"I used to hide and watch you from a distance
and I knew you realized,
I was looking for a time to get closer
at least to say hello..."Endah N Rhesa - When You Love Someone
🎠🎠🎠
Setelah membasuh wajahnya dengan air, Nikki menegakkan kepalanya dan melihat pantulan dirinya dalam cermin. Terlihat gambaran sosok gadis bertubuh kurus yang mengenakan kemeja putih yang digulung 3/4, rok berlipit warna merah marun dengan motif kotak-kotak, dan rompi berwarna cokelat muda. Dengan kedua tangan yang masih bertumpu pada tepian wastafel, Nikki menarik napas dalam-dalam.
Menghabiskan dua jam pelajaran olahraga di bawah rinai hujan karena ada pengambilan nilai voli, kemudian dilanjutkan dengan dua jam memahami reaksi kesetimbangan dengan Bu Rita, sukses membuat perut Nikki mual dan kepalanya berdenyut pusing. Ia sengaja meminta izin pergi ke toilet sepuluh menit sebelum kelas berakhir karena ia sudah tidak tahan lagi berada di sana dan mendengarkan celotehan Bu Rita yang bagaikan tak ada jedanya.
Tak beberapa lama kemudian, terdengar suara bel yang menandakan berakhirnya kegiatan belajar-mengajar hari ini. Di telinga Nikki, bunyi bel pulang sekolah itu kedengarannya lebih merdu dibandingkan suara Whitney Houston sekalipun.
Sambil merapikan seragam, Nikki menyentuh dahinya dengan punggung tangan. Agak hangat. Nikki langsung menghela napas berat. Sepertinya ia akan terkena demam malam ini kalau ia tidak sesegera mungkin pulang ke rumah dan mengompres dahinya.
Maka dari itu, Nikki melangkah cepat-cepat menuju kelasnya. Ia sempat berpapasan dengan Bu Rita di depan kelas, namun ia berpura-pura batuk dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Lo nggak apa-apa, Nik?" tanya Melati, teman sebangkunya, dengan tatapan cemas. "Muka lo pucet banget."
Nikki mengangguk lesu. "Iya, nih. Gara-gara olahraga pas gerimis tadi," ujarnya sembari memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas.
Melati mengerutkan keningnya. "Pulang sama siapa memangnya? Bukannya kata lo Mbak Mika udah balik ke Aussie lagi? Apa sama Jona?"
Nikki tidak menanggapi pertanyaan Melati. Ia justru bergumam pada dirinya sendiri, "Oh, iya juga. Jona ada rapat nggak, ya?" Nikki jadi tergiur untuk pergi ke rumah Arizona. Mendadak, ia tak ingin merasa kesepian karena tidak ada seorang pun selain dirinya sendiri yang berada di rumah hari ini. Apalagi Bunda juga sudah pergi ke Jogja subuh tadi setelah mendengar kabar duka dari salah satu sahabat dekatnya yang meninggal akibat kecelakaan kemarin malam.
Nikki segera mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan pesan kepada Arizona.
Monika Zahira: Jona, dimana?
Monika Zahira: Ikut pulang bareng, boleh?
Monika Zahira: Nikki demam kayaknya ☹
"Ya udah, gue cabut dulu. Ada recruitment anggota baru ekskul jurnalistik soalnya. Dah, Nik. Cepet sembuh, ya," Melati menyentuh pundak Nikki dan menepuknya pelan sebelum berlalu pergi.
Kemudian, sebuah pesan balasan dari Arizona pun masuk.
Ranaditya Arizona: Tunggu, ya. Gue masih di Lab.
Monika Zahira: Gue tunggu di kelas lo, ya.
Nikki tersenyum. Sebuah lampu bohlam kecil muncul di atas kepalanya.
Siapa tahu bisa ketemu Dika juga?
🎠🎠🎠
Kelas Arizona yang notabene adalah kelas kumpulan anak-anak pintar khusus Jurusan Sains di Union High itu sudah tidak berpenghuni lagi ketika Nikki menginjakkan kakinya di sana. Bahkan, Farid yang biasanya masih tinggal bersama laptop gaming-nya dan bermain bersama teman-teman IT savvy-nya yang lain hingga penjaga sekolah mengusir mereka pun tidak terlihat batang hidungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine
Teen FictionRanaditya Arizona bukanlah orang asing dalam hidup Nikki. Namun jika Nikki diberi satu kesempatan lagi dalam hidup tanpa mengenal Arizona sama sekali, ia tak masalah.