05

46 12 6
                                    

Selamat membaca ...

Langkah panjang terlampau cepat milik Jaehan kentara terlihat. Raut tak sabaran dan cucuran peluh menambah kesan pemuda itu untuk buru-buru. Tak lama dentuman daun pintu dan kenop terkunci mengudara segera.

Napas Jaehan tak beraturan. Setelah dengan cepat menutup pintu dan membuka seragam sekolah bagian atas dengan asal. Pemuda itu segera mengobrak-abrik tas penuh buku demi mencari benda kesayangan. Apa lagi jika bukan ponsel pintar miliknya.

Jika saja Haidar tidak merusak kepercayaan yang selama ini Jaehan berikan dengan bertingkah seolah menutupi identitas dari gadis bernama Gaby itu. Jaehan tentu tidak akan melakukan hal bodoh seperti tadi. Padahal jauh dalam lubuk hati Jaehan, dirinya tidak mungkin menginginkan apa yang sudah menjadi milik sahabatnya yaitu Noah Aditama.

Walau belum resmi, tetap tidak mungkin.

"Gue harus berusaha cari tahu sendiri."

***

Lebih dari belasan kali Noah memberikan lelucon untuk gadis di hadapannya. Namun tidak sedikit pun membuat gadis itu tertawa renyah atau barangkali sekadar menyunggingkan birai. Yah ..., walaupun semua orang tahu kalau Noah terkenal garing dan tidak pandai bergurau.

Sedari tadi Gaby hanya diam. Mengacuhkan Noah yang susah payah menghiburnya. Dalam hati kecil sebenarnya Gaby ingin sekali tersenyum barang sedikit untuk menghargai usaha dan jeri payah seorang Noah. Tapi bagaimana lagi, hati, pikiran dan ekspresi wajah tidak memiliki jalan yang sama.

"Sebenernya ada apa sih, hmm?" selidik Noah lembut. Pria dengan hidung setajam Gunung Semeru itu tak henti-hentinya berusaha mengubah mood gadis yang kini duduk tepat di hadapannya.

Sudah hampir satu jam, tapi sedari tadi Gaby hanya diam. Mengabaikan Noah yang bahkan sudah membuat busa di mulutnya. Saking terlalu banyak bicara. Gaby hanya menggeleng lemah. Yang gadis pecinta toska itu lakukan hanya mangayunkan kaki. Sesekali memainkan gantungan yang menggantung lucu pada tas sekolah kesayangannya.

Rasanya hari ini sangat lelah. Padahal ualangan Fisika tadi terbilang sangat mudah. Mungkin karena situasinya yang membuat Gaby lelah. Walau terkesan dingin kepada semua orang. Noah akan ramah dan bertekuk lutut di depan wanita yang dicintanya.

Seperti saat ini, di tengah ramainya kafe persimpangan dekat sekolah. Noah membungkukkan badan sambil menggenggam erat jari-jemari Gaby.

"Jangan diem terus gini. Kalopun bad mood, paling enggak cerita apa masalahnya. Biar nanti kita cari solusinya sama-sama."

Melihat ketulusan dan juga kelembutan dari setiap kata yang keluar dari birai milik Noah, rasanya Gaby seperti menjadi orang terjahat di muka bumi ini. Seharusnya Gaby tidak benar-benar membuat pemuda di hadapannya menunggu. Noah terlalu berharga untuk digantung oleh jawaban untuk status yang tidak pasti.

"N—no jangan ...,"

Noah paham apa yang terjadi dengan Gaby. Gadis itu pastinya sedang tidak baik-baik saja setelah kejadian saat ulangan siang tadi. Kelas yang digabungkan membuat gadis itu harus bertemu tatap dengan Jaehan. Juga, rundungan dan sindirian yang selalu ditujukan kepadanya. Pasti hal ini yang membuat Gaby lelah.

Dan ketidakbaik-baikan itu tentu membuat gadis di hadapannya berkelana memikirkan sesuatu yang mungkin tidak terlalu penting.

"Sini gue kasih tau," ucap lembut Noah sambil mengusap perlahan jemari lentik Gaby. Walau di ujungnya banyak bekas tinta pena akibat terlalu banyak belajar. Sama sekali tidak mengurangi kecantikannya.

"Lo itu udah gede. Gue ngerti lo bungsu di angkatan kita bahkan di angkatan satu tahun di bawah kita," lanjut Noah. Sambil menatap lekat netra Gaby yang juga menatapnya. Membuat Noah sedikit salah tingkah. Tapi karena dirinya adalah cowo cool, dengan cepat dapat mengubah ekspresi.

Missing Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang