Selamat membaca ...
Jaehan dengan langkah lebar terlampau santai melewati lorong demi lorong kelas yang terpantau sepi. Wajar, karena saat ini jarum jam sudah menunjukkan tepat pukul sembilan lewat lima belas menit. Masih pagi, tetapi terlalu siang untuk waktu menapakkan kaki melewati gerbang sekolah yang terkunci.
Langkah Jaehan kian melambat. Setelah melewati koridor demi koridor kelas di tengah kesunyian. Akhirnya Jaehan sampai di depan kelas bertuliskan 12 IPA 7. Kelas di mana dirinya seharusnya sudah duduk manis di salah satu bangku sejak beberapa jam yang lalu untuk mengikuti kegiatan belajar.
"Permisi, izin masuk Pak."
Semua pasang mata tertuju pada Jaehan. Termasuk Pak Soman yang tengah serius menjelaskan materi. Beliau sampai sedikit menurunkan kaca mata, memicing menatap Jaehan dari ujung kepala sampai kaki. Pria itu mencari tahu siapa yang berani masuk ke kelas di detik-detik akhir jam pelajaran.
Dan ternyata, Jaehan orangnya.
"Ya, silakan," ucap Pak Soman memberi izin dengan sedikit acuh. Membuat semua makhluk di kelas itu mendadak menganga karena terheran dengan kebebasan yang diberikan.
***
"Gila gila gila! Ngasih pelet apa Lo sama Pak Soman? Terlambat sampe lima belas menit sebelum jam istirahat diizinin masuk. Apa lagi gak dikasih hukuman atau ditanya-tanya dulu. Heran gue, " cerocos Haidar dari balik meja yang letaknya berada di hadapan Jaehan.
Tepat dua detik setelah Pak Soman melangkahkan tungkai keluar melewati daun pintu. Tangan Haidar dengan lincah terangkat untuk membalikkan kursi. Tentunya untuk berusaha berhadapan dengan Jaehan yang tengah duduk tenang tanpa dosa di belakangnya.
Sedangkan yang diberi tatapan penuh selidik malah terlihat tenang dan sedikit memamerkan seulas senyum bangga. Bertingkah sok ganteng sambil membenarkan kerah baju yang sebenarnya sudah rapi.
"Udah dari zaman orok gue kasih tau. Gak ada yang bisa nolak pesona kegantengan seorang Jaehan. Termasuk Pak Soman yang sama jenis kelamin."
Mendengar itu sejujurnya Haidar ingin mengumpat dan melayangkan sebuah pukulan tepat ke wajah sahabatnya dengan sebuah buku tebal atau bahkan potongan kayu tidak terpakai dari dalam laci mejanya. Namun hal tersebut tidak sampai terjadi kerena melihat wajah Jaehan yang terlampau sayang untuk dilukai. Pun juga, Rendi sang ketua kelas meminta seluruh atensi mereka.
"Mohon perhatiannya sebentar," teriak Rendi nyaring. Pemuda yang sangat cocok menjadi ketua kelas karena kejulidan dan kegalakannya itu terlihat berdiri di depan meja guru. Tangan terampilnya juga dengan lincah memeriksa kehadiran semua siswa di kelas. "Hari ini guru pada rapat bulanan sama komite sekolah."
Mendengar hal semembahagiakan itu, mendadak suasana kelas menjadi riuh. Bagai pesta syukur panen padi melimpah, seisi kelas tidak ada yang tidak bahagia. Guru rapat artinya tidak ada pembelajaran. Biasanya seluruh siswa akan diizinkan pulang lebih awal.
"Yang bawa kendaraan hati-hati di jalan. Gue ingetin besok ulangan Fisika. Jadi tolong manfaatin waktu kalian dengan baik. Jangan sampai menyesal," tambah Rendi yang sama sekali tidak mengurangi euforia seisi kelas.
"Anjir. Tau gini gue gak usah sekolah aja sekalian," gumam Jaehan sambil memasukkan kembali buku ke dalam tas. "Baru juga lima menit nih pantat nempel di bangku."
"Emang tadi lo kemana?" tanya Noah yang duduk tepat di sebelah Jaehan. Jemari pemuda sangar tapi akan cute jika sudah menunjukkan eye smile-nya itu tengah memamerkan kelihaiannya memutar-mutar kunci motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing Puzzle Piece
Fiksi Remaja~Tanpa sadar, ada yang kurang, ada yang hilang~ . Jaehan pikir hidup yang dirinya jalani terlampau baik-baik saja. Kedua orang tua yang harmonis, kehadiran adik laki-laki yang menggemaskan, dan juga kebersamaan bersama para sahabat yang sama sekali...