Selamat membaca ...
Sorot susana hangat senja mulai kabur. Meninggalkan jejak-jejak pekat yang mulai muncul. Sungguh waktu yang tepat untuk bersantai setelah penat. Melupakan segala kelelahan setelah seharian beraktivitas.
Seharusnya.
Namun semua itu tidak berlaku bagi sosok Gaby. Gadis dengan rambut asli berwarna cokelat itu saat ini tengah memeluk lutut. Bersandar bersama isak pilu di balik remangnya pintu. Perpustakaan penuh buku tempat menimba ilmu jadi saksi. Tentang dirinya yang untuk kesekian kali dirundung lagi.
Sekolah sudah sangat sepi. Tidak ada lagi orang yang berlalu lalang. Jadi untuk apa dirinya berteriak meminta tolong. Jika pun ada mungkin mereka tengah bermandi keringat di lapangan basket di depan sana—seperti Jaehan.
Walaupun dikunci di ruangan gelap kala senja mulai pamit ini, Gaby masih sempat bersyukur. Setidaknya Tuhan masih membiarkan dirinya membawa serta handphone yang masih hidup bersamanya.
Setelah menelpon Jaehan yang menjabat sebagai kekasih. Yang harus dilakukan Gaby saat ini hanyalah menunggu. Menunggu gebrakan paksa pintu dari luar, setelah itu pelukan hangat menyambar lalu ucapan maaf terdengar. Seperti itu, dari dulu sampai sekarang—dan terus berulang.
Membuat Gaby terkadang mulai berpikir tentang semua ini. Bagaimana jika menyerah—toh, bertahan pun tidak lebih baik. Ini bukan pertama kali. Tidak seberapa jika hanya dikunci di perpustakaan sepi tempat adu nyali seperti sekarang ini. Jika sedang sial, gadis keturunan German itu bisa disiram air WC atau kehilangan beberapa barang setiap hari.
Ini adalah konsekuensi. Semua terjadi bukan tanpa alasan. Alasan pertama adalah Jaehan. Pria pemilik sisi imut seperti kelinci itu penyebab utama mengapa Gaby seringkali dirundung. Simple saja, mereka para gadis yang merasa lebih baik dari Gaby merasa iri.
Kenapa gadis kecil seperti Gaby yang dipilih Jaehan sebagai kekasih.
Kedua, ini berhubungan dengan sebutan gadis kecil yang melekat pada sosok Gaby. Walaupun tubuh Gaby bukan yang termungil, ia adalah siswa termuda di angkatannya juga angkatan satu tahun di bawahnya. Gaby sebenarnya dua tahun lebih muda dari teman sebayanya di sekolah. Gaby adalah murid exel yang telah dua kali melakukan lompat kelas.
Bisa dibayangkan betapa pintar dan jeniusnya Gaby. Gadis blasteran itu juga sering dianak emaskan oleh guru-guru di sekolah. Mengikuti berbagai perlombaan, walaupun ada kakak tingkat yang sebenarnya sudah berlatih jauh lebih lama. Itu yang terkadang membuat semua orang iri kepada Gaby. Di samping kedekatannya dengan pangeran sekolah, yaitu Jaehan.
Suara tapakan sepatu lalu benturan antara dua besi terdengar. Gaby tersenyum di sela tangisnya. Tidak menunggu waktu lama Jaehan datang dengan sebuah pelukan. Rengkuhan pria itu seerat lem kertas, walau dengan tubuh yang masih bercucur keringat.
Tak ada yang dapat Gaby lakukan. Dirinya hanya bisa menangis. Sudah puluhan kali Jaehan bertanya apakah dirinya baik-baik saja. Atau ucapan maaf dari birai Jaehan. Namun yang Gaby lakukan hanya membisu. Diam seribu bahasa dan terus menangis.
Berharap bisa menyalurkan perasaan jika dirinya tidak sedang baik-baik saja dan tidak ingin memaafkan Jaehan.
***
Sudah berulang kali Gaby mendapat perilaku seperti itu. Membuatnya menyerah, sampai akhirnya memilih berpisah. Melepaskan Jaehan yang sebenarnya tanpa kesalahan dengan tiba-tiba mungkin menjadi pilihan terbaik. Walaupun telah melakukan hal demikian, tetapi tetap saja. Setelah satu tahun berlalu. Gaby masih tetap dirundung.
Persis seperti saat sekarang ini. Ulangan mata pelajaran Fisika yang sengaja dilaksanakan dengan menggabungkan dua kelas karena salah satu guru berhalangan hadir menjadi ladang ranjau bagi Gaby sendiri. Tentunya karena hal sial seperti dua kelas yang digabung adalah milik Gaby dan Jaehan.
Bahkan sebelum Gaby menginjakkan kaki ke dalam kelas, gadis itu sudah dapat mendengar bisikan-bisikan jahat dari siswa lain. Entah itu siswa yang satu kelas dengannya, atau siswa kelas lain yang mengetahui kisah kelam Gaby yang cukup terkenal.
Apa lagi ditambah masalah kemarin siang. Saat sepulang sekolah Gaby yang sempat diantarkan oleh Noah untuk beberlanja buku, terciduk oleh beberapa orang temannya. Sialnya lagi, mereka dengan sengaja memotret Gaby tanpa izin dan langsung menyebarkannya di forum sekolah. Hal itu yang membuat Gaby lagi-lagi dirundung, bahkan oleh teman seangkatan sendiri. Padahal mereka sendiri tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi.
Bahkan perundungan itu berlangsung sampai sekarang. Saat ulangan sudah berlangsung hampir tiga puluh menit, Gaby masih dapat mendengar gunjingan gunjingan tidak mengenakkan terhadap dirinya.
Bukannya Gaby merasa lemah atau takut. Tapi dirinya hanya malas dan lelah untuk berurusan dengan orang-orang seperti mereka lagi. Maka dengan rasa percaya diri tinggi, Gaby mendorong meja dengan satu hentakkan kasar lalu melangkahkan tungkai semampainya dengan lebar. Mengumpulkan soal beserta jawaban dari ulangan Fisika ke meja guru.
Membuat semua orang yang sedari tadi sedang berpikir keras setengah mati untuk jawaban sebuah soal fisika. Atau orang yang sedang menyindirnya mendadak mati kutu. Apa lagi saat Gaby berbalik menuju bangku tempat duduknya tadi lalu jemari lentiknya meraih kotak pensil berwarna toska kesayangan juga beberapa buku ke pelukannya.
Membawa mereka keluar. Hal itu tentu saja semakin membuat semua orang diam tak berkutik. Sejenius itukah gadis pecinta warna toska itu. Berhasil mengumpulkan ulangan fisika di tiga puluh menit pertama.
Yang pasti semua orang yakin. Walau Gaby mengerjakan soal ulangan fisikan tersebut dengan terburu-buru, hasilnya bahkan lebih baik dari lain yang mengerjakannya sampai waktu tambahan habis.
"Lah, Neng Gaby ke kamar mandi kok bawa buku sama kotak pensil?" celetuk Haidar setelah beberapa saat Gaby melewati daun pintu. Tentu itu menyairkan suasana yang sebelumnya benar-benar kaku. Setelah banyak sindiran juga keterkejutan.
Gaby membungkam mulut semua orang hanya dengan sebuah tindakan.
"Itu temen Gue udah selesai bego," jawab Dena dari barisan kursi belakang dengan mode bangga.
***
"Geser dikit dong Neng, Abang mau duduk di sini."
Haidar berucap dengan candaan khas pemuda itu sendiri. Membuat Chika dan teman-teman selaku orang yang tadi dimaksud Haidar dalam pembicaraannya mau tidak mau harus bergeser saling merapatkan diri satu sama lain. Tentunya untuk memberikan ruang yang lebih luas kepada Haidar, Noah, dan Jaehan yang sedari tadi sudah hilir mudik ke sana ke mari mencari tempat duduk kosong sembari membawa nampan berisi sate dan es teh.
"Thanks ya, kalian jadi kesempitan."
Ucapan terima kasih dari Jaehan tentunya mengundang rona merah pada masing-masing gadis yang kini duduk bersama pemuda itu dan kedua teman di kanan dan kiri sisinya.
Duduk satu meja makan dan juga diberikan ucapan terima kasih oleh orang yang seringkali dijuluki sebagai pangeran sekolah karena ketampanan dan sikapnya yang humble menjadi berkah tersendiri bagi para gadis. Hal itu dapat menjadi kebanggaan yang nantinya bisa saja diceritakan untuk dipamerkan kepada teman lainnya yang kurang beruntung.
Kenyamanan dengan sikap ramah dan lapang dada yang diberikan Chika dan teman-teman kepada Jaehan, Noah, juga Haidar menjadikan suasana makan siang di kanantin terasa menyenangkan. Yah ..., setidaknya dengan ini mereka sejenak dapat melupakan nasib hasil ulangan mata pelajaran Fisika yang beberapa belas menit lalu baru saja usai.
Haidar menggoda Chika dengan tingkah jahil andalannya.
Jaehan berbincang ramah dengan gadis-gadis lain yang satu meja dengan mereka.
Sedangkan Noah, pemuda itu sedari tadi hanya diam. Merutuki kenyataan jika meja yang kini dirinya dan teman-temannya duduki adalah meja yang letaknya tepat berada di hadapan meja yang digunakan Gaby dan juga teman-temannya. Membuat dirinya, ataupun, Haidar, ataupun Jaehan, dapat melihat dan memeta setiap gerak-gerik gadis itu dengan mudah.
Sial, gimana kalo Jaehan inget semua -- batin Noah berbicara.
Terimakasih sudah membaca. Jangan lupa like dan tinggalkan jejak di kolom komentar. Nnatikan bab selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing Puzzle Piece
Novela Juvenil~Tanpa sadar, ada yang kurang, ada yang hilang~ . Jaehan pikir hidup yang dirinya jalani terlampau baik-baik saja. Kedua orang tua yang harmonis, kehadiran adik laki-laki yang menggemaskan, dan juga kebersamaan bersama para sahabat yang sama sekali...