12

42 6 10
                                    

Selamat membaca ...

Jaehan melangkahkan tungkainya dengan gontai. Dari dulu sekolah itu terasa sangat berat dan melelahkan. Tapi hari ini, Jaehan benar-benar merasakan lelah yang luar biasa. Dengan mengabaikan sang adik yang sedang asyik bermain keran air di depan rumah, Jaehan melanjutkan langkah menuju pintu utama.

Sedangkan Leo sudah terkejut bukan main melihat sikap abangnya yang biasanya secerah matahari di siang hari tapi kali ini terlihat mendung. Namun bocah itu lebih terkejut saat melihat wajah abangnya yang terdapat bercak ungu dan merah di bagian pelipis, tulang pipi, dan juga sudut bibirnya.

Segera ia berlari beberapa meter dari tempatnya bermain. Membiarkan kran air mengalir begitu saja hanya untuk menghampiri sang Mami yang tengah menyiram bunga di tempat lain.

"Mi—Mami, muka Abang ungu-ungu."

Spontan Lina menghentikan kegiatan siram-menyiramnya. Segera ia mematika kran air lalu melangkah menuju kamar si sulung di lantai atas.

Betapa terkejutnya Lina saat melihat Jaehan tengah berbaring di atas ranjang—tanpa pakaian bagian atas. Juga dengan memar di berbagai tempat. Jaehan terlihat memejamkan kedua mata, bukan tertidur melainkan menahan sesak.

"Yaampun Nak, kenapa Kamu?" tanya Lina dramatis sambil menyentuh beberapa luka di tubuh Jaehan. Jaehan hanya meringis saat sang Mami tidak sengaja menekan lukanya dengan sedikit keras.

"Anak Mami gak berantem kan?" Lina terlihat sangat khawatir. Mengingat belakangan ini banyak sekali kejadian yang menimpa anak bujangnya.

Jaehan tersenyum dalam perih lukanya. "Enggak berantem Mi, ini biasalah anak muda."

Mendengar jawaban enteng Jaehan—Lina mendelik sebal. "Gak ganteng lagi anak Mami kalo bohongin orang tua."

"Gak ada yang bohong Mi," balas Jaehan ngotot. "Kalo Abang berantem pasti tadi Mami dapet telpon dari Pak Soman."

Lina menghela napas lega. Bersyukur anaknya tidak menyakiti anak orang lain. Tapi kenapa ananya babak belur begini?

"Tapi Kamu gak kenapa-napakan? Kepala Kamu enggak kebenturkan?"

Jaehan terdiam mendengar pertanyaan sang Mami kali ini. seingatnya kepala dirinya tidak terbentur. Tapi rasanya sangat sakit dan—mengingat sesuatu.

"Eh kok bengong?" Lina terlihat panik lagi. "Mami tanya kepala Kamu gak kebentur kan?"

"Enggak Mi enggak," Jaehan seyakin mungkin menjawab. "Tapi, Abang kaya inget sesuatu."

Lina otomatis memicing penasaran, "Abang inget apa?"

"Dulu juga Abang pernah berantem sama Noah."

Lina mengangguk-angguk paham. Jadi yang menyerang anaknya kali ini adalah Noah Aditama. Tapi kenapa? Bukannya mereka bersahabat dekat.

Memilih diam dan menuruti apa yang sebelumnya anak bujangnya ucapkan dengan dalih 'masalah anak muda', Lina menyerah dan tidak akan ikut campur.

Dengan begitu Jaehan akan dewasa dengan sendirinya

Jika Jaehan berkata sempat ingat pernah bertarung dengan Noah juga—tentunya di waktu dulu, mungkin itu hanyalah ingatan yang hilang disebabkan oleh waktu. Karena nampaknya, yang dilupakan Jaehan akibat kecelakaan satu tahun yang lalu hanya tentang Gabriella seorang.

***

Jaehan mengguling-gulingkan tubuhnya di atas karpet ruang keluarga. Dilihatnya sang adik tengah bersiap memasukkan berbagai barang ke dalam tas kecil kesayangannya.

"Selesai, Lele mau pergi sekolah!" seru anak TK itu dengan riang. Sambil berjinjit-jinjit ria berjalan menuju dapur.

Membuat Jaehan berpikir haruskah dia pergi sekolah juga atau tidak. Hari ini ada kegiatan pentas seni, namun bukankah itu cukup membosankan. Akhirnya Jaehan memutuskan membuka group chat milik gengnya.

Missing Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang