.
.
.
.
.Kembali terjadi,
Semua teriakan amarah itu kembali keluar dan terdengar memekakkan, rasanya tiada hari dimana mereka bisa berdamai tanpa harus menarik urat.Satu pria disana kembali membuka amarahnya dengan wajah merah padam dan tangan terkepal kuat hampir melayang kearah wajah sang lawan bicara.
Sedang satu wanita disana hanya diam menangis dengan tatapan mata tajam seolah tak ingin kalah dalam kelemahannya.
Hal hal sepele kembali mereka permasalahkan, hal kecil kembali membuat rumah tangga mereka dipenuhi ketidak nyamanan.
Sudah semenjak 6 tahun berjalan dan semuanya terasa semakin membosankan, bosan jika harus terus menerus meluapkan emosi tanpa alasan kuat, bosan harus terus bersikap egois padahal dalam hati masing masing masih tersimpan rasa kasih sayang.
Tapi semua begitu membutakan, rasanya memang sudah tak ada lagi kecocokan antara mereka, keduanya menyadari saat mereka kembali bertengkar karna hal yang sama, hal kekanak-kanakan yang sama.
"Aku sudah lelah denganmu! Aku fikir kita sudah tidak ada kecocokan! Aku lelah harus bertengkar denganmu setiap hari, aku sudah lelah bekerja dan kau terus menerus membuatku kesal!!"
"Bagian mana dari sikapku yang membuatmu kesal? Aku hanya mencoba untuk mengajakmu berbicara, kita suami istri dan apa aku harus diam seperti orang asing?"
Permasalahan mereka memang berbeda beda, tapi jika menyangkut 'anak' maka jawabannya 'serius'.
6 tahun berjalan dan mereka muak menunggu, dokter selalu mengakatakan hal yang sama setiap mereka datang kesana dan Arka mulai muak dengan semua omong kosong itu.
Kenyataannya sampai pada detik ini mereka tak kunjung diberi kepercayaan, sampai detik ini, sampai semua orang memberi sindiran keras akan kondisi mereka,
Terlihat menyedihkan?Ya, Arka merasa begitu akhir akhir ini, tapi sungguh bukan hanya karna permasalahan ini saja ia tersulut emosi, tapi juga karna berbagai macam masalah lainnya.
Dan Hana salah mengajak pria itu bercengkrama.
"Apa? Kau mau bilang apa lagi sekarang? Kenapa akhir akhir ini kau berubah? Kau tidak pernah sesensitif ini padaku dan-"
"Suami mana yang tidak sensitif jika istrinya terus membahas hal yang sama setiap hari, dan kau bahkan membahas pria lagi didepan wajahku! Kau tau aku sama sekali tidak mau mendengar semua ocehanmu yang mengganggu itu!!"
"Ocehan kau bilang? Aku memang seperti ini dan jika kau tak suka tak perlu mendengarkannya"
"Aku punya telinga untuk dengar semua itu!!"
"Aku menceritakannya karna dia bukan siapa siapa, kau seharusnya senang aku mengungkapkan semuanya padamu, tanpa ada yang pernah kusembunyikan satupun"
"Kau fikir aku mau dengar itu?"
Arka sudah jadi pria brengsek saat ia membiarkan air mata kembali jatuh dari mata indah sang istri.
Dulu, jika ia melihat itu, maka Arka tak akan berfikir lama untuk memeluknya dan meminta maaf atas semua yang sudah ia lakukan terlepas dari siapa yang memulai semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
By.J
Randomkumpulan cerpenku yang pernah di publis diakun sebelumnya dengan nama dan visual yang berbeda