3 [SAVIOUR BABY]

545 66 8
                                    

.
.
.
.
.

"Positif"

Alvin menatap penuh debaran saat istrinya berdiri didepan kamar dengan sebuah benda kecil berwarna pink.

Senyuman kecil istrinya tak bisa terelakkan, ikut membuatnya menarik sebuah simpul manis akan kenyataan yang mereka terima.

Benda itu bergaris dua.

"Kita berhasil"

Alvin mendekat perlahan kearah tubuh mungil itu dan memeluknya penuh damba, menciumnya tulus dan mengelus permukaan perut yang masih rata, bisa dengan jelas merasakan ada sebuah kehidupan disana.

Mereka berhasil.

"Aron pasti senang mendengarnya"

Abel, wanita beruntung yang menjadi bagian dari hati pria itu, mengangguk dengan semangat yang menggebu.

Ia kembali membawa tangan sang suami diatas perutnya dan menguncup sekilas jemari itu setelahnya.

Merasakan bahwa jemari Alvin hangat, sama hangatnya dengan hati mereka.

"Aron!!"

Keduanya memutuskan untuk beranjak dan menyelesaikan acara gembira itu untuk menuju kamar sang anak.

Si sulung yang masih berusia 4 tahun,
Putra mereka yang membawa banyak warna dan kebahagian selama ini.

"Mama papa!"

Bocah itu melompat dan Alvin sigap menangkapnya sambil mencium seluruh bagian wajah putra sulungnya yang sebentar lagi akan mempunyai adik.

Mengelus kepala pelontos itu dan mencium kedua mata yang cekung, juga pipi dan bibir pucat yang semakin lama semakin tirus.

"Mama dan papa bawa berita gembira, apa kau mau mendengarnya?"

"Mau mau mau!!"

Sorak gembira itu membuat kedua orang tuanya tertawa, Abel menarik Aron yang melompat lompat senang, dan mendudukannya di atas kedua pahanya, sesekali mengelus lembut bahu sang anak.

"Aron.."

"Ya?ya!?"

Terlalu tak sabaran, itu lagi lagi membuat keduanya tertawa.

"Aron akan jadi kakak"

"Benarkah?! Jadi kakak? apa Aron akan punya adik?"

"Ng!"

Abel tak bisa menahan senyum lebarnya saat Aron memeluk mereka dengan sebuah kata terima kasih.

Bocah mungil itu mulai mengoceh banyak hal tentang teman temannya yang sudah lebih dulu memiliki adik, dan membuat angan angan tentang hal hal yang ingin ia lakukan pada adiknya nanti.

Aron bercerita banyak sampai Abel harus menahan rasa antusias pria mungilnya itu dengan terus memeluk dan mengecup pipinya.

Alvin hanya duduk didepan bocah itu sambil mengelitikinya dan membuat kamar itu penuh dengan suara gelak.

"Oh ya Tuhan"

Semua tawa itu terhenti saat Aron menutup hidungnya dengan cairan merah yang deras mengalir, bocah itu menatap sang ibu dengan pandangan mata tak seceria sebelumnya.

"Tak apa sayang, menunduk, jangan mendongak, biarkan darahnya keluar tidak apa.. "

Ia menurut, membiarkan karpet putihnya berlumuran darah yang tak berhenti keluar selama bermenit menit.

By.JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang