Selamat membaca ...
Gemecik suara hujan memenuhi daun telinga. Aroma khas tanah tidak lagi tercium—karena curahnya sudah sangat lebat. Gorden tipis bergoyang lembut sesuai alunan angin. Sungguh, waktu yang tepat untuk rebahan.
Begitu juga dengan Jaehan. Lelaki itu, di atas ranjang terlentang seperti sosis panggang. Harusnya sore ini lebih nyaman jika dirinya sedang minum cokelat panas atau melakukan panggilan vidio.
Namun pikiran lelaki itu terlanjur kalut. Dipandangnya sebuah gitar baru yang bersender nyaman di meja belajar.
Jaehan ingat. Tepat satu minggu yang lalu dirinya membeli gitar itu sendiri. Dengan uang sendiri juga. Uang hasil kemenangan tim basketnya.
Rencananya gitar itu ia belikan untuk sang kekasih sebagai permintaan maaf.
Tapi sayang, sebelum gitar itu diberikan—Gaby sudah memutuskan ikatan.
Apa sesakit itu untuk tetap bersama. Itu saja yang ada di pikiran Jaehan.
Suara notifikasi handphone memecahkan keheningan. Di sana tertulis jelas nama Lee Noah.
"Hal—"
"Jaem, ketempat les sekarang! Gaby lagi disiksa kakak kelas!"
Ucapan Noah seperti sambaran petir yang menghujan otak Jaehan. Secepat kilat lelaki itu memakai pakaian panjang. Tak lupa sebelum keluar rumah menyambar helm juga sarung tangan.
"Loh, hujan gini Kamu mau kemana?" teriak Lina saat melihat anak bujangnya yang rapi tengah menggunakan sepatu.
"Gaby," ucap Jaehan singkat, padat, dan jelas. Lalu iya mencium sejenak sang adik dalam gendongan maminya.
"Hati-hati."
***
Jaehan mengeratkan cengkramannya pada gas motor. Tak peduli seberapa licin jalan atau seberapa deras hujan.
Yang ia pikirkan hanya—Gaby-nya harus segera di temui.
Setelah hubungan putus, Jaehan pikir Gaby akan terbebas dari yang namanya dirundung. Tapi salah. Setelah putus semakin banyak yang merundung Gaby
Apalagi saat orang-orang tahu. Jika yang memutuskan hubungan adalah Gaby. Dan Jaehan kentara tersakiti. Tapi ini bukan seperti biasanya. Jaehan tau hari ini adalah hari pengumuman peserta olimpiade tingkat nasional.
Dan Jaehan tahu—jika mantan kekasihnya yang terpilih.
Itu jelas membuat kecemburuan sosial. Gaby yang masih kelas sebelas juga di bawah umur menggeserkan kakak kelas dua belas yang sudah belajar jauh lebih lama.
Membuat mereka—iri.
Dan tak sanggup melawan.
Tak banyak yang Jaehan ingat setelah kepergiannya menembus hujan. Yang ia ingat samar adalah jalan licin, ia terjatuh dan—harus cepat menemui Gaby
***
Di lorong rumah sait yang sepi. di balik dinding pembatas yang dingin. Gaby mengeratkan kepalan tangannya.
Gugup—apa dirinya masih punya muka setelah putus.
"Hai," ucap Gaby kikuk. Tentunya dibalas senyum hangat oleh semua orang di dalam ruangan.
Ada Mami Lina, Haidar, Noah, adik Leo, dan tentunya Jaehan yang menyandarkan punggung lemah di kepala ranjang.
"Kak Gabyiii." Leo terlihat sangat antusias melihat kedatangan kakak favoritnya. Dibandingkan Abang Haidar atau Abang Noah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing Puzzle Piece
Teen Fiction~Tanpa sadar, ada yang kurang, ada yang hilang~ . Jaehan pikir hidup yang dirinya jalani terlampau baik-baik saja. Kedua orang tua yang harmonis, kehadiran adik laki-laki yang menggemaskan, dan juga kebersamaan bersama para sahabat yang sama sekali...