
Arizona mendesah pelan. "Gue sama sekali nggak ngerti maksud lo."
"Waktu ujian ini lo nyontek lagi. Gue tahu itu!"
Adu argumen antara Arianna dan Arizona itu turut mengundang perhatian beberapa murid lain yang sudah berada di kelas untuk ikut menyaksikan perdebatan keduanya. Peter yang duduk tepat di belakang Arianna pun ikut menyambar, "Ya elah, santai, Ri. Lebay amat, kayak nggak pernah nyontek aja."
Arianna mendengus mendengarnya. "Gue memang nggak pernah nyontek. Kalian aja yang selama ini nggak punya rasa malu dan nggak mau berusaha untuk jujur sama diri kalian sendiri!"
Peter mengerjap kaget, tak menyangka akan menerima balasan seperti itu. Laki-laki itu kemudian tertawa mengejek. "Yee, nggak usah ribet, deh. Lagian Zona memang udah encer dari sananya dan dia bukannya nyontek, tapi bantuin gue dan yang lain buat jawab soal yang susah."
"Iya, bener, Zona cuma bantuin aja, kok. Kalau lo nggak suka mending nggak usah ikut campur, deh," sahut Tessa yang sedang menghapus papan tulis dan diam-diam mendengar pembicaraan mereka.
"Bantuin apanya? Gue nggak peduli. Yang jelas, hasil yang dia peroleh memang selalu nggak jujur dalam setiap ujian." Arianna melipat kedua tangan di dada seraya melirik Arizona melalui ekor matanya. "Kalau sampai di ujian selanjutnya masih ada yang nyontek di kelas ini, gue akan laporin ke Kepala Sekolah!"
Malas berdebat lebih lanjut, Arianna bangkit berdiri dan melenggang keluar kelas dengan raut penuh kekesalan tercetak di wajahnya.
"Cewek gila!" desis Tessa saat sosok Arianna sudah tak terlihat lagi. Arizona memindai sekeliling, pendengarannya dipenuhi oleh suara semua orang yang membicarakan apa yang baru saja terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine
Novela JuvenilRanaditya Arizona bukanlah orang asing dalam hidup Nikki. Namun jika Nikki diberi satu kesempatan lagi dalam hidup tanpa mengenal Arizona sama sekali, ia tak masalah.